30
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Pendidikan 2.1.1 Konsep Daya saing merupakan konsep yang memiliki arti dan cakupan yang luas serta kompleks dalam penggunaannya (Siggel, 2007; Ogrean & Herciu, 2010). Pengertian daya saing dapat dipandang dalam perspektif makro dan mikro. Dalam perspektif makro, Hong (2008) menjelaskan bahwa daya saing meningkatkan kemakmuran suatu negara dengan cara meningkatkan pendapatan penduduknya yang mencakup bidang sosial, budaya, dan ekonomi di pasar internasional. Sejalan dengan pendapat Hong, Blunck (2006) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan warga negara dalam mencapai taraf hidup yang tinggi. Pengertian tersebut mencakup pengertian daya saing secara nasional, dipandang dari kemampuan negara dalam keadaan ekonomi. Sedangkan dipandang dari perspektif mikro, daya saing terbatas pada sektor ekonomi dan industri bisnis (Siggel, 2007). Istilah daya saing muncul dan banyak digunakan dalam sektor ekonomi dan bisnis. Michael Porter, seorang ahli dalam bidang strategi, memfokuskan konsep daya saing dengan kemakmuran yang merujuk pada aktivitas untuk menambahkan nilai dengan menyediakan produk dan jasa dengan harga diatas biaya produksi (dalam Ketels, 2006). Sedangkan dipandang dari sektor industri, Blunck (2006) menyatakan bahwa daya saing adalah kemampuan

2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Saing Pendidikan 2.1.1 Konsep Daya saing merupakan konsep yang memiliki arti dan cakupan yang luas serta kompleks dalam penggunaannya (Siggel, 2007; Ogrean & Herciu, 2010). Pengertian daya saing dapat dipandang dalam perspektif makro dan mikro. Dalam perspektif makro, Hong (2008) menjelaskan bahwa daya saing meningkatkan kemakmuran suatu negara dengan cara meningkatkan pendapatan penduduknya yang mencakup bidang sosial, budaya, dan ekonomi di pasar internasional. Sejalan dengan pendapat Hong, Blunck (2006) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan warga negara dalam mencapai taraf hidup yang tinggi. Pengertian tersebut mencakup pengertian daya saing secara nasional, dipandang dari kemampuan negara dalam keadaan ekonomi. Sedangkan dipandang dari perspektif mikro, daya saing terbatas pada sektor ekonomi dan industri bisnis (Siggel, 2007).

Istilah daya saing muncul dan banyak digunakan dalam sektor ekonomi dan bisnis. Michael Porter, seorang ahli dalam bidang strategi, memfokuskan konsep daya saing dengan kemakmuran yang merujuk pada aktivitas untuk menambahkan nilai dengan menyediakan produk dan jasa dengan harga diatas biaya produksi (dalam Ketels, 2006). Sedangkan dipandang dari sektor industri, Blunck (2006) menyatakan bahwa daya saing adalah kemampuan

Page 2: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

10

sebuah perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Hamel dan Prahalad (dalam Crainer & Dearlove, 2014) menambahkan bahwa daya saing merupakan kemampuan untuk menciptakan dengan harga yang lebih rendah dan lebih cepat daripada pesaing lain serta memiliki kompetensi utama yang menimbulkan produk yang tidak diantisipasi oleh pesaing. Berdasarkan perspektif mikro tersebut, daya saing merujuk pada aktivitas suatu perusahaan atau industri yang mampu mendapatkan pemasukan dengan menyediakan barang dan jasa melalui cara yang lebih efisien dan efektif.

Secara umum, Sumihardjo (dalam Suryadi et al., 2009) mendefinisikan daya saing sebagai kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan kelompok atau institusi. Sebuah kelompok atau institusi yang berdaya saing tersebut memiliki keunggulan yang memunculkan nilai lebih apabila dibandingkan dengan kelompok atau institusi lain.

Kemampuan dan usaha menciptakan daya saing tidak terbatas hanya pada produksi barang tetapi juga pada produksi jasa. Salah satu bidang produksi jasa yang mengadopsi istilah daya saing tersebut adalah bidang pendidikan. Hemsley-Brown, J., & Oplatka (2006) menyatakan bahwa pendidikan tidak lagi dianggap sebagai produk barang melainkan sebagai produk jasa.

Marginson & Wende (2007) menghubungkan istilah daya saing dalam bidang pendidikan dengan

Page 3: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

11

kata keunggulan, reputasi, dan status. Dalam bidang pendidikan dan bisnis, daya saing sama-sama diartikan sebagai menjadi lebih baik atau unik, memiliki reputasi yang baik, meningkatnya jumlah pelanggan (siswa), dikenal oleh masyarakat, dan memiliki jaringan yang luas (Haan & Yan, 2013). Melalui penelitian yang dilakukan di beberapa institusi pendidikan dan universitas di Belanda, Haan dan Yan menarik suatu pemahaman bahwa daya saing dalam sektor pendidikan tergantung pada perbaikan dan peningkatan nilai internal yang ditentukan oleh penilaian eksternal, seperti pertumbuhan jumlah dan besaran siswa, peningkatan peringkat, perolehan prestasi, dsb.

Berdasarkan kajian tentang daya saing pendidikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa daya saing pendidikan merupakan kemampuan institusi pendidikan, yang dalam konteks ini adalah sekolah, untuk menjadi lebih baik dan unggul dalam memberikan pelayanan jasa pendidikan dibandingkan sekolah lain. Daya saing unggul yang dimiliki sekolah tercermin dalam peningkatan jumlah siswa baru yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh sekolah.

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi daya saing pendidikan

Daya saing sangat diperlukan bagi setiap institusi, termasuk sekolah, sebagai sarana untuk mencapai kesuksesan dan dapat bertahan dalam dunia yang penuh dengan kompetisi. Daya saing yang dimiliki

Page 4: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

12

oleh sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang penting bagi terciptanya daya saing yang sustainable bagi sekolah. Faktor-faktor tersebut dijabarkan untuk memperjelas pemahaman berkaitan dengan daya saing sekolah. Mazzarol & Soutar (1999) memaparkan bebarapa faktor yang mendukung terbentuknya daya saing institusi pendidikan. Faktor tersebut adalah reputasi, sumber daya sekolah yang meliputi program sekolah dan kekuatan finansial, teknologi informasi, sumber daya manusia, dan kemitraan. a. Reputasi

Reputasi berpengaruh terhadap pembentukan daya saing institusi (DeNisi, A. S., Hitt, M. A., & Jackson (2003). Casidy (2013) menyatakan bahwa reputasi adalah penilaian terhadap kualitas institusi yang terbentuk karena adanya konsistensi kualitas yang ditunjukkan oleh institusi tersebut. Sedangkan menurut Bennet dan Ali Choudoury (dalam Chapleo, 2010), reputasi adalam sebuah manifestasi fitur-fitur yang dimiliki institusi pendidikan yang membedakannya dengan institusi lain.

Menciptakan reputasi institusi membutuhkan periode waktu tertentu yang didukung pula oleh komunikasi yang efektif antara institusi dan pelanggan. Knapp (dalam Ghodeswar, 2008) menjelaskan bahwa identitas institusi yang baik bisa dicapai apabila direncanakan, didukung, dan dijaga dengan baik oleh setiap komponen dalam institusi tersebut. Reputasi baik yang dimiliki oleh sekolah menjadi faktor penting yang dapat digunakan oleh sekolah dalam menghadapi persaingan dengan sekolah lain. Reputasi kuat

Page 5: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

13

merupakan salah satu kompetensi kunci bagi institusi pendidikan untuk sukses bersaing dalam persaingan global (Mazzarol dan Soutar dalam Casidy, 2013). Reputasi sekolah dapat dapat dibentuk oleh faktor fisik seperti lokasi (Chapleo, 2010) serta layanan yang ditawarkan oleh sekolah tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Krismawintari (2011), reputasi sekolah merupakan faktor penting yang mendasari orang tua siswa dalam memilih sekolah. Reputasi sekolah tidak dapat dibentuk secara instan oleh pihak sekolah, dibutuhkan kerjasama kuat dan berkelanjutan oleh warga sekolah. Selain memberikan kualitas pembelajaran dan layanan pendidikan yang baik, proses pembentukan reputasi sekolah sebaiknya juga didukung dengan promosi yang baik dan berkelanjutan.

Kegiatan promosi penting dalam membentuk persepsi masyarakat. Reputasi sekolah pada umumnya diciptakan melalui persepsi masyarakat selaku pengguna, yang didasarkan pada pengalaman yang dirasakan mayarakat terhadap jasa pendidikan yang ditawarkan sekolah tersebut. Reputasi sekolah dan persepsi masyarakat dapat dibentuk melalui kompetensi yang dimiliki oleh sekolah tersebut dan dikembangkan sehingga memiliki nilai pembeda dibandingkan dengan sekolah lain. Ghodeswar (2008) menyatakan bahwa reputasi baik terbentuk karena konsistensi antara pesan yang disampaikan dengan implementasi yang dirasakan oleh masyarakat. Reputasi sekolah yang baik mendorong calon siswa potensial untuk memilih institusi tersebut dan dapat

Page 6: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

14

menumbuhkan rasa kesetiaan terhadap institusi tersebut b. Sumber Daya Sekolah

Sumber daya sekolah merupakan faktor lain yang berpengaruh terhadap daya saing sekolah. Sumber daya sekolah yang menunjang terbentuknya daya saing antara lain kekuatan finansial (Carter dalam Depperu, D., & Cerrato, 2005; Kazlauskaite, R., & Buciuniene, 2008) dan program sekolah.

Faktor finansial merupakan salah satu sumber daya sekolah yang menjadi faktor terbentuknya daya saing sekolah (Kazlauskaite, R., & Buciuniene, 2008). Faktor finansial sebagai sumber daya sekolah berperan penting untuk mendukung penyelenggaraan program dan kegiatan sekolah yang berkualitas. Keberhasilan sekolah dalam menyelenggarakan program pembelajaran dan program kegiatan sekolah berkualitas melalui ketercukupan dana tersebut menjadi hal yang pendukung terciptanya daya saing sekolah.

Sumber daya sekolah lain yang mampu membentuk daya saing adalah kemampuan sekolah untuk menciptakan program sekolah yang memiliki sifat inimitable (sukar ditiru). Program yang bersifat inimitable tersebut adalah salah satu faktor potensial yang menjadikan institusi memiliki daya saing (Srivastava, R. K., Fahey, L., & Christensen, 2001). Program tersebut merupakan faktor pembeda yang dapat mempengaruhi pelanggan potensial (siswa) dalam mempertimbangkan institusi pendidikan yang akan dipilih.

Page 7: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

15

Hasil penelitian oleh Bosetti (2004) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi orang tua dalam pemilihan sekolah adalah program sekolah yang ditawarkan. Sebanyak 31% orang tua yang menjadi responden menjawab bahwa program sekolah menjadi daya tarik mereka dalam memilih sekolah. Program sekolah tersebut dapat berupa kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang menawarkan kelebihan dibandingkan sekolah lain. c. Teknologi Informasi

Teknologi informasi menjadi faktor potensial yang mendukung keunggulan daya saing (Rohrbeck, 2010). Perkembangan dunia yang semakin bergantung pada teknologi informasi dan komunikasi modern menjadi alasan pentingnya sekolah untuk mampu beradaptasi dan mengadopsi teknologi tersebut. Penggunaan TI sebagai faktor pembentuk daya saing di institusi pendidikan tidak terlepas dari bagaimana integrasi TI dalam proses pembelajaran.

Penggunaan TI dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran (Tinio, 2003). Disamping peningkatan kualitas hasil pembelajaran, integrasi teknologi dalam proses pembelajaran juga dapat meningkatkan motivasi dan kecepatan proses belajar siswa. Tamandl & Nagy (2013) menyatakan bahwa kualitas hasil pembelajaran siswa menjadi salah satu faktor bagaimana daya saing sekolah terbentuk.

Penggunaan teknologi informasi sebagai faktor pembentuk daya saing tidak terbatas pada manajemen pembelajaran tetapi meluas pada penggunaan TI pada

Page 8: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

16

manajemen informasi di sekolah. TI dapat dimanfaatkan dalam administrasi sekolah dan menjadi sarana penyampaian informasi atau publikasi kepada masyarakat. Penggunaan teknologi informasi tersebut menjadikan sistem manajemen di institusi pendidikan menjadi lebih fleksibel dan efisien dalam segi waktu dan biaya (Tagalou, Massourou, & Kuriakopoulou, 2013; Tamandl & Nagy, 2013). Untuk mendukung keberhasilan penggunaan TI dalam proses pembelajaran dan administrasi sekolah, Schiller (2003) menekankan pentingnya dukungan kuat para stakeholder terutama oleh kepala sekolah. d. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam institusi merupakan salah satu faktor penting dalam keunggulan daya saing (Rahayu, 2010). Sumber daya manusia di sekolah terdiri atas guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah.

Mengingat bahwa produk jasa pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan, merupakan produk yang tidak dapat terlihat, kemampuan dan keahlian sumber daya manusia (tenaga pendidik) dalam mentransferkan ilmu pengetahuan tersebut diperlukan untuk menciptakan keunggulan saya saing institusi pendidikan. Menurut Rahayu (2010), kesesuaian kualifikasi akademik tenaga pendidik dan kependidikan, jumlah tenaga pendidik bersertifikasi, serta keahlian tenaga kependidikan merupakan faktor penting untuk mencapai daya saing sekolah yang berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Krismawintari (2011) menunjukkan bahwa guru yang memiliki

Page 9: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

17

kompetensi dan softskill menjadi faktor yang mempengaruhi orang tua dalam memilih sekolah. Bosetti (2004) dalam penelitiannya juga menunjukkan hasil yang serupa bahwa 24% orang tua yang menjadi responden mempertimbangkan faktor guru sebagai pertimbangan dalam pemilihan sekolah. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa guru sebagai sumber daya manusia di sekolah berperan penting dalam menciptakan daya saing bagi sekolah.

Tenaga kependidikan yang berkeahlian juga merupakan hal penting yang mendukung sekolah dalam menciptakan daya saing (Rahayu, 2010). Sekolah perlu memperhatikan pula kompetensi tenaga kependidikan sehingga manajemen sekolah dapat terlaksana dengan baik. Disamping guru dan tenaga kependidikan, keberadaan komite sekolah merupakan aset penting yang berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah (Tjuana, 2012). Hal senada dinyatakan oleh Halal (dalam Binsardi & Ekwulugo, 2003) bahwa hubungan sekolah dengan perwakilan masyarakat dan orang tua merupakan faktor penting bagi sekolah. Berdasarkan hal tersebut kompetensi guru, tenaga kependidikan dan peran aktif komite sekolah dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing sekolah. e. Kemitraan

Beberapa studi literatur menyatakan bahwa kemitraan merupakan salah satu faktor keunggulan daya saing bagi institusi (Ireland, Hitt, & Vaidyanath, 2002; Trim, 2003). Kemitraan sekolah dengan

Page 10: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

18

pemerintah, institusi pendidikan sejawat, serta lembaga lain yang dapat dipergunakan untuk pengembangan sekolah tersebut. Kemitraan dianggap penting bagi sekolah karena dapat memperluas jangkauan, menyediakan kesempatan baru untuk akses dan kemajuan sekolah, memproyeksikan kesempatan baru berkaitan potensi calon pelanggan (siswa), serta mendorong kemandirian sekolah dalam persaingan (Trim, 2003). Breen & Hing (2012) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa keuntungan utama yang didapat oleh pihak sekolah melalui kemitraan dengan institusi lain atau pihak lain adalah sekolah dapat menambah daya jual melalui program yang ditawarkan, meningkatkan reputasi sekolah, mendapatkan bantuan dana untuk pengembangan sekolah, dan meningkatkan skala ekonomi atau keadaan finansial sekolah. Melalui kemitraan yang terjalin, peluang lebih terbuka bagi sekolah dalam menciptakan program-program yang bersifat inimitable sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing sekolah tersebut.

Menurut Trim (2003), hal yang perlu diperhatikan, terutama oleh stakeholder sekolah dalam proses menjalin kerjasama adalah budaya yang dimiliki sekolah tersebut. Pemimpin atau pembuat kebijakan harus jeli untuk menganalisa apakah institusi lain yang akan menjalin kemitraan memiliki tujuan dan nilai yang sejalan. Kemitraan yang didasarkan pada kesamaan tujuan dan nilai berpengaruh pada kelangsungan program kerjasama tersebut. Disamping hal tersebut, untuk menciptakan jalinan kemitraan yang baik dengan institusi lain, sekolah harus selalu

Page 11: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

19

memiliki komunikasi yang terbuka dengan institusi terkait.

2.2 Rencana Strategis Peningkatan Daya Saing Sekolah Untuk meningkatkan daya saing, sekolah memerlukan strategi. Hamel dan Prahalad (dalam Crainer & Dearlove, 2014) mendefinisikan strategi sebagai sebuah latihan memposisikan pilihan-pilihan institusi yang akan diuji dengan bagaimana pilihan tersebut sesuai dengan struktur yang telah ada. Sedangkan Rahayu (2010) mendefinisikan strategi sebagai suatu kesatuan rencana yang luas dan terintegrasi yang menghubungkan antara kekuatan internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternalnya yang dirancang untuk memastikan tujuan organisasi dapat dicapai melalui implementasi yang tepat. Proses perumusan strategi yang dilakukan oleh sekolah sering disebut juga sebagai perencanaan strategis sekolah. Sedangkan produk dari perencanaan strategis sekolah pada umumnya dituangkan kedalam bentuk dokumen yang dinamakan rencana strategis. Drucker (dalam Walters, E. W., & McKay, 2005) mendefinisikan perencanaan strategis sebagai proses yang dilakukan institusi yang bertujuan untuk memproyeksikan keadaan institusi dimasa depan dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal institusi. Proses tersebut selanjutnya diikuti dengan perumusan tujuan dan strategi institusi yang tertuang dalam bentuk dokumen yang disebut dengan

Page 12: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

20

rencana strategis. Berdasarkan pendapat tersebut, hal penting yang perlu diperhatikan dalam perumusan rencana strategis adalah keadaan pasar yang mungkin berubah dari waktu ke waktu. Dalam perumusan rencana strategis sekolah, sekolah sebaiknya memperhatikan aspek perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat dan menyelaraskan dengan keadaan sekolah, sehingga rencana strategis tersebut kemudian dapat diimplementasikan. Rencana strategis merupakan sebuah dokumen yang berisi tentang rencana institusi dalam mencapai misinya (Gates, 2010). Dalam konteks sekolah, rencana strategis merupakan rencana sekolah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Rencana strategis sekolah merupakan sebuah fondasi yang dimiliki sekolah yang berisi mengenai hal-hal apa saja yang harus dilakukan sekolah dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, Gates juga menambahkan bahwa rencana strategis berperan penting sebagai pedoman untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dan meminimalisir resiko yang mungkin timbul.

Beberapa studi literatur berdiskusi tentang pendekatan yang dapat dipergunakan dalam perencanaan strategis. Salah satu pendekatan perencanaan strategis yang disarankan adalah pendekatan terintegrasi yang mengkombinasikan pendekatan berdasarkan sumber daya (resource-based view) dengan pendekatan pasar (market-based view) (Rahayu, 2010). Pendekatan sumber daya pada perumusan strategi di bidang pendidikan berfokus pada hubungan

Page 13: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

21

antara karakteristik internal sekolah dengan kinerja sekolah, sedangkan pendekatan pasar menyatakan bahwa analisis terhadap kondisi eksternal sekolah merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi (Rahayu, 2010). Analisis terhadap lingkungan eksternal memproyeksikan peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap pembentukan strategi. Dalam proses analisis terhadap lingkungan eksternal tersebut, Porter (2008) menawarkan lima faktor yang dipertimbangkan dalam analisis eksternal yaitu adanya persaingan diantara para kompetitor yang telah ada, ancaman kompetitor baru, ancaman barang/jasa pengganti, posisi tawar pembeli, posisi tawar pemasok. Dalam perencanaan strategis untuk meningkatkan daya saing, sekolah dapat menggunakan pendekatan terintegrasi. Pendekatan terintegrasi memadukan pendekatan resource-based dengan market-based, yaitu analisis terhadap sumber daya yang dimiliki sekolah dan kemampuan internal sekolah dengan analisis terhadap kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal sekolah. Perumusan strategi yang didasarkan pada pendekatan terintegrasi menentukan segmen pasar mana yang akan dilayani, kebutuhan apa dari konsumen pada segmen pasar itu yang harus dilayani dan bagaimana kompetensi inti institusi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar (Rahayu, 2010). Beberapa literatur tentang manajemen strategis membahas tentang strategi yang dapat digunakan untuk meraih keunggulan daya saing. Strategi yang

Page 14: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

22

dapat digunakan adalah strategi kompetitif dan strategi kooperatif (Rahayu, 2010). Institusi dapat memilih salah satu strategi yang cocok untuk diterapkan dalam perencanaan strategisnya yang disesuaikan dengan keadaan sumber daya institusi tersebut. Penggabungan strategi kompetitif dan strategi kooperatif juga dimungkinkan dalam meraih keunggulan daya saing institusi.

Porter (dalam Crainer & Dearlove, 2014) memperkenalkan salah satu konsep strategi kompetitif yang disebut dengan strategi generik, yang meliputi tiga strategi yaitu 1) diferensiasi, 2) biaya, dan 3) fokus. Strategi diferensiasi menekankan pada aspek penawaran lebih, berupa kualitas, pelayanan, dan sarana khusus, yang diberikan oleh institusi kepada pelanggannya. Dalam bidang pendidikan, aspek yang ditawarkan berupa kurikulum, program pendidikan, fasilitas, kemudahan akses, proses pendidikan dan layanan pendidikan (Noya, 2013). Dalam strategi biaya menekankan pada penawaran produk dan jasa dengan biaya terendah. Sekolah dengan strategi biaya mengatur biaya yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan sekolah lain, namun tetap menawarkan produk jasa paendidikan yang setingkat dengan sekolah lain. Sedangkan strategi fokus menekankan untuk menawarkan produk atau jasanya terhadap kelompok pelanggan potensial tertentu. Dalam sektor pendidikan, sekolah dapat mengklasifikasikan target pelanggan potensial melalui faktor ekonomi pelanggan: tidak mampu, menengah dan mampu (Purwanto dalam Noya, 2013). Dengan melihat kondisi ekonomi target

Page 15: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

23

pelanggan potensial, sekolah selanjutnya menyesuaikan biaya dengan jasa pendidikan yang ditawarkan.

Strategi kooperatif untuk meraih keunggulan daya saing berfokus pada perluasan jaringan kemitraan (partnership) dengan institusi lain. Dalam bidang pendidikan, institusi pendidikan seperti sekolah dapat bekerja sama dengan industri kerja (Breen & Hing, 2012), pemerintah, lembaga non pemerintah, dan institusi pendidikan sejawat. Strategi kooperatif dinilai mampu meningkatkan performa institusi (Das, T. K., & Teng, 2003). Dalam hal tersebut, institusi pendidikan termasuk sekolah dapat menggunakan strategi kooperatif dengan cara memperluas jaringan kemitraan dengan institusi lain untuk memperkuat daya saing sekolah.

2.3 Rekayasa Ulang Pendidikan 2.3.1 Pengertian Rekayasa Ulang Pendidikan

Rekayasa Ulang Pendidikan merupakan aplikasi dari Rekayasa Ulang Proses Bisnis yang pada awal mulanya digunakan pada bidang ekonomi dan bisnis. Rekayasa Ulang atau Reenginering merupakan sebuah pendekatan yang diperkenalkan perrtama kali oleh Michael Hammer pada tahun 1990. Hammer dan Champy (dalam Habib, 2013) mendefinisikan rekayasa ulang sebagai pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan kembali proses bisnis yang bertujuan untuk menciptakan perbaikan kerja yang dramatis pada performa kinerja yang mengalami krisis, seperti

Page 16: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

24

krisis pada harga, kualitas, pelayanan, dan kecepatan. Sedangkan Gazetesi (dalam Tavmergen & Özdemir, 2001) mendefinisikan rekayasa ulang sebagai sebuah alat institusi untuk meningkatkan dan mendesain kembali inti dari proses bisnis dengan melakukan penilaian yang bersifat fundamental dalam proses bisnis tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, rekayasa ulang bisnis berfokus pada suatu perbaikan ulang kinerja sebuah institusi yang untuk meraih hasil dramatis atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan mengatasi keadaan kritis sebagai dampak kompetisi.

Proses rekayasa ulang merupakan pendekatan yang membantu institusi untuk memikirkan kembali dimana posisi kerja institusi saat ini, bagaimana melakukan perubahan, dan bagaimana hasil yang akan dicapai. Menurut Hammer dan Champy (dalam Kristianti, 2011) dalam penerapannya, rekayasa ulang memiliki empat kata kunci, yaitu fundamental, radikal, dramatis, dan proses. Perubahan yang terjadi dalam proses rekayasa ulang bersifat fundamental dan radikal dengan menilai proses manajemen yang sedang berlangsung untuk selanjutnya diperbaiki sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam institusi (Tavmergen & Özdemir, 2001). Agar mampu mengelola perubahan yang radikal dengan efektif, pemimpin harus memperhatikan faktor komunikasi dan sumber daya manusia dalam institusi tersebut (Smith, dalam Ahmad & Francis, 2007). Komunikasi berperan penting untuk mendukung perubahan dalam implementasi Rekayasa Ulang Pendidikan dan untuk memelihara komitmen yang telah ditetapkan oleh institusi tersebut.

Page 17: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

25

Disamping komunikasi, pemimpin juga diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat memetakan kemampuan SDM yang dibutuhkan sehingga tujuan strategis yang ditetapkan dapat tercapai.

Dalam bidang pendidikan, rekayasa ulang dianggap sebagai kerangka kerja konseptual bagi pendidik untuk memikirkan dan menilai kembali sistem penyampaian pendidikan yang sedang berlangsung untuk kemudian disesuaikan dengan permintaan ekonomi global yang menuntut tersedianya produk pendidikan berkualitas serta jaringan kerjasama yang saling bergantung satu sama lain (Weller dalam Tunç, 2013). Tujuan Rekayasa Ulang Pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi berbagai aktivitas pendidikan (Sprawls, n.d.; Tunç, 2013). Rekayasa ulang pendidikan memampukan sekolah untuk menentukan langkah perubahan yang dibutuhkan secara mendasar dan membawa perbaikan sehingga pada akhirnya mampu bertahan dan unggul dalam kompetisi.

Dalam implementasi Rekayasa Ulang Pendidikan, Ahmad & Francis (2007) menekankan tujuh faktor penting yang perlu diperhatikan agar implementasi tersebut mencapai tujuannya. Tujuh faktor penting tersebut adalah 1) kultur kerjasama antar karyawan dan kultur yang berorientasi pada mutu; 2) sistem manajemen mutu melalui perbaikan berkelanjutan dan pemberian penghargaan/insentif terhadap karyawan; 3) manajemen perubahan, yang dalam hal ini pemimpin harus peka terhadap isu-isu terkait SDM yang berpotensi untuk menolak perubahan serta peka dalam

Page 18: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

26

mengatur dampak potensial atas perubahan yang mungkin timbul; 4) pengurangan birokrasi untuk menciptakan manajemen yang partisipatif sehingga mendorong munculnya inovasi; 5) teknologi informasi/sistem informasi yang berfungsi untuk meningkatkan kecepatan proses, meminimalisir kesalahan, dan meningkatkan efektfitas; 6) manajemen program, dengan mempertimbangkan seluruh aspek pendukung yang didokumentasikan melalui rencana program; dan 7) ketercukupan dana. Seluruh faktor penting tersebut perlu diperhatikan oleh pemimpin dan seluruh karyawan, sehingga sinergi antar pihak dalam institusi mampu terbentuk dan tujuan perubahan mampu dicapai.

2.3.2 Tahapan Rekayasa Ulang Pendidikan

Rekayasa ulang pendidikan merupakan serangkaian proses yang bersifat sistematis, diawali dari proses analisis, perancangan, dan implementasi. Proses analisis merupakan tahapan awal yang bertujuan untuk menemukan permasalahan dan mendata kebutuhan yang diperlukan oleh institusi pendidikan yang untuk selanjutnya dilakukan proses perancangan dan proses implementasi. Gross (2004) menggunakan tiga langkah dalam proses rekayasa ulang pendidikan, yaitu:

1. Current state assessment. Tahapan ini merupakan tahapan penilaian terhadap kondisi sekolah di masa sekarang. Dalam langkah ini, persepsi akan visi yang hendak dicapai harus dipastikan dan disamakan.

Page 19: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

27

2. Identify and consider new technologies. Tahapan selanjutnya adalah mengidentifikasi dan mempertimbangkan teknologi yang akan digunakan dalam proses merekayasa ulang, bagaimana penggunaannya, dan siapa yang harus terlibat dalam proses tersebut.

3. Crafting suggestion and solutions. Tahapan ini merumuskan saran dan solusi nyata dari hasil penilaian terhadap kondisi sekolah dan pemilihan teknologi yang mendasari proses rekayasa ulang. Dalam tahap ini juga mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan dihadapi terkait dengan solusi yang telah dirumuskan. Sprawls (n.d.) menawarkan sebuah model

analitikal rekayasa ulang pendidikan. Beberapa poin penting dalam model tersebut yang dapat menjadi kerangka dalam praksis Rekayasa Ulang Pendidikan, antara lain:

1. Menentukan kebutuhan pendidikan yang harus dipenuhi sesuai dengan tujuan kegiatan pendidikan yang ditetapkan.

2. Mengembangkan analisis kepada calon peserta didik yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan, distribusi geografis, dan waktu yang tersedia untuk kegiatan belajar.

3. Menerapkan prinsip-prinsip yang tepat untuk belajar dan mengembangkan media yang diperlukan.

4. Mengidentifikasi dan membuat referensi tambahan dan sumber yang mendukung kegiatan pembelajaran.

Page 20: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

28

5. Mengembangkan manajemen yang tepat dan sistem administrasi untuk kegiatan pendidikan.

6. Mengembangkan sistem belajar real world supaya memberikan pengalaman yang nyata, membimbing, dan merangsang kegiatan belajar.

7. Memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar dan mengembangkan diri yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas guru sebagai fasilitator pembelajaran

8. Menggunakan ICT. Hal yang perlu diperhatikan dalam rekayasa ulang sekolah adalah tujuan yang ingin dicapai, yang umumnya tercantum dalam visi sekolah. Visi menjadi sangat penting karena merupakan dasar atas keputusan dan kinerja yang dilaksanakan. Untuk mencapai visi tersebut, sekolah harus memperhatikan kebutuhan peserta didik, sumber daya yang dimiliki sekolah, kemampuan guru dalam pembelajaran, staff dalam pengembangan manajemen administrasi, serta penggunaan teknologi informasi di sekolah. 2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Rekayasa Ulang Pendidikan

Rekayasa Ulang pendidikan merupakan salah satu pendekatan yang direkomendasikan untuk institusi pendidikan agar lebih memiliki daya saing yang kompetitif (Tunç, 2013). Danim (2006) mengemukakan tiga faktor yang mendasari Rekayasa Ulang Pendidikan, yaitu pelangan, kompetisi, dan perubahan:

Page 21: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

29

1. Pelanggan Faktor ini berkaitan dengan pelanggan yang bermain peran dalam proses pendidikan. Ketersediaan pelanggan dibutuhkan dalam menunjang proses pendidikan. Disamping hal tersebut, kebutuhan pelanggan jasa pendidikan atas kualitas, varietas, individualitas, dan hasil segera sangat berpengaruh. Titik tekan dari faktor ini bukan sekedar output tapi outcome dari pendidikan.

2. Kompetisi Faktor ini berkaitan dengan iklim kompetisi yang meningkat berkaitan dengan sektor biaya pendidikan, kemudahan dalam mendapatkan fasilitas, pelayanan, dan kualitas.

3. Perubahan Faktor ini berkaitan dengan sifat tetap dari perubahan. Perubahan di era globalisasi yang ditandai dengan dominasi alat teknologi dan informasi sangat berpengaruh pada sektor pendidikan. Perubahan dalam era globalisasi tersebut memaksa dunia pendidikan untuk menggunakan peran kecanggihan alat teknologi dan informasi.

Disamping ketiga hal tersebut, Sprawls (n.d.) berpendapat bahwa terdapat empat hal yang mempengaruhi praktek rekayasa ulang dalam bidang pendidikan, yaitu:

1. Perubahan kebutuhan pendidikan karena adanya inovasi dalam berbagai profesi, perdagangan,

Page 22: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

30

bisnis, dan perluasan informasi serta pengetahuan dalam masyarakat.

2. Kebutuhan untuk alternatif pembelajaran yang lebih kompatibel dengan gaya hidup kontemporer dan tanggung jawab individu.

3. Ketersediaan teknologi digital secara luas untuk pengembangan bahan pendidikan, komunikasi, manajemen informasi, pendayagunaan akses sumber daya di seluruh dunia, dan pengelolaan pendidikan.

4. Meningkatnya potensi kinerja manusia (guru dan siswa) dengan desain dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berbasis teknologi.

Ditinjau dari beberapa faktor yang mendasari rekayasa ulang pendidikan, SMA Kristen 2 Salatiga memiliki faktor-faktor yang mendukung dilakukannya rekayasa ulang pendidikan. Hal tersebut tercermin dalam jumlah penerimaan siswa baru rendah, iklim persaingan antar sekolah swasta dan negeri dalam penerimaan siswa baru yang semakin kompetitif di kota Salatiga, dan perubahan dalam bidang teknologi yang menuntut penyesuaian dalam proses penyampaian jasa dan layanan pendidikan di sekolah. Diharapkan melalui rekayasa ulang pendidikan, dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan di SMA Kristen 2 Salatiga sehingga mampu meningkatkan daya saing sekolah.

Page 23: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

31

2.4 Analisis Fishbone Teknik analisis Fishbone atau diagram Ishikawa merupakan teknik analisis yang dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa dengan bentuk diagram yang menyerupai tulang ikan. Menurut Muhaimin, Suti’ah, & Prabowo (2010), teknik analisis Fishbone digunakan untuk mengidentifikasi faktor permasalahan dengan mendasarkan pada struktur gambar hubungan antara satu dengan yang lain, serta menganalisis proses tindak lanjut yang didasarkan pada tinjauan berbagai faktor permasalahan. Dengan kata lain, teknik analisis Fishbone tersebut digunakan untuk mendiagnosis faktor permasalahan dan mengembangkan aktivitas lebih lanjut berdasarkan hasil analisis masalah.

Teknik analisis Fishbone secara sistematis dapat dipergunakan untuk: 1) mengidentifikasi penyebab dan sub penyebab permasalahan (Bose, 2012), 2) mengkategorikan masalah, 3) menganalisis berbagai hubungan dari penyebab yang signifikan, dan 4) menyediakan data untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Sedangkan menurut Abhishek, Li, Zanwar, Lou, & Huang (2011), teknik analisis fishbone membantu menvisualisasikan dan menyampaikan hubungan penting dari elemen-elemen permasalahan.

Dalam teknik analisis fishbone, langkah pertama adalah meletakkan permasalahan (problem) atau akibat (effect) pada gambar kepala ikan. Langkah kedua adalah menentukan faktor permasalahan (cause) diletakkan pada gambar tulang-tulang ikan. Faktor permasalahan pada umumnya dapat diidentifikasi

Page 24: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

32

menggunakan kategori 4M: material, method, manpower, machine atau 4Ps: parts, procedur, plant, people, namun kategori tersebut dapat berbeda disesuaikan dengan permasalahan yang ditentukan (Dogget, 2005). Langkah ketiga setelah faktor permasalahan ditentukan adalah mengidentifikasi akar permasalahan (root cause/sub cause). Akar permasalahan yang diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan masing-masing faktor. Pada diagram fishbone, akar permasalahan diletakkan pada sub-sub tulang ikan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Sumber: Ross (2014)

Dalam proses penyusunan diagram fishbone, proses brainstorming dapat dilakukan untuk mempermudah identifikasi akar permasalahan. Faktor permasalahan yang sudah dirumuskan akan

Gambar 2.1 Diagram Fishbone

Page 25: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

33

mempermudah proses identifikasi akar-akar permasalahan. Kata tanya “mengapa” dapat digunakan berulang kali sebagai alat bantu hingga ditemukan akar permasalahan yang menimbulkan masalah yang dimaksud. Setelah faktor permasalahan dan akar permasalahan ditemukan, analisis dapat dilanjutkan untuk merumuskan aktivitas lebih lanjut yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Analisis fishbone dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui akar permasalahan yang menyebabkan rendahnya daya saing SMA Kristen 2 Salatiga. Sedangkan faktor permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini mengacu pada faktor yang mempengaruhi terbentuknya daya saing sekolah sebagaimana dikemukakan oleh Mazzarol & Zoutar (1999). Disamping menganalisis akar permasalahan, analisis fishbone juga digunakan sebagai alat analisis untuk memproyeksikan kebutuhan yang diperlukan untuk menghilangkan akar permasalahan yang ada. Dengan memproyeksikan masalah dan kebutuhan pendidikan, hal tersebut dapat mendukung dilakukannya proses pembentukan strategi peningkatan daya saing SMA Kristen 2 Salatiga dengan pendekatan rekayasa ulang pendidikan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian berjudul “Analisis Akar Permasalahan Turunnya Minat Masyarakat Masuk SMA Swasta (Studi Kasus Pada

Page 26: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

34

SMA Theresiana)” yang dilakukan oleh Kristianti (2011). Dalam penelitian tersebut, beberapa strategi dirumuskan menggunakan pendekatan Rekayasa Ulang Pendidikan, antara lain a) mengubah sistem pembelajaran tradisional menjadi sistem pembelajaran berbasis ICT, outdoor, dan merancang pembelajaran yang menumbuhkan minat belajar siswa, b) membekali guru dengan kemampuan pedagogi dan profesional yang lebih baik agar mampu merancang pembelajaran secara lebih inovatif dan menarik minat siswa untuk belajar, c) meningkatkan kemampuan manajemen kepala sekolah agar mampu merekayasa ulang SMA Theresiana Salatiga sehingga diminati kembali oleh masyarakat, d) menurunkan uang sekolah sesuai dengan pangsa pasar, e) mengupayakan beasiswa kepada siswa tidak mampu dengan meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak, f) membentuk komunitas alumni SMA Theresiana sebagai upaya penggalangan dana untuk melengkapi sarana prasarana sekolah, g) membuka atau mengganti SMA menjadi SMK karena SMK dinilai lebih diminati oleh masyarakat.

Penelitian oleh Wall, Novak, & Wilkerson (2005) berjudul “Doctor of Nursing Practice Program Development: Reengineering Health Care”. Penelitian terebut berlatar belakang pada permasalahan yaitu krisis yang dihadapi dalam dunia pendidikan jasa pelayanan kesehatan dikarenakan biaya pendidikan jasa pelayanan kesehatan yang meningkat secara drastis dan akses terhadap pendidikan tersebut yang kurang memadai di Amerika Serikat. Beberapa strategi

Page 27: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

35

dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di bidang kesehatan sehingga dapat meningkatkan minat mahasiswa. Strategi yang dirancang yaitu: a) mengembangkan program pendidikan pelayanan kesehatan dengan kurikulum yang lebih inovatif. Kurikulum tersebut memperluas cakupan materi dengan disiplin ilmu lain yang relevan dengan pendidikan pelayanan kesehatan. Beberapa materi yang ditambahkan antara lain praktik manajemen, kebijakan kesehatan, teknologi informasi, dan penanganan kesehatan pada efek terorisme. Untuk pengembangan jangka panjang, strategi yang dilakukan adalah pembukaan kuliah musim panas dan kuliah online, b) melakukan Partnership atau Kemitraan dengan lembaga lain yang mendukung peningkatan pelayanan pendidikan di bidang kesehatan. Kerjasama yang dibentuk antara lain dengan sesama fakultas pelayanan kesehatan, rumah sakit, komunitas, dan pemerintah.

Penelitian oleh Tryggvason & Apelian (2006) berjudul “Re-Engineering Engineering Education for the Challenges of the 21st Century”. Perubahan dunia di abad ke-21 yang mendasarkan teknologi dan kecepatannya menjadi tantangan baru bagi program Pendidikan Teknik. Untuk menjawab tantangan tersebut, pendekatan rekayasa ulang digunakan untuk menyusun rekomendasi bagi penyelenggara program Pendidikan Teknik. Rekomendasi tersebut adalah 1) penyusunan ulang kurikulum yang ditawarkan dan bagaimana penyampaiannya, sehingga pengajar dapat membekali ilmu teknik secara mendasar pada siswa;

Page 28: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

36

dan 2) bekerja sama dengan industri dalam pembelajaran pendidikan teknik sehingga siswa lebih siap di dunia industri.

Penelitian oleh Poerba, Ayuningtyas, & Dilmy, (2008) yang berjudul “Manajemen Stratejik Pada Perusahaan Gita Group”. Penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh kerugian yang dialami oleh perusahaan sehingga dilakukan analisis akar permasalahan. Berdasarkan akar permasalahan yang diidentifikasi, maka strategi yang direkomendasikan adalah perbaikan internal perusahaan dengan perumusan standarisasi perusahaan.

Penelitian oleh Bose (2012) berjudul “Application of Fishbone Analysis for Evaluating Supply Chain and Business Process- A Case Study On The St James Hospital” menghasilkan beberapa solusi terhadap akar permasalahan yang telah diidentifikasi antara lain 1) penggunaan sistem informasi terpusat, 2) mengadopsi sistem pemesanan berbasis elektronik, 3) melaksanakan training pegawai, 4) menciptakan standar kerja, dan 5) merekrut pegawai baru dalam manajemen.

Dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu diatas, penelitian ini memiliki kesamaan dan perbedaan. Letak kesamaannya adalah penggunaan analisis Fishbone dan penggunaan pendekatan rekayasa ulang. Analisis Fishbone digunakan untuk menganalisis akar permasalahan sebagaimana dilakukan oleh Bose, Kristianti, dan Poerba et al. dan penggunaan rekayasa ulang yang digunakan dalam perumusan strategi yang juga digunakan oleh

Page 29: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

37

Kristianti, Tryggvason & Apelian, dan Wall et al.. Sedangkan letak perbedaan terletak pada penelitian milik Poerba et al. dan Bose dimana penelitian tersebut bukan dalam bidang pendidikan namun pada bidang bisnis dan jasa.

2.6 Kerangka Berpikir Penelitian Kerangka pikir penelitian ini diawali dengan adanya masalah terkait jumlah siswa baru yang mengalami penurunan di SMA Kristen 2 Salatiga. Penurunan jumlah siswa baru merupakan salah satu indikator bahwa sekolah tersebut memiliki daya saing yang rendah (Belfield & Levin, 2002). Masalah tersebut menjadi latar belakang yang menjadi dasar dari penelitian yang dilakukan.

Tahap awal yang dilakukan untuk mencari alternatif strategi peningkatan daya saing sekolah adalah melalui analisis akar permasalahan yang berpengaruh terhadap menurunnya jumlah siswa baru di SMA Kristen 2 Salatiga. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis fishbone untuk mencari akar permasalahan yang didasarkan pada lima faktor yang mempengaruhi daya saing, yaitu reputasi sekolah, sumber daya sekolah, teknologi informasi, sumber daya manusia, dan kemitraan. Akar permasalahan yang telah dianalisis kemudian menjadi masukan yang dipergunakan untuk memproyeksikan kebutuhan sekolah. Dalam perencanaan strategis, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rekayasa ulang pendidikan dan juga

Page 30: 2.1 Daya Saing Pendidikan - UKSW

38

mempertimbangkan tinjauan literatur tentang strategi kompetitif dan strategi kooperatif. Selanjutnya, hasil perencanaan strategis dituangkan dalam bentuk dokumen rencana strategis. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

Daya saing sekolah rendah

Analisis akar permasalahan

rendahnya daya saing SMA Kristen 2

Salatiga

Analisis Fishbone: Reputasi, Sumber daya,

TI, SDM, Kemitraan

Rencana strategis peningkatan daya

saing SMA Kristen 2 Salatiga

Rekayasa Ulang Pendidikan