Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH LIFE SATISFACTION DAN SOCIAL
SUPPORT TERHADAP CYBERBULLYING
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
NIM: 11140700000163
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
D) Pengaruh Life Satisfaction dan Social Support Terhadap Cyberbullying
E) xv + 84 halaman + lampiran
F) Studi tentang faktor yang mempengaruhi remaja melakukan cyberbullying
terbilang jarang. Penelitian ini bertujuan mengukur pengaruh life satisfaction
(family satisfaction, friends-satisfaction, school satisfaction, living environment
satisfaction, dan self-satisfaction) dan social support (appraisal support,
belonging support, tangible support, dan self-esteem support) terhadap
kecenderungan melakukan cyberbullying. Populasi penelitian ini adalah siswa-
siswi SMK Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor yang merupakan pengguna
handphone atau smartphone dan pengguna aktif media sosial dengan durasi
lebih dari satu jam per hari. Pengambilan sampel menggunakan teknik non-
probability sampling terhadap 255 siswa-siswi. Pengukuran variabel
mengadaptasi skala baku, yaitu Cyberbullying Offending Scale (COS) untuk
cyberbullying, Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS)
untuk life satisfaction, dan Interpersonal Social Evaluation List (ISEL) untuk
social support.
Setelah dilakukan analisis, ditemukan pengaruh yang signifikan dari life
satisfaction dan social support terhadap cyberbullying dengan R2=0.098. Dari
koefisien regresi terdapat tiga aspek yang berpengaruh secara signifikan, yaitu
living environment satisfaction, self-satisfaction, dan appraisal support. Hasil
penelitian ini jadi temuan tentang pentingnya menjaga kualitas lingkungan
sosial sebagai sumber integrasi sosial yang menentukan kecenderungan
manusia dalam berperilaku.
Kata kunci: cyberbullying, life satisfaction, social support.
G) Bahan bacaan: 156; buku: 6 + jurnal: 141 + disertasi: 2 + tesis: 2 + artikel: 5.
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) Juli 2019
C) Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
D) Effect of Life Satisfaction and Social Support on Cyberbullying
E) xv + 84 pages + appendix
F) The study of adolescent factors in cyberbullying is fairly rare. This research
measures the impact of life satisfaction (family satisfaction, friends-satisfaction,
school satisfaction, living environment satisfaction, and self-satisfaction) and
social support (appraisal support, belonging support, tangible support, and self-
esteem support) towards the tendency to cyberbullying. The population was
students of SMK Sirajul Falah, Parung, Bogor who were handphone or
smartphone users and active social media users with a duration of more than
one hour per day. Sampling used non-probability sampling technique for 255
students. Variable measurements adapt the standard scale, namely
Cyberbullying Offending Scale (COS) for cyberbullying, Multidimensional
Student Life Satisfaction Scale (MSLSS) for life satisfaction, and Interpersonal
Social Evaluation List (ISEL) for social support.
Analysis result found significant effect of life satisfaction and social
support on cyberbullying with R2=0.098. From the coefficient regression there
are three aspects that significantly influence, namely living environment
satisfaction, self-satisfaction, and appraisal support. The results of this study
found out the importance of maintaining the quality of the social environment
as a source of social integration that determines human tendency to behave.
Keyword: cyberbullying, life satisfaction, social support.
H) Reference: 156; book: 6 + journal: 141 + dissertation: 2 + thesis: 2 + article: 5.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiym,
Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiyn peneliti telah menyelesaikan skripsi berjudul
“Pengaruh Life Satisfaction dan Social Support Terhadap Cyberbullying”.
Terwujudnya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Zahratun Nihayah, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya.
2. Ibu Nia Tresniasari, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas
kesabaran, arahan, bimbingan, keluangan waktu, tenaga juga pikirannya. Ilmu
dan pengalaman yang diberikan akan terus bermanfaat bagi peneliti.
3. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih
atas bimbingannya sejak awal perkuliahan, begitu juga semangat dan motivasi
yang diberikan untuk menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Apa yang
telah diajarkan kepada peneliti merupakan jasa-jasa yang sangat besar.
5. Kepala SMK Sirajul Falah dan para stafnya yang telah memberikan kesempatan
seluas-luasnya selama proses pengumpulan data penelitian ini.
6. Adik-adik siswa-siswi SMK Sirajul Falah yang telah berpartisipasi sebagai
sampel. Terima kasih atas kesediaan waktu dan pikirannya untuk
menyumbangkan informasi penting untuk data penelitian ini.
7. Ibunda, insan tersayang. Kekasih yang dalam diam rutin mengirim do’a. Tak
cukup panjang ucapan ini, karena semakin panjang akan terasa semakin tak
terbalaskan semua ketulusan, pengorbanan, kesabaran dan kekuatannya.
8. Abang dan kakak-kakak peneliti: Abang Muhammad Nuh Nasution, S.H,
Kakak Siti Aisyah Nasution, S.Pd.I, Abang Muhammad Syarif Nasution, S.H.I,
Abang Muhammad Pauzi Nasution, Kakak Zainab Nasution, Abang Ahmad
Harmein Nasution. Terima kasih telah menjadi kekuatan penting bagi peneliti.
ix
9. Guru-guru peneliti di SDN 142614 Sirambas, terima kasih tak terhingga atas
jasa-jasa kepahlawanannya. Terima kasih kontribusi besarnya hingga sampai di
tahap ini dan tahap-tahap berikutnya.
10. Guru-guru peneliti di Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purba Baru. Seluruh
ilmu keislaman yang diajarkan semoga bisa disempurnakan dengan keilmuan
psikologi ini, sehingga memberi manfaat bagi setiap orang dan bagi peneliti di
dunia dan akhirat.
11. Seluruh keluarga Nasution dan Nasution Mangintir di seluruh dunia. Terima
kasih telah menjadi kebanggaan dan kekuatan dalam segala urusan peneliti.
Pihak-pihak yang tak disebutkan satu-persatu, terima kasih telah menjadi
kekuatan dalam seluruh aspek kehidupan peneliti. Karya sederhana ini menjadi
pencapaian bersama.
Jakarta, 16 Juli 2019
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
SEPATAH KATA PERSEMBAHAN .................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 8
1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................................... 8
1.2.2 Perumusan Masalah .................................................................. 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................................ 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................. 10
1.4 Sistematika Penelitian ....................................................................... 11
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Cyberbullying .................................................................................... 12
2.1.1 Definisi Cyberbullying .......................................................... 12
2.1.2 Bentuk Aktivitas Cyberbullying ............................................ 14
2.1.3 Pengukuran Cyberbullying ....................................................... 16
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying ................ 17
2.2 Life Satisfaction ................................................................................. 18
2.2.1 Definisi Life Satisfaction ....................................................... 18
xi
2.2.2 Aspek-aspek Life Satisfaction ............................................... 20
2.2.3 Pengukuran Life Satisfaction .................................................. 22
2.3 Social Support ................................................................................... 23
2.3.1 Definisi Social Support ......................................................... 23
2.3.2 Aspek-aspek Social Support ................................................... 25
2.3.3 Pengukuran Social Support ................................................... 27
2.4 Kerangka Berpikir ............................................................................. 27
2.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 36
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ........................ 39
3.2 Variabel Penelitian ............................................................................ 39
3.3 Definisi Operasional Variabel ........................................................... 39
3.4 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 41
3.4.1 Instrumen Cyberbullying ....................................................... 42
3.4.2 Instrumen Life Satisfaction .................................................... 42
3.4.3 Instrumen Social Support ...................................................... 43
3.5 Teknik Uji Validitas Konstruk ........................................................... 44
3.5.1 Uji Validitas Konstruk Cyberbullying ..................................... 46
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Life Satisfaction ................................. 47
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Social Support .................................... 52
3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................... 56
3.7 Prosedur Penelitian .............................................................................. 58
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ............................................................... 60
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ..................................................................... 60
4.3 Kategorisasi Skor Variabel.................................................................. 62
4.4 Hasil Uji Hipotesis .............................................................................. 64
4.4.1 Hasil Analisis Regresi Variabel .............................................. 64
4.4.2 Analisis Proporsi Varian Independent Variable ...................... 69
xii
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 72
5.2 Diskusi ................................................................................................. 73
5.3 Saran .................................................................................................... 81
5.3.1 Saran Teoritis .......................................................................... 81
5.3.2 Saran Praktis ............................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert .......................................................................... 42
Tabel 3.2 Blueprint Cyberbullying Offending Scale (COS) ............................... 42
Tabel 3.3 Blueprint Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS) ...
............................................................................................................. 43
Tabel 3.4 Blueprint Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) .................. 44
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Cyberbullying ...................................................... 47
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Family Satisfaction ............................................. 48
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Friends-Satisfaction ............................................ 49
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item School Satisfaction .............................................. 50
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Living Environment Satisfaction ......................... 51
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Self-Satisfaction .................................................. 52
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Appraisal Support ............................................... 53
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Belonging Support............................................... 54
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Tangible Support ................................................. 55
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Self-Esteem Support ............................................ 56
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................ 60
Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Bentuk Cyberbullying ................................. 61
Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Masing-masing Variabel ............................. 62
Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel ...................................................... 63
Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel .................................................................. 63
Tabel 4.6 R-Square............................................................................................... 65
Tabel 4.7 ANOVA ............................................................................................... 65
Tabel 4.8 Koefisien Regresi ................................................................................. 66
Tabel 4.9 Proporsi Varian Independent Variable ................................................ 70
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 36
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Link Google Form Pilot Study
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dan Surat Keterangan telah Melakukan
Penelitian
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Syntax dan Path Diagram
Lampiran 5. Model Summary Analisis Regresi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun terakhir komunikasi berbasis elektronik, komputer, dan situs
berbagi informasi telah menjadi bagian penting kehidupan masyarakat (Carter,
2013). Detikinet memuat hasil penelitian We Are Social dan Hootsuite yang dirilis
Januari 2018 menunjukkan bahwa total populasi warga Indonesia mencapai 265,4
juta jiwa, sedangkan jumlah pengguna internetnya adalah setengah dari populasi
tersebut, yakni 132,7 juta. Dari total pengguna internet tersebut, sebanyak 130 juta
diantaranya merupakan pengguna aktif media sosial (Haryanto, 2018). Angka
tersebut menunjukkan adanya kebutuhan yang tinggi terhadap kemajuan digital
yang ada saat ini. Data tersebut juga menggambarkan bahwa hampir separuh
masyarakat Indonesia memiliki kehidupan kedua setelah dunia nyata, yaitu
kehidupan dunia maya.
Kemajuan ini tentu memberi kemudahan dalam kehidupan sehari-hari
(Wright, 2018), contohnya sebagai pusat informasi, mengeratkan hubungan dengan
orang lain, pendukung produktivitas dalam banyak hal (Robinson, 2013), keperluan
bisnis, pendidikan, politik, komunikasi, bahkan sarana berekspresi. Khusus
pengguna remaja, kemajuan internet salah satunya dipandang sebagai sarana efektif
untuk meningkatkan konektivitas dan komunikasi dengan orang lain, serta
menyediakan akses informasi berharga lainnya (Borzekowski et al, 2001; Ybarra,
2004).
Seiring laju kemajuan itu juga, perilaku lama pun berpotensi berkembang
dalam bentuk-bentuk yang lebih modern (Campbell, 2005; Grigg, 2010). Bagi
2
kalangan remaja, kemajuan teknologi tersebut dipandang rentan berdampak buruk
(Lapidot-Lefler & Dolev-Cohen, 2014), termasuk di antaranya cyberbullying
(Carter, 2013). Cyberbullying merupakan bullying tradisional yang dialihkan ke
platform teknologi (Langos, 2012), atau bentuk modern dari bullying tradisional
(Slonje & Smith, 2008, Smith et al., 2008; Wright, 2018), yang bertujuan
mempermalukan, merendahkan, melecehkan, mengintimidasi, maupun
mengancam orang lain (Chadwick, 2014).
Meski konsepnya hampir sama dengan bullying tradisional, namun dampak
cyberbullying dianggap lebih parah dikarenakan bersifat online. Sebab, jika sebuah
konten sudah di-posting, maka cukup sulit menghentikan atau menghapusnya,
sehingga cyberbullying pun terus berlanjut (Wolak et al., 2007; Dooley et al., 2009).
Patchin dan Hinduja (2015) mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan yang
disengaja dan berulang kali untuk menyakiti menggunakan perangkat elektronik
dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan.
Cyberbullying telah lama menjadi perhatian dunia (Hemphill et al., 2015;
Tian et al., 2018). Di tanah air, UNICEF pernah bekerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika untuk melakukan penelitian dalam rentang tahun 2011
hingga 2013 yang kemudian hasilnya dirilis Februari 2014. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kasus cyberbullying telah terjadi sebanyak 52 kali
(Rifauddin, 2016).
Masih bicara angka peristiwa, situs TribunJogja.com memuat data Komisi
Perlindungan Anak (KPAI) yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2016 ada
total 3.580 laporan kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak. Dari keseluruhan
3
laporan tersebut, terdapat 14% atau sekitar 501 pelanggaran yang merupakan kasus
cyberbullying (Oda, 2017).
Berikutnya adalah temuan angka pelaku cyberbullying. Studi yang
dilakukan oleh Cyberbullying Research Center di Amerika tahun 2016 dengan
5.707 sampel berusia 12 sampai 17 tahun melaporkan bahwa sekitar 684 sampel
mengaku pernah melakukan cyberbullying. Sekitar 405 sampel mengaku bahwa
berkomentar negatif adalah jenis cyberbullying yang paling sering dilakukan
selama 30 hari terakhir. Kemudian sekitar 456 sampel telah melakukan
cyberbullying dalam bentuk lainnya sebanyak dua kali atau lebih selama 30 hari
terakhir (Patchin & Hinduja, 2016).
Di Indonesia sendiri penelitian tentang cyberbullying sudah dilakukan
terhadap remaja baik siswa SMP, SMA maupun mahasiswa. Survey yang dilakukan
pada 150 orang mahasiswa dari beberapa fakultas di Universitas Pancasila
didapatkan hasil bahwa sebanyak 66% dari sampel mengaku pernah menjadi pelaku
cyberbullying. Kebanyakan sampel melakukannya dengan cara menyebarkan gosip
atau isu yang tidak menyenangkan bagi korban secara sengaja di media sosial
(Fatria, 2018).
Sementara di Universitas Indonesia, survey terhadap 133 mahasiswa (54
laki-laki dan 79 perempuan) ditemukan sebanyak 77% sampel mengaku pernah
terlibat dalam cyberbullying sepanjang enam bulan terakhir, baik sebagai pelaku
maupun korban. Dari 77% tersebut yang murni menjadi pelaku adalah sebesar 11%.
Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perempuan lebih sering menjadi pelaku
4
cyberbullying dibandingkan sampel laki-laki, sekitar 61.2% berbanding 38.8%
(Febrianti & Hartana, 2014).
Selanjutnya penelitian pada siswa tingkat SMP dan SMU (usia 12 sampai
19 tahun) dengan sampel 363 sampel di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hasilnya
ditemukan bahwa 32% mengaku pernah melakukan cyberbullying, dan
3%mengatakan sering melakukannya. Motifnya beragam, 49% mengaku sekadar
iseng saja, sebanyak 36% karena rasa jengkel dan benci terhadap korban, sebanyak
7% karena ingin membalas dendam, dan sebanyak 4% karena ikut-ikutan teman.
Tidak hanya itu, beberapa anak menganggap cyberbullying sekadar hiburan, tetapi
untuk melukai orang lain (Rahayu, 2012).
Untuk mendapatkan data terkini, peneliti juga telah melakukan pilot study
pada tanggal 20 hingga 21 Januari 2019. Sampel dalam pilot study tersebut
berjumlah 95 siswa-siswi (60 laki-laki dan 35 perempuan) SMK Sirajul Falah,
Parung, Kabupaten Bogor. Data dikumpulkan menggunakan fitur Google Form
yang disebarkan kepada para siswa-siswi. Hasilnya ditemukan sebanyak 77.9%
sampel mengaku pernah melakukan cyberbullying. Berkomentar kasar atau
menyakitkan dan menyebarkan video yang menyakiti seseorang adalah bentuk
paling sering dilakukan.
Cyberbullying dipandang masalah akut dan parah (Lapidot-Lefler & Dolev-
Cohen, M., 2014), sehingga jelas memberi dampak negatif terhadap lingkungan
sosial (Horner et al., 2015; Martínez et al., 2018), baik bagi pelaku maupun korban.
Sebagian pelaku mungkin menganggapnya sekadar iseng maupun hiburan (Rahayu,
2012), namun beberapa studi menunjukkan banyaknya dampak negatif bagi pelaku
5
cyberbullying. Masalah psikologis tersebut termasuk meningkatnya masalah risiko
kesehatan mental (Beckman, 2012), menurunnya konsentrasi (Beran & Li, 2007),
frustrasi, sedih, kebingungan, perasaan bersalah, perasaan malu, distress (Topco &
Erdu-Baker, 2010), social anxiety (Juvonen & Gross, 2008; Navarro et al., 2013),
meningkatnya agresivitas, kenakalan dan penggunaan narkoba (Nixon, C.L., 2014;
Field, T., 2018), rendahnya perilaku prososial, hyperactivity, masalah emosi,
meningkatnya depresi (Campbell et al., 2013), bahkan munculnya ide bunuh diri
(Hinduja & Patchin, 2010; Bonanno & Hymel, 2013).
Tidak jauh beda dengan pelaku, dampak negatif cyberbullying terhadap
korban juga mengakibatkan masalah kesehatan mental yang cukup luas. Penelitian
terdahulu menunjukkan terjadi penurunan konsentrasi pada korban, ketidakhadiran
di sekolah, prestasi akademik yang buruk (Beran & Li, 2007; Safaria, 2016), social
anxiety (Dempsey et al., 2009), meningkatnya rasa marah, kesedihan, frustrasi
(Patchin & Hinduja, 2006), penyalahgunaan narkoba, dan lebih parahnya memiliki
ide bunuh diri (Goebert et al., 2011; Gradinger et al., 2011; Safaria, 2016).
Dalam kajian cyberbullying, Willard (2007a) menggolongkan empat pihak
yang terlibat, yaitu: (1) bullies (put-downer bullies yaitu yang melecehkan serta
merendahkan orang lain terutama yang dianggap berbeda atau inferior dan get-
backers bullies yaitu orang yang diganggu oleh orang lain lalu menggunakan
internet untuk membalas atau melampiaskan kemarahannya); (2) victims yaitu
korban; (3) harmful bystanders yaitu orang yang menyaksikan sekaligus
mendukung pelaku atau hanya menonton dan tidak membantu korban; dan (4)
helpful bystanders yaitu orang yang berusaha menghentikan, memprotes, memberi
6
dukungan kepada korban, atau memberi tahu orang dewasa untuk minta
pertolongan. Sementara Patchin dan Hinduja (2015) berfokus pada dua pihak yang
terlibat, yakni cyberbullying offending yaitu pelaku dan cyberbullying victimization
yaitu korban. Adapun penelitian ini sendiri hanya berfokus pada pelaku saja
(cyberbullying offending).
Para remaja melakukan cyberbullying dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Adapun faktor internal salah
satunya adalah life satisfaction. Hasil beberapa penelitian terdahulu menunjukkan
adanya hubungan negatif antara life satisfaction dan cyberbullying (misalnya
Moore et al., 2012; Navarro et al., 2013; Buelga et al., 2015; Nick, 2016; Ramos-
Salazar, 2017, Kowalski et al., 2014). Hasil penelitian-penelitian tersebut
menggambarkan bahwa rendahnya life satisfaction berkontribusi menyebabkan
pelaku melakukan cyberbullying. Namun, hasil penelitian-penelitian tersebut
berbeda dengan temuan di penelitian lainnya (misalnya Schoeps et al., 2018;
Arriaga et al., 2017) yang menunjukkan bahwa tingginya life satisfaction
berdampak pada tingginya kemungkinan melakukan cyberbullying. Dengan begitu,
individu dengan life satisfaction tinggi juga memiliki kecenderungan terlibat
sebagai pelaku cyberbullying.
Sementara faktor eksternal yang mempengaruhi cyberbullying salah
satunya adalah social support. Hasil beberapa penelitian terdahulu (misalnya
Calvete et al., 2010; Fanti et al., 2012; Cook, 2015; Ševčíková et al., 2015; Cho &
Yoo, 2016; Nick, 2016; Heimen & Shemesh, 2017; Lianos & McGrath, 2017;
Kwak & Oh, 2017) menemukan adanya hubungan negatif antara social support dan
7
cyberbullying. Dengan begitu dipahami bahwa individu dengan tingkat social
support yang rendah, lebih berpotensi terlibat sebagai pelaku cyberbullying.
Namun, di penelitian lainnya (misalnya Akturk, 2015; Waisglass, 2017)
menemukan hasil yang berbeda bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan
tingginya social support. Itu artinya, individu dengan social support yang tinggi
memiliki kecenderungan melakukan cyberbullying.
Uraian di atas menunjukkan pentingnya perhatian lebih terhadap fenomena
cyberbullying. Kajian-kajian yang dilakukan akan menjadi sumbangsih empiris
untuk program preventif maupun intervensi yang tepat. Terkait adanya kontradiksi
temuan-temuan penelitian terdahulu, maka penelitian ini bermaksud memberikan
analisa lanjutan. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi individu
melakukan cyberbullying yang diuraikan di atas yakni life satisfaction dan social
support akan dikaji kembali dalam penelitian ini dengan mengangkat judul
“Pengaruh Life Satisfaction dan Social Support terhadap Cyberbullying.”
Tidak sedikit penelitian terdahulu menggunakan landasan teori yang tidak
mampu secara spesifik mewakili fenomena cyberbullying yang terus berkembang.
Sebagai contoh, bullying tradisional jelas berbeda dengan cyberbullying berikut
segala keunikannya. Namun, banyak variasi pemaknaan terhadap cyberbullying
yang hanya menambahkan penggunaan teknologi digital sebagai pembeda dengan
bullying tradisional. Padahal ragamnya kekhasan cyberbullying tidak bisa
dijabarkan sesederhana itu. Oleh sebab itu, berbeda dengan beberapa penelitian
terdahulu, penelitian ini akan menggunakan landasan teori yang terkini, modern,
dan beradaptasi dengan perkembangan cyberbullying.
8
Selain itu, pengukuran juga merupakan bagian yang sangat penting.
Penelitian terdahulu cukup banyak yang menggunakan pengukuran yang sudah
tidak relevan dengan kondisi dan kemajuan saat ini. Sebagai contoh, masih banyak
pengukuran yang mengukur fitur teknologi digital yang hampir tak pernah dipakai
oleh remaja saat ini, misalnya email. Sementara penelitian ini sendiri akan
menggunakan pengukuran yang lebih relevan dengan perkembangan teknologi
digital yang ada saat ini. Karakteristik yang dimiliki pengukuran yang akan
digunakan dalam penelitian ini akan menganalisis lebih mendalam terkait
cyberbullying. Secara lebih spesifik landasan teori dan pengukuran tersebut akan
dipaparkan di bab berikutnya.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Prinsipnya, penelitian harus tetap berada pada jalurnya dan terarah. Maka dari itu
peneliti akan membatasi pokok pembahasan penelitian ini pada cyberbullying dan
variabel-variabel yang mempengaruhinya, yaitu life satisfaction dan social support.
Adapun penjelasan dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Cyberbullying
Cyberbullying adalah tindakan yang disengaja (intent) dan berulang kali
(repetition) untuk menyakiti (harm) menggunakan perangkat elektronik
dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan (imbalance of
power) (Patchin & Hinduja, 2015).
9
2. Life Satisfaction
Life satisfaction adalah evaluasi menyeluruh yang dilakukan individu
terkait seberapa puas dengan kehidupannya berdasarkan domain tertentu
termasuk diri sendiri, keluarga, teman, maupun lingkungan (Huebner,
1994).
3. Social Support
Social support adalah ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari
hubungan sosial yang dapat membantu individu mengatasi stress (Cohen,
2004).
1.2.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh signifikan life satisfaction dan social support
terhadap cyberbullying?
2. Apakah ada pengaruh signifikan aspek family satisfaction, friends-
satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, self-
satisfaction, appraisal support, belonging support, tangible support, dan
self-esteem support terhadap cyberbullying?
3. Aspek mana sajakah yang memiliki sumbangan pengaruh paling besar
terhadap cyberbullying?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini pun bertujuan
untuk:
10
1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh signifikan life satisfaction dan
social support terhadap cyberbullying.
2. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh signifikan aspek family
satisfaction, friends-satisfaction, school satisfaction, living environment
satisfaction, self-satisfaction, appraisal support, belonging support,
tangible support, dan self-esteem support terhadap cyberbullying.
3. Mengetahui aspek mana saja yang memiliki sumbangan pengaruh paling
besar terhadap cyberbullying.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan
manfaat praktis:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih empiris untuk menguatkan
temuan-temuan terdahulu terkait cyberbullying dan faktor yang
mempengaruhinya, sebagai acuan dan pendukung penelitian di masa
mendatang dan secara umum diharapkan bermanfaat dalam ranah psikologi
terutama psikologi sosial, kesehatan mental dan psikologi pendidikan.
b. Manfaat Praktis
Seiring Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terus berkembang dan
diiringi peningkatan angka kasus cyberbullying, maka diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi bagian dari acuan program preventif maupun
intervensi cyberbullying, baik bagi kalangan remaja, tenaga pendidik,
keluarga, masyarakat, maupun skala nasional yaitu pemerintah.
11
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini disusun dalam bentuk berikut:
BAB 1: PENDAHULUAN
Membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB 2: LANDASAN TEORI
Terdiri dari landasan teori cyberbullying (definisi, karakteristik, faktor-
faktor yang mempengaruhi dan pengukurannya), life satisfaction (definisi,
aspek dan pengukurannya), social support (definisi, aspek dan
pengukurannya; kerangka berpikir), dan hipotesis penelitian.
BAB 3: METODE PENILITIAN
Terdiri dari populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, variabel
penelitian, definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan data,
teknik dan uji validitas konstruk, teknik analisis data dan prosedur
penelitian.
BAB 4: HASIL PENELITIAN
Terdiri dari gambaran subjek penelitian, analisis deskriptif, kategorisasi
skor variabel, uji hipotesis, analisis regresi variabel, dan analisis proporsi
varian independent variable.
BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Bab ini membahas secara keseluruhan tentang penelitian ini, termasuk
kesimpulan, diskusi, dan saran.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Cyberbullying
Istilah cyberbullying mulai muncul dalam literatur akademik pada tahun 2003
dalam situs web Bill Belsey (http://www.cyberbullying.ca/) yang membahas
tentang cyberbullying di Kanada (Campbell, 2005; Li, 2007; Bauman & Bellmore,
2014). Sejak saat itu, jumlah penelitian cyberbullying dan kepedulian masyarakat
(para peneliti, praktisi pendidikan, dan orang-tua) tentang cyberbullying terus
meningkat, terutama karena banyaknya dampak negatif yang terjadi jika terlibat
dalam cyberbullying, termasuk kasus cyberbullycide (bunuh diri akibat
cyberbullying dan hal negatif lainnya di dunia digital) (Betts, 2016).
Berbeda dengan bullying tradisional, cyberbullying terjadi dalam konteks
online di mana pelaku dan korban tidak saling melihat. Akibatnya, pelaku
cyberbullying tidak dapat menyaksikan atau mendengar secara langsung bagaimana
dampak terhadap korbannya (Slonje et al., 2012). Hal tersebut merupakan bagian
dalam proses terjadinya cyberbullying. Dalam deindividuation theory dijelaskan
bahwa jika individu tidak dapat mengidentifikasi orang lain, maka kontrol dalam
internal diri cenderung rendah seperti rendahnya rasa malu maupun rasa bersalah,
sehingga hal tersebut secara tidak langsung membuka kemungkinan untuk
melakukan cyberbullying (Slonje et al., 2012).
2.1.1 Definisi Cyberbullying
Patchin & Hinduja (2015) mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan yang
disengaja dan berulang kali untuk menyakiti menggunakan perangkat elektronik
13
dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan. Smith et al. (2008)
mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan agresif yang disengaja oleh
kelompok atau individu menggunakan sarana elektronik dan berulang kali dalam
waktu yang lama terhadap korban yang hampir tidak sanggup membela diri.
Kemudian Willard (2007b) menjelaskan bahwa cyberbullying adalah perlakuan
kejam terhadap orang lain dengan mengirim atau mem-posting materi berbahaya
atau terlibat dalam bentuk lain agresi sosial menggunakan internet atau teknologi
digital lainnya.
Cyberbullying juga didefinisikan sebagai satu set perilaku yang dilakukan
melalui media elektronik atau digital oleh satu individu atau kelompok dengan
berulang kali mengirim pesan agresif atau permusuhan yang dimaksudkan untuk
menimbulkan bahaya atau ketidaknyamanan terhadap orang lain (Li, 2007; Patchin
& Hinduja, 2006; Smith et al., 2008; Tokunaga, 2010; Zych, I. et al., 2018). Belsey
(2008 dalam Chadwick, 2014) menjelaskan bahwa cyberbullying adalah
penggunaan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung
perilaku yang dapat menyakiti atau menghina orang lain secara berulang dan
sengaja.
Kemudian Chadwick (2014) mendefinisikan cyberbullying sebagai
penggunaan teknologi untuk melecehkan, mengancam, atau mempermalukan orang
lain di dunia maya, sementara materi yang telah disebarkan tersebut sulit
dihilangkan. Dengan pemahaman yang hampir sama, cyberbullying juga diartikan
sebagai agresi yang disengaja dan berulang kali dilakukan menggunakan elektronik
terhadap seseorang yang tidak sanggup dengan mudah membela dirinya (Yang et
14
al., 2018). Konteks elektronik tersebut termasuk dalam bentuk e-mail, blog, pesan
instan, dan pesan teks (Kowalski et al., 2014; Yang et al., 2018).
Adapun definisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendapat
Patchin & Hinduja (2015) yang mendefinisikan cyberbullying sebagai tindakan
yang disengaja dan berulang kali untuk menyakiti menggunakan perangkat
elektronik dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan.
2.1.2 Bentuk Aktivitas Cyberbullying
Ada berbagai bentuk aktivitas dalam cyberbullying, seiring perkembangan
teknologi bentuk-bentuk yang lebih modern pun akan terus muncul (Smith, 2012).
Menurut Lee et al. (2015) bentuk-bentuk aktivitas cyberbullying tersebut di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Verbal/Written Bullying
Yaitu tindakan agresif berupa mengirim pesan kasar, frontal, atau
mengatakan hal-hal buruk dengan menggunakan komunikasi elektronik
dengan maksud menyakiti seseorang.
2. Visual/Sexual Bullying
Yaitu tindakan agresif berupa mengirimkan atau mem-posting konten
visual/seksual yang tidak disukai oleh korban seperti foto atau video pribadi
yang berpotensi mempermalukan.
3. Social Exclusion
Yaitu tindakan agresif berupa mengucilkan seseorang dalam sebuah
aktivitas grup atau komunitas sosial berbasis online dengan maksud
menyakiti.
15
Sementara Patchin dan Hinduja (2015) memaparkan bahwa terdapat
beberapa karakteristik dalam cyberbullying, antara lain adalah:
1. Repetition (pengulangan)
Pengulangan merupakan unsur terpenting. Jadi sebuah intimidasi membuat
korban terlihat khawatir akan intimidasi berikutnya. Sebagai contoh,
tindakan agresif pelaku pertama (seperti chat, komentar, atau pun posting-
an) yang menjadi viral dikatakan cyberbullying jika ada bukti keterlibatan,
karena korban akan dirugikan setiap kali posting tersebut dilihat atau bahkan
diteruskan oleh orang lain.
2. Intent (niat atau kesengajaan)
Suatu tindakan haruslah disengaja. Dikatakan cyberbullying jika misalnya
dalam sebuah game online, pemain lama dengan sengaja menyerang,
mengganggu, melecehkan, atau meneror pemain baru karena dianggap
lemah.
3. Harm (merugikan)
Korban haruslah dirugikan termasuk dalam aspek fisik, sosial, emosional,
maupun psikologis. Sepanjang ada kerugian yang ditimbulkan maka
tindakan tersebut dikatakan cyberbullying.
4. Imbalance of Power (ketidakseimbangan kekuatan)
Dikatakan adanya ketidakseimbangan kekuatan jika dampak tindakan
pelaku lebih besar dibanding perlawanan dari korbannya. Hal tersebut bisa
bergantung pada kemahiran atau kepemilikan konten oleh pelaku seperti
informasi, gambar, atau video yang dapat jadi bahan tindakan cyberbullying.
16
Adapun penelitian sendiri ini akan menggunakan definisi yang dipaparkan
oleh Patchin dan Hinduja (2015) yang menjelaskan bahwa cyberbullying haruslah
memiliki beberapa karakteristik, di antaranya: repetition (pengulangan), Intent (niat
atau kesengajaan), Harm (merugikan), Imbalance of power (ketidakseimbangan
kekuatan).
2.1.3 Pengukuran Cyberbullying
Pengembangan alat ukur cyberbullying pada penelitian sebelumnya cukup
beragam. Calvete et al. (2010) mengembangkan skala Cyberbullying Questionnaire
(CBQ) berjumlah 27 item, masing-masing 16 item untuk cyberbullying perpetration
dan 11 item untuk cybervictimization. Berikutnya Lee et al. (2015)
mengembangkan skala Cyberbullying Perpetration dan Cyberbullying
Victimization (CBP & CBV Scale) dengan rincian masing-masing 41 item untuk
CVP Scale dan 38 item untuk CBV Scale. Sementara Topcu & Erdur-Baker (2017)
mengembangkan skala The Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI–II) untuk
cyberbullies dan cybervictimization yang masing-masing terdiri dari sepuluh item.
Kemudian Patchin & Hinduja (2015) mengembangkan skala pengukuran
Cyberbullying Scale dalam dua kategori mengacu pada pihak yang terlibat dalam
cyberbullying yaitu pelaku dan korban. Adapun skala untuk pelaku adalah
Cyberbullying Offending Scale (COS) dengan sembilan item, sedangkan untuk
korban adalah Cyberbullying Victimization Scale (CVS) dengan jumlah item yang
sama. Adapun skala yang akan digunakan dalam penelitian ini sendiri adalah skala
COS (Patchin & Hinduja, 2015) tersebut.
17
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying
Cyberbullying dapat dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor internal maupun
faktor eksternal. Beberapa penelitian terdahulu telah memaparkan faktor-faktor
tersebut, antara lain:
1. Faktor Internal
Faktor yang muncul dari dalam diri pelaku ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, termasuk jenis kelamin (misalnya Li, 2006; Kowalski &
Limber, 2007; Dilmac, 2009; Sourander et al., 2010; Kowalski et al, 2012;
Safaria et al, 2016), empati (misalnya Schultze-Krumbholz et al., 2009; Ang
& Goh, 2010; Steffgen et al., 2012; Kowalski et al., 2014), usia (misalnya
Kowalski & Limber, 2007; Williams & Guerra, 2007; Varjas et al., 2009;
Kowalski et al., 2014), moral disengagement (misalnya Williams & Guerra,
2007; Pornari & Wood, 2010; Almeida et al., 2012; Sticca et al., 2012),
cybervictimization dan traditional victimization (misalnya Bauman, 2009;
Mitchell et al., 2011; Law et al., 2012; Sticca et al., 2012; Kowalski et al,
2014), dan self-esteem (misalnya Patchin & Hinduja, 2010; Kowalski &
Limber, 2013; Brewer & Kerslake, 2015; Bergmann & Baier, 2018), dan
life satisfaction (misalnya Moore et al., 2012; Kowalski et al, 2014; Buelga
et al., 2015; & Ramos-Salazar, 2017).
2. Faktor Eksternal
Adapun faktor yang muncul dari luar diri ini adalah termasuk iklim sekolah
(misalnya Williams & Guerra, 2007; Kowalski et al., 2014), kepedulian
keluarga (misalnya Ybarra & Mitchell, 2004; Wang et al., 2009), anonimitas
18
(misalnya Kowalski & Limber, 2007; Ybarra et al., 2007), bullying
tradisional (misalnya Sticca et al., 2012; Smith & Slonje, 2010; Kowalski et
al, 2014), dan social support (misalnya Calvete et al., 2010; Fanti et al.,
2012; Cook, 2015; Ševčíková et al., 2015; Cho & Yoo, 2016; Nick, 2016;
Heimen & Shemesh, 2017; Lianos & McGrath, 2017; Kwak & Oh, 2017).
Dengan begitu dapat dipahami bahwa ada banyak variabel yang dapat
menjadi prediktor cyberbullying sebagai pelaku. Variabel-variabel tersebut akan
terus berkembang dan bertambah, sehingga kebutuhan akan kajian cyberbullying
yang komprehensif semakin meningkat. Adapun penelitian ini sendiri akan fokus
pada pengujian dua faktor, yaitu life satisfaction (faktor internal) dan social support
(faktor eksternal).
2.2 Life Satisfaction
2.2.1 Definisi Life Satisfaction
Life Satisfaction secara luas dianggap sebagai aspek utama dari kesejahteraan
manusia (Haybron, 2006; Diener & Diener 2009; Yalçın, 2011). Diener (1984,
dalam Moore et al., 2012) life satisfaction adalah evaluasi kognitif secara
keseluruhan yang dilakukan individu terkait seberapa baik kualitas hidupnya
berdasarkan domain tertentu. Sementara Pavot et al. (1991) mendefinisikan life
satisfaction sebagai evaluasi atau penilaian menyeluruh yang dilakukan individu
terhadap kehidupannya berdasarkan kriteria tertentu yang dibuat sendiri. Penilaian
yang dilakukan individu dalam life satisfaction mungkin bersifat subjektif, tetapi
penilaian tersebut sejatinya adalah berdasarkan beberapa standar objektif eksternal
pilihan. Itu sebabnya, seorang individu bisa saja merasa puas dengan seluruh aspek
19
kehidupannya, namun bisa juga tidak puas secara menyeluruh hanya karena satu
hal yang mengganggu (Diener et al., 1985).
Sumner (1996) mendefinisikan life satisfaction sebagai evaluasi positif
individu terhadap kehidupannya dengan penilaian yang cenderung seimbang dan
merasa sesuai dengan harapan. Sementara Santrock (2002) berpendapat bahwa life
satisfaction merupakan kepuasan psikologis secara umum ataupun kepuasan
terhadap kehidupannya secara menyeluruh.
Kemudian Shin dan Johnson (1978) memandang life satisfaction mengacu
pada penilaian individu secara menyeluruh terhadap kualitas kehidupannya
berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan sendiri. Dengan kalimat yang tidak
jauh berbeda, Huebner (1994) menjelaskan bahwa life satisfaction mengacu pada
evaluasi menyeluruh yang dilakukan individu terkait seberapa puas dengan
kehidupannya berdasarkan domain tertentu (keluarga, teman, sekolah, lingkungan,
diri sendiri).
Neal et al. (1999) memandang bahwa life satisfaction secara fungsional
berkaitan dengan kepuasan pada semua aspek kehidupan. Dalam sebuah literatur
yang mendukung hal tersebut disebutkan bahwa juga menyatakan bahwa life
satisfaction melambangkan kriteria menyeluruh atau hasil akhir dari pengalaman
manusia (Prasoon et al., 2016). Lebih spesifik, Veenhoven (1996) menjelaskan
bahwa satisfaction adalah penilaian evaluatif terhadap sesuatu mengacu pada
kepuasan dan kesenangan mencakup penilaian kognitif dan afektif yang
berlangsung dari waktu ke waktu, sementara life satisfaction adalah sejauh mana
seseorang secara positif mengevaluasi kualitas hidupnya secara menyeluruh.
20
Adapun Penelitian ini sendiri akan menggunakan definisi yang dipaparkan
oleh Huebner (1994) yang menjelaskan bahwa life satisfaction mengacu pada
evaluasi menyeluruh yang dilakukan individu terkait seberapa puas dengan
kehidupannya berdasarkan domain tertentu (keluarga, teman, sekolah, lingkungan,
diri sendiri).
2.2.2 Aspek-Aspek Life Satisfaction
Huebner (1994) menjelaskan bahwa dalam life satisfaction terdapat beberapa aspek
penting, di antaranya adalah:
1. Family Satisfaction
Merupakan kepuasan individu terhadap keluarga, terbinanya kualitas
hubungan yang baik antara individu dengan keluarga dan antara sesama
anggota keluarga.
2. Friends-Satisfaction
Merupakan kepuasan individu terhadap jalinan pertemanan, sehingga tidak
ada pengalaman buruk yang dirasakan.
3. School Satisfaction
Merupakan kepuasan yang dirasakan individu di sekolah, merasa bahwa
aktivitas sekolah adalah hal yang menyenangkan dan memiliki pandangan
positif serta ketertarikan yang kuat terhadap sekolahnya.
4. Living Environment Satisfaction
Merupakan perasaan puas terhadap lingkungan tempat tinggal, baik
kepuasan terhadap lingkungan maupun terhadap orang-orang sekitarnya.
21
5. Self-Satisfaction
Merupakan kepuasan individu kepuasan terhadap diri sendiri baik secara
fisik maupun kompetensi diri.
Sementara Diener et al. (1999) menjelaskan bahwa terdapat beberapa
komponen dalam life satisfaction, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Desire to Change Life
Yaitu keinginan individu untuk mengubah kehidupannya agar lebih ideal
tentunya. Secara tafsiran aspek ini menggambarkan bahwa individu dalam
konsep life satisfaction memiliki sikap yang evaluatif.
2. Satisfaction with Current Life
Yaitu kepuasan hidup yang dirasakan individu dalam kondisi dan keadaan
yang sedang dijalani. Bisa dipahami bahwa aspek ini merupakan bagian dari
gambaran penerimaan individu terhadap kehidupan yang sedang
berlangsung.
3. Satisfaction with Past
Yaitu kepuasan hidup yang dirasakan atau dihadapi individu di masa lalu.
Individu dengan life satisfaction dalam pandangan aspek ini mampu
menerima apa yang telah dilalui dalam perjalanan hidupnya.
4. Satisfaction with Future
Yaitu kepuasan yang dirasakan individu terkait perkiraan apa yang akan
terjadi dimasa depan. Dipahami juga bahwa adanya indikasi optimisme
pada individu dengan tingkatan yang tinggi pada aspek ini.
22
5. Significant Others' Views of One's Life
Yaitu kepuasan yang dirasakan individu terkait penilaian orang lain tentang
dirinya. Aspek ini menggambarkan bagaimana faktor eksternal atau sosial
turut menentukan life satisfaction.
Secara umum dipahami bahwa dalam life satisfaction terkandung beberapa
aspek atau komponen yang kemudian bisa dideskripsikan dalam kategori internal
dan eksternal. Kedua kategori tersebut sejatinya bermuara pada munculnya
penilaian menyeluruh yang dilakukan individu terhadap kepuasan kehidupannya.
Penelitian ini sendiri menggunakan aspek-aspek life satisfaction yang dipaparkan
oleh Huebner (1994) yang mencakup aspek family satisfaction, friends-satisfaction,
school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-satisfaction.
2.2.3 Pengukuran Life Satisfaction
Beberapa penelitian terdahulu telah menggunakan skala the Life Satisfaction Index
(LSI) untuk mengukur life satisfaction. LSI sendiri memiliki beberapa versi, The
Life Satisfaction Index A (LSIA) merupakan versi asli yang terdiri dari 20 item.
Versi kedua yaitu LSIB yang terdiri dari 12 item, namun versi ini sangat jarang
digunakan oleh para peneliti. Versi ketiga adalah LSIZ yang terdiri 13 item.
Kemudian versi terakhir adalah LSITA yang terdiri dari 35 item di mana
penggunaannya adalah untuk sampel berusia 50 tahun (Wallace dan Wheeler,
2002).
Diener (1985) menyusun the Satisfaction with Life Scale (SWLS) yang
terdiri dari 5 item yang mengukur life satisfaction secara global mengacu pada
karakteristik yang mendasari konsep life satisfaction. Huebner (1991) juga telah
23
mengembangkan skala life satisfaction khusus untuk siswa sekolah, yaitu Student
Life Satisfaction Scale (SLSS) yang terdiri dari 7 item. Kemudian skala Brief
Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (BMSLSS: Seligson et al., 2003)
yang terdiri dari 5 item. SLSS dan BMLSS sendiri mengukur secara global dalam
life satisfaction.
Adapun dalam penelitian ini sendiri menggunakan skala Multidimensional
Student Life Satisfaction Scale (MSLSS: Huebner, 1994). Skala ini terdiri dari 40
item dengan rincian masing-masing 30 item dalam bentuk favorable dan sepuluh
item dalam bentuk unfavorable. MSLSS secara keseluruhan mengukur beberapa
aspek, yaitu life satisfaction dalam aspek family, friends, school, living
environment, dan self.
2.3 Social Support
2.3.1 Definisi Sosial Support
Pada dasarnya konsep sosial support berfokus pada pencegahan individu dari
dampak kejahatan akibat peristiwa yang menimbulkan stres (Cohen et al., 1985).
Uchino (2006) menjelaskan bahwa social support merupakan paduan antara
struktur kehidupan sosial individu dan fungsi-fungsi yang lebih eksplisit di
dalamnya. Selain itu, social support juga umumnya dikonseptualisasikan sebagai
sumber daya sosial yang dapat diandalkan individu ketika berhadapan dengan
masalah-masalah kehidupan dan stressor (Thoits, 1995; Kort-Butler, 2017).
Dengan pemahaman yang hampir sama, Cohen (2004) menjelaskan bahwa social
support mengacu pada ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari
hubungan sosial yang dapat membantu individu mengatasi stres.
24
Sarafino & Smith (2011) berpendapat bahwa social support mengacu pada
kenyamanan, perhatian, harga diri, atau bantuan yang tersedia bagi seseorang dari
orang lain atau kelompok. Cobb (1976) mendefinisikan social support sebagai
informasi yang mengarahkan individu untuk percaya bahwa dia dicintai, dihargai,
dan menjadi bagian dalam kelompok yang saling bersinergi. Bernal et al. (2003)
juga mengungkapkan hal yang sama, menurutnya social support merupakan
interaksi manusia di mana adanya sumber daya sosial, emosional, instrumental, dan
rekreasional yang timbal balik. Sarason (1983) berpendapat bahwa sosial support
adalah keberadaan, kesediaan, dan kepedulian dari orang-orang yang dapat
diandalkan, menghargai, juga menyayangi individu.
Social support berguna sebagai sarana paling efektif yang dapat
dimanfaatkan individu untuk menyesuaikan diri dengan masalah yang sulit dan
sekaligus cara untuk mengatasinya, sehingga mencegah pengaruh buruk dari stress
baik terhadap mental maupun fisik (Cohen & Wills, 1985; Seeman, 1996; Thoits,
1995, Kim et al, 2008). Itu sebabnya, social support dianggap penting dalam
membina mental yang sehat. Semakin rendah social support maka semakin tinggi
gejala psikosomatis, sedangkan tingginya social support berkaitan dengan tingkat
depresi yang rendah (Zimet et al., 1988; Newby-Fraser dan Schlebusch, 1997;
Bernal et al., 2003).
Definisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang
dipaparkan oleh Cohen (2004) yang menjelaskan bahwa social support mengacu
pada ketersediaan sumber daya psikologis dan materi dari hubungan sosial yang
dapat membantu individu mengatasi stres.
25
2.3.2 Aspek-aspek Social Support
Cohen et al. (1985) memaparkan bahwa dalam social support terdapat beberapa
aspek, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Appraisal Support
Yaitu dukungan yang diterima individu berupa saran dan informasi yang
meliputi umpan balik, masukan, dan bahkan berbagi masalah pribadi untuk
menemukan solusi.
2. Belonging Support
Yaitu dukungan yang membuat individu merasa atau percaya bahwa ada
orang lain yang selalu bersamanya saat dibutuhkan, sehingga merasa
memiliki orang yang selalu meluangkan waktu untuknya.
3. Tangible Support
Yaitu dukungan yang diterima individu dalam bentuk nyata mencakup
dukungan berupa finansial, barang, maupun jasa.
4. Self-esteem Support
Yaitu dukungan yang dirasakan individu yang membuatnya percaya bahwa
orang lain memberikan penghargaan atas dirinya, sehingga tidak merasa
lebih rendah dibanding orang lain atau merasakan adanya kesejajaran.
Sementara menurut Cutrona et al. (1987) yang mengacu pada teori social
provisions Weiss, aspek-aspek social support antara lain adalah sebagai berikut:
1. Emotional Attachment
Yaitu individu merasa ada orang bersamanya sebagai hasil kedekatan
emosional dan ekspresi kasih sayang yang memberikan rasa aman.
26
2. Social Integration
Yaitu perasaan memiliki kelompok yang memberikan dukungan dan
memiliki minat yang sama, perhatian, dan kegiatan positif seperti rekreasi
sehingga individu merasa nyaman, aman, dan senang.
3. Reassurance of Worth
Yaitu dukungan berupa penghargaan atau pengakuan terhadap kemampuan
dan kualitas yang dimiliki individu, sehingga individu tersebut merasa
diterima dan juga dihargai.
4. Reliable Alliance
Yaitu dukungan yang mengacu pada ikatan atau hubungan yang dapat
diandalkan saat individu mendapat kesulitan, dengan kata lain dukungan ini
adalah yang berbentuk nyata dan langsung. Dukungan ini membuat individu
merasa tenang karena menyadari ada orang yang dapat dimintai pertolongan
di saat-saat sulit.
5. Guidance
Yaitu dukungan yang diterima individu dari orang di sekitarnya berupa
bimbingan yang berisi informasi dan saran untuk mengatasi semua bentuk
persoalan. Dukungan dalam konsep ini yang utama adalah berasal dari guru,
orang tua, mentor, maupun dari anggota keluarga.
6. Opportunity to Provide Nurturance
Yaitu dukungan yang mengacu pada perasaan dibutuhkan orang lain.
Dukungan bentuk ini cukup unik, karena dengan kata lain individu merasa
27
bahwa dirinya bermanfaat atau orang lain juga bergantung padanya, yang
dengan begitu menumbuhkan rasa diakui keberadaannya.
Adapun penelitian ini sendiri akan menggunakan aspek-aspek yang
dipaparkan oleh Cohen et al. (1985) di antaranya adalah: appraisal support,
belonging support, tangible support, dan self-esteem support.
2.3.3 Pengukuran Social Support
Beberapa penelitian terdahulu menggunakan beberapa skala pengumpulan data
untuk social support. The Social Provisions Scale (SPS: Cutrona & Russel, 1987)
terdiri dari 24 item dan enam dimensi, di antaranya: emotional attachment, social
integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance, opportunity for
nurturance. Skala SPS sendiri dikembangkan dari teori social provisions Weiss
karena dimensinya dianggap sama persis dengan apa yang hendak diukur dalam
social support. Kemudian Sosial Support Questionnaire (SSQ6 shortened version:
Sarason, 1987) terdiri dari enam item. Skala SSQ6 merupakan versi pendek dari
Sosial Support Questionnaire (SSQ: Sarason, 1983).
Penelitian ini sendiri akan menggunakan skala Interpersonal Support
Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985) yang terdiri dari 40 item dengan empat
dimensi di mana setiap dimensi masing-masing memiliki sepuluh item, termasuk di
antaranya: appraisal support, belonging support, tangible support, dan self-esteem
support.
2.4 Kerangka Berpikir
Banyak faktor yang menyebabkan individu terlibat sebagai pelaku cyberbullying.
Selaras dengan literatur-literatur yang sudah dibahas di atas, faktor-faktor tersebut
28
merupakan faktor internal dan faktor eksternal. Adapun penelitian ini sendiri akan
berfokus pada life satisfaction sebagai faktor internal dan social support sebagai
faktor eksternal.
Life satisfaction merupakan evaluasi positif secara menyeluruh yang
dilakukan oleh individu terkait kepuasan dalam hidupnya berdasarkan domain
tertentu yang dibuat sendiri. Sebuah konsep yang dikemukakan oleh Huebner
(1994) menguraikan life satisfaction khusus bagi remaja adalah meliputi family,
friends, school, living environment, dan self. Secara keseluruhan aspek-aspek
tersebut dianggap membantu remaja menciptakan harmonisme kehidupan sehari-
hari. Itu sebabnya, life satisfaction penting dalam membantu individu
mengembangkan karakter positif (Shaffer-Hudkins, 2011).
Lebih lanjut, remaja dengan life satisfaction yang tinggi memiliki tingkat
stres sosial yang rendah, memiliki fungsi intrapersonal yang cakap, rendah dalam
psychological symptom, dan membantu membina kesehatan mental (Gilman &
Huebner, 2006), juga memiliki tingkat fungsi psikososial yang adaptif dan positif,
serta rendah dalam masalah emosional dan perilaku negatif (Suldo & Huebner,
2005). Itu sebabnya, individu dengan life satisfaction yang tinggi terbebas dari
perilaku-perilaku tak terpuji termasuk cyberbullying.
Kemudian perlu membahas dampak dari masing-masing aspek life
satisfaction terhadap cyberbullying. Pertama adalah family satisfaction, yaitu
mengacu pada perasaan puas dan pandangan positif individu terhadap keluarganya,
baik bersumber dari hubungan pribadi dengan anggota keluarga maupun
penilaiannya terhadap hubungan sesama anggota keluarga. Keluarga merupakan
29
salah satu model pertama pembentuk karakter individu. Kemudian mengacu pada
hakikat dasar manusia yang terlahir dan berkembangan dengan moral, dapat
dirasionalisasikan bahwa dengan family satisfaction yang tinggi dan beriringan
dengan moral tersebut maka individu dapat menjaga diri dari perilaku-perilaku
negatif.
Banyak hal yang mengakomodir tingginya family satisfaction, termasuk
harmonisme yang dirasakan dalam keluarga. Terkait dengan hal itu, hasil penelitian
yang dilakukan Estevez et al. (2018) menyimpulkan bahwa perilaku agresif dan
ketidakmampuan menjalin hubungan sosial yang baik erat kaitannya dengan
akumulasi ketidakharmonisan dalam keluarga. Lebih spesifik, hal tersebut
didukung oleh temuan Arriaga et al. (2017) yang memaparkan data bahwa
tingginya satisfaction with family berkaitan dengan rendahnya kecenderungan
melakukan cyberbullying. Kemudian temuan Bilie et al. (2014) juga menguraikan
bahwa pelaku cyberbullying memiliki tingkat satisfaction with family yang rendah.
Dengan begitu, jelas bahwa dengan family satisfaction yang tinggi, maka individu
mampu mengontrol diri dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain,
sehingga kemungkinan melakukan cyberbullying lebih rendah.
Kedua friends-satisfaction, yaitu kepuasan yang dirasakan individu
terhadap hubungan pertemanan yang dijalin, termasuk tidak adanya pengalaman
buruk bersama teman. Bagi remaja, pertemanan merupakan aspek penting
kehidupan. Oleh sebab itu, kegagalan-kegagalan dalam pertemanan dianggap dapat
menimbulkan masalah dalam keseharian. Sebagai contoh, Elmore dan Huebner
(2010) menemukan bahwa rendahnya friend/peer attachment memicu tingginya
30
agresif pada remaja. Sebaliknya, kesuksesan menjalin pertemanan akan mencegah
hal tersebut, salah satunya dapat disokong dengan diterimanya individu dengan baik
oleh teman-temannya. Sebab, jika individu kurang disukai oleh teman-temannya,
maka muncul kecenderungan berperilaku agresif (Prinstein & Cillessen, 2003).
Sebaliknya, dengan friend-satisfaction yang tinggi individu semakin prososial
(Zimmer-Gembeck et al., 2013).
Sementara dalam penelitian lainnya McDonald et al. (2011) menyimpulkan
bahwa tingginya kualitas pertemanan berkaitan dengan meningkatnya perilaku
prososial. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa ketika kualitas
pertemanan tinggi, maka perilaku agresif cenderung menurun. Studi Leung et al.
(2017) telah mendukung hal tersebut, temuannya menyimpulkan bahwa tingginya
kedekatan dan rasa persahabatan dengan teman berkaitan dengan rendahnya
keterlibatan sebagai pelaku cyberbullying. Temuan lainnya dipaparkan oleh Bilie
et al. (2014), paparan tersebut menjelaskan bahwa pelaku cyberbullying memiliki
kecenderungan rendah dalam satisfaction with family. Dengan begitu, tingginya
kualitas pertemanan sebagai aspek pendukung tingginya friends-satisfaction
berdampak pada rendahnya kecenderungan melakukan cyberbullying.
Ketiga school satisfaction, yaitu kepuasan terhadap kehidupan sekolah,
termasuk aktivitas yang dilakukan maupun iklim yang dirasakan individu di
sekolah. Itu sebabnya, penting untuk membangun hal-hal yang menunjang
kenyamanan siswa, sehingga merasa memiliki ikatan positif dengan sekolah
(school connectedness). School connectedness merupakan bagian dari school
31
satisfaction, yaitu mengacu pada sejauh mana siswa merasa diterima, dihormati,
dan didukung di lingkungan sekolah (Michalos, 2014).
School connectedness sendiri dapat dimanfaatkan untuk pembinaan
akademik yang positif, perilaku, emosional, kemampuan bersosialisasi, dan
meningkatkan kesehatan mental (Michalos, 2014). School connectedness juga
dapat menekan perilaku agresif siswa (Wilson, 2004; Thapa et al., 2013). Itu
artinya, dengan school satisfaction yang tinggi, mencegah siswa melakukan
cyberbullying. Untuk menguatkan konsep ini, Williams & Guerra (2007) dalam
temuannya memaparkan bahwa semakin tinggi perceived school climate (berupa
perasaan terhubung dengan sekolah dan iklim yang menyenangkan), maka semakin
rendah keterlibatan dalam internet bullying. Dalam penelitian lainnya Bilie et al.
(2014) telah menemukan bahwa tingginya satisfaction with school berkaitan
dengan rendahnya kemungkinan individu melakukan cyberbullying.
Keempat living environment satisfaction, yaitu mengacu pada kepuasan
individu terhadap lingkungan tempat tinggal, termasuk berkaitan dengan kualitas
alam dan pandangan positif terhadap orang sekitar. Jika mengkaji tata ruang
lingkungan tempat tinggal, lingkungan berkualitas akan memberikan rasa puas,
menenangkan dan damai. Sebaliknya, polusi udara dan kebisingan dapat
berdampak buruk secara psikologis dan rendahnya living environment satisfaction.
(Evans, 2003) memaparkan bahwa adanya peningkatan perilaku agresi seiring
tingginya tingkat kebisingan. Selain itu, Evans (2003) juga menjelaskan polusi
udara dapat menimbulkan dampak negatif seperti mudah marah dan perilaku
agresif. Itu sebabnya, pada tingkat living environment satisfaction yang tinggi,
32
individu semakin merasakan ketenangan dan bersikap toleran terhadap orang lain,
sehingga semakin rendah kemungkinan melakukan cyberbullying.
Kelima self-satisfaction, yaitu rasa puas individu terhadap kualitas dirinya,
baik dalam hal fisik maupun kompetensi diri. Sebagai manifestasi dari penilaian
individu terhadap dirinya, maka penerimaan terhadap apa yang ada dalam diri
adalah kunci utama. Namun, ketika individu berada pada posisi ketidakmampuan
menerima kenyataan yang ada pada dirinya, kemungkinan dampak negatif pun
bermunculan sehingga merasa inferior. Perasaan inferioritas tersebut berujung pada
emosi negatif seperti depresi, stres, rasa marah. Kemudian akumulasi dari emosi
negatif tersebut kemudian berdampak buruk pada interaksi sosial dan meningkatnya
perilaku agresif (Farnam et al. 2017). Mengacu pada konsep tersebut, Farnam et al.
juga menemukan bahwa penilaian individu terhadap citra diri (body image) yang
rendah, berkaitan dengan tingginya perilaku agresif. Oleh sebab itu, karena agresi
sebagai bagian dari cyberbullying, maka dapat dipahami bahwa rendahnya self-
satisfaction dianggap berdampak pada meningkatnya kecenderungan melakukan
cyberbullying.
Adapun variabel berikutnya adalah social support, yaitu dukungan dari
orang lain yang membuat individu percaya bahwa ada yang bersedia membantu saat
menghadapi permasalahan hidup, sehingga terhindar dari tekanan stress dan
memiliki mental yang sehat. Sejalan dengan hal tersebut, Rosenfeld et al. (1998)
dalam literaturnya menggambarkan pentingnya social support penting dalam
membina kesehatan mental dan perilaku prososial. Dengan mental yang sehat,
individu mampu menjaga diri dari tindakan-tindakan negatif. Itu sebabnya, social
33
support dianggap dapat menjauhkan individu dari perilaku maladaptif dengan
lingkungan sosial seperti cyberbullying. Para peneliti (misalnya Fanti et al., 2012;
Cho & Yoo, 2016; Lianos & McGrath, 2017) menyimpulkan bahwa para pelaku
cyberbullying cenderung memiliki skor social support yang lebih rendah dibanding
individu yang tidak terlibat sama sekali.
Terdapat beberapa aspek dalam social support. Pertama adalah appraisal
support, yaitu dukungan berupa informasi, masukan, umpan balik, nasihat, dan
saran. Itu artinya appraisal support sangat penting dalam menentukan langkah
kehidupan yang lebih tepat, termasuk agar tidak terjerumus pada tindakan yang
merusak lingkungan sosial. Willard (2007c) menjelaskan bahwa dalam konsep
cyberbullying, ketika para pelaku memasuki dunia maya, maka muncul
kecenderungan memiliki keleluasaan berpikir dan di sisi lain kurang mendapatkan
umpan balik atau nasihat, maka dapat memicu rusaknya norma sosial di dunia
maya, termasuk meningkatkan perilaku berisiko atau tidak bertanggung jawab.
Dengan begitu, rendahnya appraisal support dianggap berdampak pada
meningkatnya kecenderungan melakukan cyberbullying.
Kedua belonging support, yaitu mengacu pada perasaan memiliki orang
yang meluangkan waktu meski sekadar bersantai sehingga muncul keyakinan
bahwa dirinya tidak sendiri. Dengan bahasa lain, belonging support merupakan
aspek yang mengacu pada emosional. Dapat dipahami bahwa perasaan tersebut
memiliki kaitan salah satunya dengan kualitas pertemanan. Bukowski et al. (1994)
dalam instrumennya menyusun konsep bahwa kualitas pertemanan disokong oleh
beberapa aspek, termasuk companionship (rasa persahabatan) dan closeness
34
(kedekatan). Konsep closeness adalah bagian penting dari aspek emosional dalam
social support (Bernal, 2003). Dari literatur tersebut bisa dirasionalisasikan bahwa
perasaan memiliki orang-orang dekat tersebut dapat membawa ketenangan,
sehingga terhindar dari perilaku agresif semisal cyberbullying. Berkaitan dengan
hal tersebut, Leung et al. (2017) menemukan bahwa rendahnya companionship dan
closeness dapat memicu tingginya kecenderungan individu melakukan
cyberbullying.
Ketiga tangible support, yaitu dukungan yang diterima individu dalam
bentuk nyata berupa barang, jasa, maupun finansial. Di beberapa literatur lainnya,
tangible support sering disebut sebagai instrumental support. Dalam sebuah
literatur, McLean dan Griffiths (2018) menjelaskan bahwa instrumental support
dapat membina individu menjalin hubungan positif dengan orang lain. Oleh karena
itu, dapat dipahami bahwa tingginya tangible support dapat membantu individu
merawat jalinan kasih terhadap sesama sehingga tidak bertindak yang merugikan
orang lain. Dengan begitu, perilaku negatif seperti cyberbullying yang berpotensi
merusak hubungan positif dengan orang lain tidak dilakukan oleh individu dengan
tangible support yang tinggi.
Keempat self-esteem support, yaitu dukungan yang membuat individu
merasa dipercaya dan dihargai hal dalam kompetensi dan merasa tidak lebih rendah
dibanding orang lain. Temuan Williams & Guerra (2007) dijelaskan bahwa ketika
tingkat perceived peer support (termasuk berupa merasa diperdulikan), maka
tingkat melakukan internet bullying pun lebih rendah.
35
Dalam konsep lain self-esteem support sering disebut emotional support.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dilmac (2009) menyimpulkan bahwa
tingginya succorance berakibat pada tingginya kecenderungan remaja melakukan
cyberbullying. Succorance sendiri merupakan tingkatan seberapa butuh individu
terhadap simpati, kasih sayang, dan emotional support dari orang lain (Tavacioglu
et al., 2010). Dalam penelitian lain yang bersinggungan dengan keadaan psikologis
pelaku, Schermer et al. (2011) menemukan bahwa tingginya succorance juga
berkaitan dengan rendahnya tingkat prososial. Prososial dipahami sebagai variabel
yang berlawanan dengan cyberbullying. Artinya, ketika emotional support yang
dirasakan individu belum terpenuhi, maka muncul kemungkinan-kemungkinan
perasaan inferior yang berpotensi dilampiaskan dengan cara bertindak negatif,
termasuk cyberbullying.
Paparan kerangka berpikir di atas dideskripsikan ke dalam bagan gambar
2.1 berikut ini:
36
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir pengaruh life satisfaction (MSLSS: Huebner,
1994) dan social support (ISEL: Cohen, 1985) terhadap cyberbullying
(COS: Patchin & Hinduja, 2015).
2.5 Hipotesis Penelitian
Penelitian ini akan menguji pengaruh Independent Variable (IV) terhadap
Dependent Variable (DV). Adapun DV dalam penelitian ini adalah cyberbullying,
sementara IV yang diteorikan mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu: life
Life Satisfaction (MSLSS)
School Satisfaction
Living Environment
Satisfaction
Self-Satisfaction
Social Support (ISEL)
Appraisal Support
Belonging Support
Tangible Support
Self-Esteem Support
Family Satisfaction
Friends-Satisfaction
Cyberbullying (COS)
37
satisfaction dan social support. Berkaitan dengan pengujian tersebut, maka peneliti
akan membangun hipotesis sebagai berikut:
a. Hipotesis Mayor
Ha: Ada pengaruh life satisfaction (family satisfaction, friends-satisfaction,
school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-
satisfaction) dan social support (appraisal support, belonging
support, tangible support, dan self-esteem support) terhadap
cyberbullying.
b. Hipotesis Minor
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan life satisfaction terhadap cyberbullying.
Ha1a: Ada pengaruh yang signifikan aspek family satisfaction
terhadap cyberbullying.
Ha1b: Ada pengaruh yang signifikan aspek friends-satisfaction
terhadap cyberbullying.
Ha1c: Ada pengaruh yang signifikan aspek school satisfaction
terhadap cyberbullying.
Ha1d: Ada pengaruh yang signifikan aspek living environment
satisfaction terhadap cyberbullying.
Ha1e: Ada pengaruh yang signifikan aspek self-satisfaction terhadap
cyberbullying.
Ha2: Ada pengaruh social support terhadap pelaku cyberbullying.
Ha2a: Ada pengaruh yang signifikan aspek appraisal support terhadap
cyberbullying.
38
Ha2b: Ada pengaruh yang signifikan aspek belonging support
terhadap cyberbullying.
Ha2c: Ada pengaruh yang signifikan aspek tangible support terhadap
cyberbullying.
Ha2d: Ada pengaruh yang signifikan aspek self-esteem support
terhadap cyberbullying.
39
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor yang berjumlah 1.087
orang. Kemudian sampel haruslah memenuhi karakteristik berikut:
1. Merupakan siswa-siswi aktif SMK Sirajul Falah, Parung, Kabupaten Bogor.
2. Pernah menggunakan handphone atau smartphone maupun melakukan
aktivitas online.
3. Pengguna aktif media sosial dengan durasi setidaknya satu jam per hari.
Dengan mengacu pada karakteristik di atas, instrumen yang terkumpul
berjumlah 373, sedangkan yang memenuhi karakteristik untuk dijadikan sampel
adalah 255 orang. Itu sebabnya, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
non-probability sampling.
3.2 Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variabel yang menjadi fokus pembahasan adalah cyberbullying,
sedangkan yang lainnya adalah life satisfaction (dengan beberapa aspek, yaitu:
family satisfaction, friends-satisfaction, school satisfaction, living environment
satisfaction, dan self-satisfaction) dan social support (dengan beberapa aspek,
yaitu: appraisal support, belonging support, tangible support, dan self-esteem
support).
3.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini antara lain adalah:
40
1. Cyberbullying adalah tindakan yang disengaja (intent) dan berulang kali
(repetition) untuk menyakiti (harm) menggunakan perangkat elektronik
dengan cara yang membuat korban tidak mampu melawan (imbalance of
power).
2. Life Satisfaction adalah evaluasi umum yang dilakukan individu terkait
seberapa puas dengan kehidupannya berdasarkan domain tertentu yang dibuat
sendiri. Kepuasan tersebut meliputi beberapa aspek, di antaranya:
1) Family satisfaction, yaitu kepuasan yang dirasakan individu dalam
hubungan keluarganya, baik hubungan diri sendiri dengan keluarga
maupun pandangan terhadap hubungan antara anggota keluarga.
2) Friends-satisfaction, yaitu kepuasan individu terhadap pertemanan
yang dijalin.
3) School satisfaction, yaitu kepuasan yang dirasakan individu terhadap
kehidupan sekolah berkaitan dengan aktivitas dan iklim yang dirasakan.
4) Living environment satisfaction, yaitu kepuasan individu terhadap
lingkungan tempat tinggalnya dan orang-orang di sekitarnya.
5) Self-satisfaction adalah kepuasan yang dirasakan individu terhadap diri
sendiri berkaitan dengan fisik dan kualitas diri.
3. Social support adalah dukungan yang diterima individu berupa ketersediaan
sumber daya psikologis maupun materi yang dapat membantu individu saat
kesulitan. Dukungan tersebut dideskripsikan ke dalam beberapa aspek, antara
lain adalah sebagai berikut:
41
1) Appraisal support, yaitu dukungan yang diterima individu berupa saran
dan informasi.
2) Belonging support adalah dukungan yang membuat individu merasa
memiliki orang yang akan meluangkan waktu ketika membutuhkan
bantuan.
3) Tangible support adalah bantuan nyata yang diterima individu dari
orang lain berupa finansial, barang, maupun jasa.
4) Self-esteem support adalah dukungan yang diterima individu berupa
penghargaan yang menciptakan perasaan positif akan dirinya dan
membuatnya tidak merasa lebih rendah dari orang lain.
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, yaitu suatu
daftar yang disebarkan kepada sampel berisi rangkaian pernyataan berkaitan
dengan suatu variabel yang hendak diteliti. Variabel tersebut diukur dengan terlebih
dahulu dijabarkan ke dalam bentuk indikator maupun karakteristik variabel.
Indikator maupun karakteristik tersebut kemudian dijadikan sebagai tolak ukur
untuk menyusun item pernyataan dalam instrumen. Penelitian ini sendiri terdiri dari
tiga instrumen pengumpulan data yaitu instrumen cyberbullying, instrumen life
satisfaction, dan instrumen social support.
Khusus model instrumen pada skala life satisfaction dan social support
terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable).
Oleh karena itu, penskoran pada kedua skala tersebut adalah dengan ketentuan
sebagai berikut:
42
Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert
Favorable Skor Unfavorable
Sangat tidak setuju 1 Sangat setuju
Tidak setuju 2 Setuju
Setuju 3 Tidak setuju
Sangat setuju 4 Sangat tidak setuju
3.4.1 Instrumen Cyberbullying
Untuk mengukur cyberbullying, peneliti menggunakan alat ukur Cyberbullying
Offending Scale (COS: Patchin & Hinduja, 2015). Skala COS terdiri dari sembilan
item yang mengukur cyberbullying secara umum. Peneliti melakukan adaptasi
sehingga yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah delapan item.
Dalam pengisiannya, sampel diminta memberikan jawaban sesuai dengan
pengalaman melakukan cyberbullying. Jawaban tersebut ditentukan dalam empat
skala, yaitu: 0 = tidak pernah, 1 = sekali, 2 = jarang, 3 = beberapa kali, dan 4 =
sering.
Tabel 3.2 Blueprint Cyberbullying Offending Scale (COS)
Dimensi Karakteristik No. Item Jumlah Contoh
Cyberbullying
Menyakiti dengan
sengaja dan berulang
kali menggunakan
elektronik.
1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8 8
Saya berkomentar kasar
atau menyakitkan
terhadap seseorang
secara online.
Total 8
3.4.2 Instrumen Life Satisfaction
Pengukuran life satisfaction penelitian ini menggunakan alat ukur
Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS: Huebner 1994). MSLSS
terdiri dari 40 item, 10 item dalam bentuk unfavorable, dan 30 item dalam bentuk
favorable. Kemudian peneliti melakukan adaptasi, sehingga terpilih sebanyak 36
item, yakni masing-masing 26 item untuk favorable dan 10 item untuk unfavorable.
43
Adapun pengisian skala ini adalah menggunakan skala Likert dengan
rentangan empat poin, yaitu: 1 = sangat tidak setuju (STS), 2 = tidak setuju (TS), 3
= setuju (S), dan 4 = sangat setuju (SS).
Tabel 3.3 Blueprint Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS)
Aspek Indikator No. Item Jumlah Contoh
Family Harmonisme dan pandangan
positif terhadap keluarga
1, 2, 3, 6 4 Keluarga saya
rukun
Hubungan yang baik dengan
orang-tua
4, 5, 7 3 Orang tua saya
memperlakukan
saya dengan adil
Friends Pengalaman baik bersama
teman
8, 9, 13*, 14* 4 Teman-teman
saya jahat
terhadap saya*
Hubungan baik dan
pandangan positif terhadap
teman
10, 11, 12* 3 Teman-teman saya
hebat
School Perasaan senang dengan
sekolah dan aktivitasnya
15*, 16, 17,
21
4 Saya senang berada
di sekolah
Pandangan positif terhadap
sekolah
18, 19*, 20* 3 Sekolah itu menarik
Living E. Pandangan positif terhadap
tempat tinggal
22*, 25, 26*,
29*
4 Rumah keluarga
saya bagus
Perasaan senang dengan
tempat tinggal
23, 27, 28, 3 Saya suka
lingkungan saya
Hubungan dengan orang
sekitar
24*, 30 2 Saya senang dengan
tetangga saya
Self Pandangan positif dan senang
dengan diri sendiri
31, 32, 33, 34,
35, 36
6 Menurut saya, saya
terlihat menarik
*unfavorable Total 36
3.4.3 Instrumen Social Support
Untuk mengukur social support, penelitian ini menggunakan skala Interpersonal
Support Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985). ISEL terdiri dari 40 item, yang
kemudian diadaptasi oleh peneliti sehingga menjadi 31 item, di mana 18 item untuk
favorable dan 13 item untuk unfavorable. Adapun komponen yang diukur dalam
44
skala ini meliputi, appraisal support, belonging support, tangible support, dan self-
esteem support.
Tabel 3.4 Blue Print Interpersonal Support Evaluation List (ISEL)
Aspek Indikator No. Item Jumlah Contoh
Appraisal Merasa ada yang
memberi informasi,
saran, atau masukan
1, 2*, 3, 4, 5,
6, *7
7 Paling tidak ada satu orang
yang saya kenal yang
nasihatnya sangat saya
percaya
Belonging Memiliki orang yang
meluangkan waktu
meski sekadar
menemani
8, 9*, 10, 12,
14, 17*
6 Tidak ada orang yang
merayakan ulang tahun
saya*
Merasa memiliki
kelompok atau tidak
terasingkan
11*, 13*, 15,
16*
4 Saya merasa bahwa saya
terpinggirkan di antara
teman-teman saya
Tangible Menerima bantuan
secara nyata termasuk
barang, finansial, dan
jasa
18, 19, 20,
21, 22
5 Jika kesulitan mengerjakan
tugas, ada orang yang akan
membantu saya
Self-Esteem Merasa dipercaya
orang lain dalam hal
kompetensi
23*, 29*, 30 3 Secara umum, orang lain
tidak memiliki banyak
kepercayaan kepada saya
Merasa dihargai atas
pencapaian
24, 26, 2 Saya memiliki seseorang
yang bangga dengan
prestasi saya
Merasa setara dengan
orang lain
25*, 27*,
28*, 31
4 Saya dapat melakukan hal-
hal seperti yang dilakukan
kebanyakan orang
*unfavorable Total 31
Pengisian skala ISEL tersebut menggunakan skala Likert dengan rentangan
empat poin, yaitu: 1 = sangat tidak setuju (STS), 2 = tidak setuju (TS), 3 = setuju
(S), dan 4 = sangat setuju SS).
3.5 Teknik Uji Validitas Konstruk
Validitas pengukuran adalah kecocokan antara alat ukur atau skala dengan sasaran
yang hendak diukur. Penting untuk melihat apakah item yang digunakan benar-
benar mewakili atau mengukur konstruk yang telah ditentukan. Temuan item yang
45
tidak valid dalam mengukur konstruk perlu didrop. Oleh sebab itu, untuk menguji
validitas konstruk setiap item tersebut maka peneliti melakukan uji validitas
menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software
LISREL 8.80. Sorayah (2014) menjelaskan beberapa langkah yang harus
dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Menguji signifikansi item
Sebuah item dianggap signifikan jika nilai Chi-Square yang diperoleh =
p<0.05. Namun jika nilai Chi-Square = p>0.05, maka perlu melakukan
modifikasi terhadap model dengan cara memperbolehkan kesalahan
pengukuran pada item-item saling berkorelasi, tetapi dengan tetap menjaga
bahwa item hanya mengukur satu faktor (unidimensional). Setelah diperoleh
model fit, maka dilakukan langkah selanjutnya.
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber model tidak fit
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana
yang menjadi sumber tidak fit, yaitu:
1) Menggunakan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari
masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang
diperoleh pada sebuah item tidak signifikan (t<1.96) maka item tersebut
akan didrop karena sumbangannya dianggap tidak signifikan terhadap
pengukuran.
2) Melihat arah koefisien muatan faktor loading. Jika suatu item memiliki
muatan faktor negatif, maka item tersebut didrop karena tidak sesuai
46
dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut,
maka semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).
3) Sebagai kriteria tambahan dapat dilihat juga banyaknya korelasi partial
antara kesalahan pengukuran pada suatu item yang berkorelasi dengan
kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat
terlalu banyak korelasi (misalnya lebih dari tiga), maka item tersebut
juga akan didrop karena selain mengukur apa yang hendak diukur, item
tersebut juga mengukur hal lain.
4) Menghitung faktor skor. Jika langkah-langkah di atas telah dilakukan,
maka diperoleh item-item yang valid dalam mengukur konstruk yang
hendak diukur.
Dengan begitu dipahami bahwa setelah melakukan uji CFA, kriteria item
yang harus didrop adalah apabila nilai t<1.96, koefisien faktor item bermuatan
negatif, dan kesalahan pengukuran yang berkorelasi lebih dari tiga kali. Kriteria
tersebut menjadi tolak ukur apakah item benar mengukur konstruk yang hendak
diukur.
3.5.1 Uji Validitas Konstruk Cyberbullying
Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur cyberbullying. Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan
hasil Chi-Square = 276.77, df = 20, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.225, artinya
model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 15.53, df = 12, p = 0.21349,
47
dan RMSEA = 0.034, artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, sehingga seluruh item hanya mengukur satu faktor, yaitu cyberbullying.
Table 3.5 Muatan Faktor Item Cyberbullying
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
1 1.01 0.11 9.06 √ 2
2 0.53 0.05 10.33 √ 0
3 0.4 0.05 8.06 √ 2
4 0.36 0.05 7.18 √ 2
5 0.15 0.05 3.17 √ 2
6 0.24 0.04 5.88 √ 2
7 1.23 0.13 9.3 √ 4
8 0.34 0.05 6.24 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.5 di atas tidak
ditemukan nilai t<1.96 dan atau bermuatan faktor negatif. Namun, ketika
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, item 7 berkorelasi empat kali. Dengan
begitu, item 7 harus didrop.
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Life Satisfaction
Life satisfaction terdiri dari lima aspek, yaitu: family satisfaction, friends-
satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-
satisfaction. Berikut uraiannya:
1. Family Satisfaction
Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur family satisfaction. Analisis CFA dengan model satu faktor
48
didapatkan hasil Chi-Square = 63.05, df = 14, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.116,
artinya model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di
mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square = 16.38, df = 12, p =
0.17461, dan RMSEA = 0.038, artinya model dengan satu faktor (unidimensional)
dapat diterima, sehingga seluruh item hanya mengukur satu faktor, yaitu family
satisfaction.
Table 3.6 Muatan Faktor Item Family Satisfaction
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
1 0.73 0.06 13.12 √ 0
2 0.74 0.06 13.11 √ 2
3 0.85 0.05 16.4 √ 0
4 0.7 0.7 12.3 √ 0
5 0.71 0.06 12.29 √ 1
6 0.5 0.06 8.3 √ 0
7 0.68 0.06 11.59 √ 1
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.6 menunjukkan
bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif dan tidak ada
yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang perlu didrop.
2. Friends-Satisfaction
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 48.16, df =
14, p = 0.00001, dan RMSEA = 0.098, artinya model tidak fit. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada
49
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi-Square = 20.35, df = 13, p = 0.08692, dan RMSEA = 0.047,
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh
item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu friends-satisfaction.
Table 3.7 Muatan Faktor Item Friends-Satisfaction
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
8 0.42 0.08 5.59 √ 1
9 0.64 0.07 9.17 √ 1
10 0.66 0.07 9.39 √ 0
11 0.69 0.07 9.71 √ 0
12 -0.02 0.07 -0.25 x 0
13 0.25 0.07 3.44 √ 0
14 -0.07 0.07 -0.97 x 0
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan tabel 3.7, terdapat dua item yang
tidak signifikan, yaitu item 12 dan item 14. Kedua item tersebut tidak signifikan
dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item tersebut harus didrop.
Selebihnya tidak terdapat muatan faktor negatif begitu juga item yang berkorelasi
lebih dari tiga kali.
3. School Satisfaction
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 94.35, df =
14, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.150, artinya model tidak fit. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
50
dengan nilai Chi-Square = 10.48, df = 8, p = 0.23288, dan RMSEA = 0.035, artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh item
yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu school satisfaction.
Table 3.8 Muatan Faktor Item School-Satisfaction
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
15 0.34 0.07 5.02 √ 2
16 0.22 0.07 3.14 √ 3
17 0.73 0.06 11.58 √ 0
18 0.81 0.06 12.87 √ 1
19 0.01 0.08 0.08 x 1
20 0.29 0.07 4.1 √ 3
21 0.64 0.06 10.13 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Dari tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terdapat satu
item yang tidak signifikan, yaitu item 19 dikarenakan nilai t<1.96, sehingga harus
didrop. Sementara itu tidak terdapat item bermuatan faktor negatif maupun item
yang berkorelasi lebih dari tiga kali.
4. Living Environment Satisfaction
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 55.61, df =
27, p = 0.00096, dan RMSEA = 0.065, artinya model tidak fit. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi-Square = 30.59, df = 25, p = 0.20303, dan RMSEA = 0.030,
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh
item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu living environment satisfaction.
51
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Jika mengacu pada tabel 3.9, terdapat dua item
yang tidak signifikan, yaitu item 22 dan item 24. Kedua item tersebut tidak
signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item tersebut
harus didrop. Selebihnya tidak terdapat item bermuatan faktor negatif maupun item
yang berkorelasi lebih dari tiga kali.
Table 3.9 Muatan Faktor Item Living Environment Satisfaction
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
22 -0.01 0.06 -0.1 x 0
23 0.76 0.11 7.02 √ 1
24 0.04 0.06 0.71 x 0
25 0.23 0.06 3.65 √ 0
26 0.16 0.06 2.62 √ 1
27 0.95 0.11 8.58 √ 1
28 0.54 0.08 6.85 √ 0
29 0.25 0.06 3.79 √ 1
30 0.24 0.06 3.67 √ 0
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
5. Self-Satisfaction
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 32.12, df =
9, p = 0.00019, dan RMSEA = 0.101, artinya model tidak fit. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi-Square = 9.64, df = 7, p = 0.29069, dan RMSEA = 0.039, artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehingga seluruh item
yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu self-satisfaction.
52
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.10 menunjukkan
bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif dan tidak ada
item yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang perlu didrop.
Table 3.10 Muatan Faktor Item Self-Satisfaction
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
31 0.6 0.06 9.82 √ 0
32 0.64 0.06 10.44 √ 1
33 0.74 0.06 12.7 √ 0
34 0.69 0.06 11.61 √ 1
35 0.59 0.06 9.51 √ 0
36 0.76 0.06 13.23 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Social Support
Social support terdiri dari empat aspek, yaitu: appraisal support, belonging
support, tangible support, dan self-esteem support. Secara keseluruhan akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Appraisal Support
Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur appraisal support. Analisis CFA dengan model satu faktor
didapatkan hasil Chi-Square = 21.64, df = 14, p = 0.08623, dan RMSEA = 0.046,
artinya didapatkan model yang langsung fit. Dengan begitu model satu faktor
(unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh item yang ada hanya mengukur
satu faktor, yaitu appraisal support.
53
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3.11,
terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 6 dan item 7. Kedua item tersebut
tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu, kedua item
tersebut harus didrop. Selebihnya tidak terdapat muatan faktor negatif maupun item
yang berkorelasi lebih dari tiga kali.
Table 3.11 Muatan Faktor Item Appraisal Support
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
1 0.46 0.11 4.13 √ 0
2 0.25 0.1 2.57 √ 0
3 0.49 0.11 4.23 √ 0
4 0.2 0.1 2.13 √ 0
5 0.27 0.1 2.76 √ 0
6 0.18 0.1 1.88 x 0
7 0.04 0.09 0.41 x 0
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
2. Belonging Support
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 102.34, df
= 35, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.087, artinya model tidak fit. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi-Square = 37.85, df = 28, p = 0.10134, dan RMSEA = 0.037,
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, sehinga seluruh
item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu belonging support.
54
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.12 menunjukkan
bahwa terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 9 dan item 13. Kedua
item tersebut tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu,
kedua item tersebut harus didrop. Selain itu, tidak terdapat item yang memiliki
muatan faktor negatif. Namun, ketika dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
item 16 berkorelasi empat kali. Dengan begitu, item 16 juga harus didrop.
Table 3.12 Muatan Faktor Item Belonging Support
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
8 0.56 0.08 6.77 √ 2
9 0.04 0.07 0.5 x 3
10 0.58 0.07 8.36 √ 1
11 0.16 0.07 2.34 √ 1
12 0.27 0.07 3.94 √ 0
13 -0.04 0.07 -0.54 x 0
14 0.55 0.07 7.89 √ 0
15 0.78 0.08 10 √ 1
16 0.21 0.07 2.93 √ 4
17 0.15 0.07 2.17 √ 2
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
3. Tangible Support
Analisis CFA dengan model satu faktor didapatkan hasil Chi-Square = 8.25, df =
5, p = 0.14295, dan RMSEA = 0.051, artinya model tidak fit. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi-Square = 1.10, df = 4, p = 0.89483, dan RMSEA = 0.000, artinya
55
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, artinya seluruh item
yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu tangible support.
Table 3.13 Muatan Faktor Item Tangible Support
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
18 0.64 0.06 9.98 √ 0
19 0.75 0.07 10.83 √ 1
20 0.63 0.06 9.89 √ 0
21 0.36 0.07 5.42 √ 0
22 0.71 0.07 10.1 √ 1
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3.13
menunjukkan bahwa semua item signifikan, tidak terdapat muatan faktor negatif
dan tidak ada yang berkorelasi lebih dari tiga kali, sehingga tidak ada item yang
perlu didrop.
4. Self-Esteem Support
Peneliti menguji apakah seluruh item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur self-esteem support. Analisis CFA dengan model satu faktor
didapatkan hasil Chi-Square = 86.71, df = 27, p = 0.00000, dan RMSEA = 0.093,
artinya model tidak fit. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di
mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square = 29.22, df = 20, p =
0.08361, dan RMSEA = 0.043, artinya model dengan satu faktor (unidimensional)
56
dapat diterima, artinya seluruh item yang ada hanya mengukur satu faktor, yaitu
self-esteem support.
Table 3.14 Muatan Faktor Item Self-Esteem Support
No. Item Koefisien Faktor Std. Error t Sig.* Banyaknya
Korelasi
23 0.44 0.09 4.96 √ 2
24 0.28 0.06 4.55 √ 1
25 0.15 0.05 2.84 √ 1
26 0.15 0.07 2.31 √ 4
27 0.06 0.05 1.26 x 2
28 -0.08 0.05 -1.68 x 1
29 0.21 0.05 3.94 √ 1
30 0.63 0.15 4.12 √ 1
31 0.72 0.16 4.51 √ 1
*√ = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)
Untuk menentukan item yang perlu didrop, peneliti mengacu pada
signifikansi setiap item dengan ketentuan nilai t<1.96, arah muatan faktor negatif,
dan berkorelasi lebih dari tiga kali. Hasil analisis pada tabel 3.14 menunjukkan
bahwa terdapat dua item yang tidak signifikan, yaitu item 27 dan item 28. Kedua
item tersebut tidak signifikan dikarenakan memiliki nilai t<1.96. Oleh sebab itu,
kedua item tersebut harus didrop. Selain itu, tidak terdapat item yang memiliki
muatan faktor negatif. Namun, saat dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, item
26 berkorelasi empat kali. Dengan begitu, item 26 juga harus didrop.
3.6 Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis regresi
berganda (multiple regression analysis). Teknik analisis berganda ini digunakan
agar dapat menjawab hipotesis yang terdapat di bab 2. Dalam penelitian ini terdapat
57
satu dependent variable dan sembilan independent variable. Sehingga susunan
persamaan garis regresi penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Y1 = cyberbullying
a = konstan/intercept
b = koefisien regresi
X1 = family satisfaction
X2 = friends-satisfaction
X3 = school satisfaction
X4 = living environment satisfaction
X5 = self-satisfaction
X6 = appraisal support
X7 = belonging support
X8 = tangible support
X9 = self-esteem support
e = residu
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (error kecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis
berikut:
1. R2 (R-Square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan DV yang
dijelaskan oleh IV berpengaruh signifikan terhadap DV.
Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + e
58
2. Dapat diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap IV.
Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari IV
yang bersangkutan.
3. Dapat diketahui besarnya sumbangan pengaruh dari setiap IV terhadap DV
serta signifikansinya.
3.7 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain:
1. Peneliti merumuskan masalah kemudian menentukan variabel yang akan
diteliti yaitu cyberbullying, life satisfaction, dan social support. Setelah itu
mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut
pandang teoritis.
2. Menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, antara lain: alat ukur
cyberbullying menggunakan skala baku Cyberbullying Offending Scale
(COS: Patchin & Hinduja, 2015), alat ukur life satisfaction mengadaptasi
dari skala baku Multidimensional Student Life Satisfaction Scale (MSLSS:
Huebner, 1994), dan alat ukur social support mengadaptasi dari skala baku
Interpersonal Social Evaluation List (ISEL: Cohen et al., 1985).
3. Melakukan pilot study terhadap siswa-siswi di SMK Sirajul Falah, Parung,
Kabupaten Bogor dengan membagikan skala Cyberbullying Offending
Scale (COS: Patchin & Hinduja, 2015) dengan fitur Google Form.
Berdasarkan hasil pilot study tersebut, didapatkan informasi tingginya
angka pelaku cyberbullying di antara para siswa-siswi.
59
4. Berdasarkan hasil pilot study di atas, maka siswa-siswi sekolah tersebut
dianggap layak dijadikan sampel penelitian ini. Meski begitu, sampel
terpilih adalah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu merupakan
siswa-siswi SMK Sirajul Falah, pernah menggunakan handphone,
smartphone, maupun melakukan aktivitas online, dan merupakan pengguna
aktif media sosial dengan durasi setidaknya satu jam per hari.
5. Mengurus surat izin penelitian yang ditujukan kepada Kepala Sekolah yang
ditetapkan sebagai sampel.
6. Pengambilan data dengan membagikan angket penelitian kepada para
siswa-siswi.
7. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti kemudian melakukan
pengujian dan analisis data.
60
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Adapun gambaran umum subjek penelitian ini didasarkan pada usia, jenis kelamin,
tingkat kelas. Secara rinci akan diuraikan pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Frekuensi Persentase
Usia 15 Tahun 39 15.3% 16 Tahun 80 31.4% 17 Tahun 74 29% 18 Tahun 50 19.6% 19 Tahun 12 4.7% Total 255 100%
Jenis Kelamin Laki-laki 100 39.2%
Perempuan 155 60.8% Total 255 100%
Kelas X 113 44.3% XI 57 22.4%
XII 85 33.3%
Total 255 100%
Pada tabel di atas secara keseluruhan dapat dilihat bahwa dalam jenjang usia
didominasi oleh siswa-siswi 16 tahun (31.4%), sedangkan yang paling sedikit
adalah usia 19 tahun (4.7%). Adapun jenis kelamin, didominasi oleh siswa-siswi
perempuan yakni 60.8%, sedangkan laki-laki 39.2%. Kemudian dalam tingkatan
kelas didominasi oleh siswa-siswi kelas X sebesar44.3%, disusul oleh kelas XII
sebesar 33.3%, dan terakhir kelas XI sebesar 22.4%.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
1. Analisis Deskriptif Bentuk Cyberbullying
61
Untuk melihat uraian bentuk cyberbullying yang paling sering dan paling jarang
dilakukan oleh para siswa-siswi yang menjadi sampel penelitian ini, berikut tabel
4.2 akan menguraikan hal tersebut
Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Bentuk Cyberbullying
No. Item Persentase (%)*
0 1 2 3 4
1 Saya berkomentar kasar atau menyakitkan
terhadap seseorang secara online
15 32 38 14 1
2 Saya mem-posting foto yang dapat menyakiti
seseorang secara online
23 34 33 10 0
3 Saya mem-posting video yang dapat menyakiti
seseorang secara online
91 7 1 0 0
4 Saya menyebarkan gosip seseorang secara
online
11 49 35 6 0
5 Saya mengancam akan melukai seseorang
secara online
70 16 11 2 1
6 Saya mengancam akan melukai seseorang
melalui pesan teks (chatting)
72 22 4 2 0
7 Saya membuat web page (fan page) untuk
menyakiti seseorang
99 1 0 0 0
8 Saya menyamar menjadi seseorang di media
sosial kemudian bertindak kasar dengan
maksud menyakiti orang lain
53 35 11 2 0
*0 = tidak pernah; 1 = sekali; 2 = jarang; 3 = beberapa kali; 4 = sering
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa urutan bentuk
cyberbullying yang paling sering dilakukan sampel penelitian ini adalah: (1)
berkomentar kasar atau menyakitkan; (2) menyebarkan gosip seseorang; (3) mem-
posting foto yang dapat menyakiti seseorang; (4) melakukan penyamaran di media
sosial untuk menyakiti seseorang; (5) mengancam akan melukai seseorang secara
online; (6) mengancam lewat pesan teks (chatting); (7) mem-posting video yang
62
dapat menyakiti seseorang; dan terakhir adalah (8) membuat web page untuk
menyakiti seseorang.
2. Analisis Deskriptif Masing-Masing Variabel
Di bawah ini akan diuraikan hasil analisis statistik deskriptif masing-masing
variabel meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean dan standar deviasi.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Masing-masing Variabel
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Cyberbullying 255 33.68 74.76 50 8.71805
Family Satisfaction 255 17.26 60.90 50 9.04877
Friends Satisfaction 255 12.19 66.90 50 8.58076
School Satisfaction 255 24.03 66.78 50 8.46401
Living Env. Satisfaction 255 27.25 67.30 50 8.03550
Self-Satisfaction 255 27.70 68.25 50 8.82697
Appraisal Support 255 33.56 63.76 50 5.89527
Belonging Support 255 26.53 68.12 50 7.82534
Tangible Support 255 20.33 70.28 50 8.29350
Self-Esteem Support 255 24.80 62.13 50 7.75746
Valid N (listwise) 255
Hasil analisis tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai terendah adalah pada
friends-satisfaction dengan nilai minimum=12.19, nilai maksimum=66.90,
mean=50, dan standar deviasi=8.58076, sementara untuk nilai tertinggi adalah
cyberbullying dengan nilai minimum=33.68, maksimum=74.76, mean=50, dan
standar deviasi=8.71805.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisasi skor variabel dalam penelitian ini dibuat dalam tiga kategori, yaitu
tinggi sedang dan rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut adalah
dengan menggunakan pedoman berikut:
63
Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisasi Norma
Tinggi >M + 1SD
Sedang M – SD ≤ x ≤ M + SD
Rendah <M - 1SD
Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai
persentase kategori untuk masing-masing variabel. Dari hasil analisis didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi Persentase
R S T R S T
Cyberbullying 35 186 34 13.8 72.9 13.2
Family Satisfaction 42 181 32 16.5 70.9 12.6
Friends Satisfaction 18 193 44 7.1 75.6 17.3
School Satisfaction 21 198 36 8.2 77.6 14.2
Living Environment Satisfaction 26 196 34 10.2 76.8 13
Self-Satisfaction 32 185 38 12.6 72.4 15
Appraisal Support 7 230 18 2.8 90.2 7
Belonging Support 17 207 31 6.7 81.4 11.9
Tangible Support 21 206 28 8.2 80.8 11
Self-Esteem Support 23 209 22 9 82.3 8.7
R = Rendah; S = Sedang; T = Tinggi
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan antara kategori rendah,
sedang dan tinggi pada variabel cyberbullying. Selisih antara kategori rendah dan
kategori tinggi tidak terlalu jauh, yaitu masing-masing sebesar 13.8% (36 sampel)
dan 13.2% sisanya (35 sampel) masuk dalam kategori rendah. Meski angkanya
kecil, namun dapat dilihat adanya kecenderungan kategori rendah.
Selanjutnya analisis pada aspek-aspek life satisfaction. Pertama, family
satisfaction lebih dominan kategori rendah sebesar 16.5% (42 sampel) dibanding
kategori tinggi yang sebesar 12.6% (32 sampel). Kedua, friends-satisfaction lebih
64
dominan kategori tinggi sebesar 17.3% (44 sampel) dibanding kategori rendah yang
sebesar 7.1% (18 sampel). Ketiga, school satisfaction lebih dominan kategori tinggi
sebesar 14.2% (36 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 8.2% (21
sampel). Keempat, living environment satisfaction lebih dominan kategori tinggi
sebesar 13% (34 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 10.2% (26
sampel). Terakhir adalah self-satisfaction lebih dominan kategori tinggi sebesar
15% (38 sampel) dibanding rendah yang sebesar 12.6% (32 sampel).
Kemudian analisis pada aspek-aspek social support. Pertama, appraisal
support lebih dominan kategori tinggi sebesar 7% (18 sampel) dibanding kategori
rendah yang sebesar 2.8% (7 sampel). Kedua, belonging support lebih dominan
kategori tinggi sebesar 11.9% (31 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar
6.7% (17 sampel). Ketiga, tangible support lebih dominan kategori tinggi sebesar
11% (28 sampel) dibanding kategori rendah yang sebesar 8.2% (21 sampel).
Terakhir, self-esteem support lebih dominan kategori rendah sebesar 9% (23
sampel) dibanding kategori tinggi yang sebesar 8.7% (22 sampel).
4.4 Hasil Uji Hipotesis
4.4.1 Analisis Regresi Variabel
Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
menggunakan software IBM SPSS Statistics versi 20.0. Tahap ini akan
menghasilkan beberapa data, termasuk besaran R-Square untuk melihat berapa
persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable,
kemudian apakah secara keseluruhan independent variable berpengaruh signifikan
65
terhadap dependent variable, dan terakhir melihat signifikan atau tidaknya
koefisien regresi dari setiap independent variable.
Tabel 4.6 R-Square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .312 .098 .064 8.43280
Adapun langkah pertama adalah melihat besaran R-Square. Pada tabel 4.6
di atas dapat dilihat bahwa perolehan R-Square adalah sebesar 0.098, artinya
proporsi varian dari cyberbullying yang dijelaskan oleh independent variable yaitu
sebesar 9.8%. Adapun 90.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
Tabel 4.7 ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 1882.677 9 209.186 2.942 .002*
Residual 17422.462 245 71.112
Total 19305.138 254
Langkah kedua adalah menganalisis pengaruh dari seluruh independent
variable terhadap cyberbullying. Berdasarkan hasil uji F pada tabel 4.7, diperoleh
F sebesar 2.942 dengan p=0.002 (sig.<0.05). Dengan demikian hipotesis mayor
yang berbunyi “ada pengaruh life satisfaction (family satisfaction, friends-
satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-
satisfaction) dan social support (appraisal support, belonging support, tangible
support, dan self-esteem support) terhadap cyberbullying” tidak ditolak. Artinya
ada pengaruh dari life satisfaction dan social support terhadap cyberbullying.
66
Selanjutnya adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing
independent variabel. Jika sig.<0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan, itu
artinya independent variable tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
cyberbullying. Adapun besaran koefisien regresi dari masing-masing independent
variable dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B SE β
1
(Constant) 29.509 6.435 4.586 0
Family satisfaction 0.011 0.101 0.012 0.111 0.912
Friends-satisfaction -0.020 0.068 -0.020 -0.299 0.765
School satisfaction -0.057 0.067 -0.055 -0.841 0.401
Living env. satisfaction 0.168 0.077 0.155 2.174 0.031*
Self-satisfaction -0.181 0.072 -0.183 -2.514 0.013*
Appraisal support 0.313 0.093 0.212 3.349 0.001*
Belonging support 0.009 0.080 0.008 0.114 0.910
Tangible support 0.007 0.076 0.006 0.089 0.929
Self-esteem support 0.160 0.119 0.142 1.349 0.179
Berdasarkan tabel 4.7 di atas maka dapat disimpulkan persamaan regresi
penelitian ini adalah sebagai berikut: (*signifikan)
“Cyberbullying1 = 29.509 + 0.011 family satisfaction - 0.020 friends-
satisfaction - 0.057 school satisfaction + 0.168 living
environment satisfaction* - 0.181 self-satisfaction* +
0.313 appraisal support* + 0.009 belonging support +
0.007 tangible support + 0.160 self-esteem support.”
Dari persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel
yang signifikan, yaitu: (1) living environment satisfaction, (2) self-satisfaction, (3)
appraisal support. Sementara enam variabel lainnya tidak signifikan. Penjelasan
67
dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing independent variable
adalah sebagai berikut:
1. Family Satisfaction
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.011 dengan taraf signifikansi
0.912 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek family satisfaction terhadap cyberbullying” ditolak.
Dengan begitu dipahami bahwa family satisfaction tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cyberbullying.
2. Friends-Satisfaction
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.020 dengan taraf signifikansi
0.765 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek friends-satisfaction terhadap cyberbullying” ditolak.
Dengan begitu dipahami bahwa friends-satisfaction tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap cyberbullying.
3. School Satisfaction
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.057 dengan taraf signifikansi
0.401 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek school satisfaction terhadap cyberbullying” ditolak.
Dengan begitu dipahami bahwa school satisfaction tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cyberbullying.
4. Living Environment Satisfaction
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.168 dengan taraf signifikansi
0.031 (sig<0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
68
yang signifikan aspek living environment satisfaction terhadap
cyberbullying” tidak ditolak. Nilai koefisien regresi tersebut menunjukkan
arah positif, artinya semakin tinggi living environment satisfaction, maka
semakin tinggi pula kecenderungan melakukan cyberbullying.
5. Self-Satisfaction
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.181 dengan taraf signifikansi
0.013 (sig<0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek self-satisfaction terhadap cyberbullying” tidak
ditolak. Nilai koefisien regresi tersebut menunjukkan arah negatif, artinya
semakin rendah self-satisfaction, maka semakin tinggi kecenderungan
melakukan cyberbullying.
6. Appraisal Support
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.313 dengan taraf signifikansi
0.001 (sig<0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek appraisal support terhadap cyberbullying” tidak
ditolak. Nilai koefisien regresi tersebut menunjukkan arah positif, artinya
semakin tinggi appraisal support, maka semakin tinggi pula kecenderungan
melakukan cyberbullying.
7. Belonging Support
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.009 dengan taraf signifikansi
0.910 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek belonging support terhadap cyberbullying” ditolak.
69
Dengan begitu dipahami bahwa belonging support tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cyberbullying.
8. Tangible Support
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.007 dengan taraf signifikansi
0.929 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek tangible support terhadap cyberbullying” ditolak.
Dengan begitu dipahami bahwa tangible support tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cyberbullying.
9. Self-Esteem Support
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.160 dengan taraf signifikansi
0.179 (sig>0.05), maka hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
yang signifikan aspek self-esteem support terhadap cyberbullying” ditolak.
Dengan begitu dipahami bahwa self-esteem support tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap cyberbullying.
4.4.2 Analisis Proporsi Varian Independent Variable
Tabel 4.9 Proporsi Varian Independent Variable
Model R R2 Adjusted R2
SE of the
Estimate
Change Statistics
R2
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .142 .020 .016 8.64730 .020 5.174 1 253 .024*
2 .144 .021 .013 8.66113 .001 .192 1 252 .661
3 .152 .023 .011 8.66804 .002 .598 1 251 .440
4 .187 .035 .020 8.63171 .012 3.117 1 250 .079
5 .219 .048 .029 8.59194 .013 3.319 1 249 .070
6 .300 .090 .068 8.41651 .042 11.488 1 248 .001*
7 .300 .090 .064 8.43281 .000 .042 1 247 .837
8 .301 .091 .061 8.44683 .001 .181 1 246 .671
9 .312 .098 .064 8.43280 .007 1.819 1 245 .179
70
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui sumbangan proporsi varian dari
masing-masing independent variable terhadap cyberbullying. Hasil dari
penambahan proporsi varian masing-masing independent variable dapat dilihat
pada tabel 4.9, dengan informasi sebagai berikut:
1. Family satisfaction memberikan sumbangan sebesar 2% terhadap varians
cyberbullying dengan sig. F Change = 0.024, artinya sumbangan tersebut
signifikan.
2. Friends-satisfaction memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap
varians cyberbullying dengan sig. F Change = 0.661, artinya sumbangan
tersebut tidak signifikan.
3. School satisfaction memberikan sumbangan sebesar 0.2% terhadap varians
cyberbullying dengan sig. F Change = 0.440, artinya sumbangan tersebut
tidak signifikan.
4. Living environment satisfaction memberikan sumbangan sebesar 1.2%
terhadap varians cyberbullying dengan sig. F Change = 0.079, artinya
sumbangan tersebut tidak signifikan.
5. Self-satisfaction memberikan sumbangan sebesar 1.3% terhadap varians
cyberbullying dengan sig. F Change = 0.070, artinya sumbangan tersebut
tidak signifikan.
6. Appraisal support memberikan sumbangan sebesar 4.2% terhadap varians
cyberbullying dengan sig. F Change = 0.001, artinya sumbangan tersebut
signifikan.
71
7. Belonging support memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians
cyberbullying dengan sig. F Change = 0.837, artinya sumbangan tersebut
tidak signifikan.
8. Tangible support memberikan sumbangan sebesar 0.01% terhadap varians
cyberbullying dengan sig. F Change = 0.671, artinya sumbangan tersebut
tidak signifikan.
9. Self-esteem support memberikan sumbangan sebesar 0.07% terhadap
varians cyberbullying dengan sig. F Change = 0.179, artinya sumbangan
tersebut tidak signifikan.
72
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis deskripsi bentuk cyberbullying yang paling sering
dilakukan oleh para sampel, maka urutannya adalah: (1) berkomentar kasar atau
menyakitkan; (2) menyebarkan gosip seseorang; (3) mem-posting foto yang dapat
menyakiti seseorang; (4) melakukan penyamaran di media sosial untuk menyakiti
seseorang; (5) mengancam akan melukai seseorang secara online; (6) mengancam
lewat pesan teks (chatting); (7) mem-posting video yang dapat menyakiti
seseorang; dan (8) membuat web page untuk menyakiti seseorang.
Kemudian mengacu pada hasil uji hipotesis mayor, disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dari life satisfaction (family satisfaction, friends-
satisfaction, school satisfaction, living environment satisfaction, dan self-
satisfaction) dan social support (appraisal support, belonging support, tangible
support, dan self-esteem support) terhadap cyberbullying. adapun besaran pengaruh
tersebut adalah sebesar 9.8%, sedangkan 90.2% sisanya dapat dipengaruhi oleh
variabel lainnya.
Adapun hasil uji hipotesis minor, bila dilihat dari koefisien regresi masing-
masing independent variable, terdapat tiga aspek yang secara signifikan
mempengaruhi cyberbullying, yaitu living environment satisfaction, self-
satisfaction, dan appraisal support. Dengan demikian disimpulkan bahwa
cyberbullying dapat dipengaruhi oleh living environment satisfaction dan self-
73
satisfaction yang merupakan aspek life satisfaction dan appraisal support yang
merupakan aspek social support.
5.2 Diskusi
Hasil analisis menunjukkan secara umum variabel life satisfaction berpengaruh
positif terhadap cyberbullying. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Schoeps et
al. (2018) yang menemukan bahwa tingginya life satisfaction merupakan prediktor
tingginya cyberbullying.
Terdapat dua aspek life satisfaction yang berpengaruh signifikan, pertama
adalah living environment satisfaction berpengaruh secara positif, artinya semakin
tinggi living environment satisfaction, semakin tinggi pula kecenderungan
melakukan cyberbullying. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Moore et al.
(2012) yang menemukan bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan
rendahnya living environment satisfaction. Peneliti berasumsi bahwa tinggi atau
rendahnya living environment satisfaction adalah subjektivitas yang terbangun
dalam diri individu di wilayah tertentu dan melalui proses alami menyesuaikan diri
dengan kualitas lingkungan sosial yang ada. Artinya sebuah populasi tidak mustahil
memiliki living environment satisfaction yang tinggi di wilayah dengan kualitas
lingkungan sosial yang buruk, sehingga kecenderungan melakukan cyberbullying
pun tinggi.
Terkait hal tersebut, beberapa peneliti memang menggarisbawahi
pentingnya mengajarkan remaja untuk tangguh menghadapi pengalaman perilaku
negatif, sehingga pengalaman tersebut tidak menjadi kebiasaan atau berkembang
ke ruang publik yang lebih luas, termasuk cyberbullying. Selain itu, remaja juga
74
penting memiliki kemampuan menghadapi tekanan sosial berupa norma-norma
yang berlaku terutama dari teman sebaya. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana
subjective norm kemudian tercipta dan diiringi kuatnya social pressure of
subjective norm. Sebab, Pabian & Vandebosch, (2013) membuktikan bahwa
subjective norm dan social pressure of subjective norm dapat mempengaruhi
individu untuk terlibat sebagai pelaku cyberbullying.
Pada dasarnya remaja memang cenderung melakukan yang apa dilakukan
orang lain terutama teman sebaya. Hal tersebut kemudian secara alami mendorong
pandangan individu bahwa melakukan tindakan negatif tertentu semisal
cyberbullying adalah hal yang normal jika sudah sering terjadi di lingkungan sosial
tempat tinggalnya (Cyberbullying Research Center, 2010). Dengan begitu, dalam
kajian dampak aspek living environment satisfaction terhadap cyberbullying, secara
tidak langsung tetap harus mengacu pada kualitas norma sosial yang berlaku di
lingkungan.
Berdasarkan hasil pilot study peneliti terhadap 95 siswa-siswa populasi
penelitian ini ditemukan sebanyak 77.6% sampel pernah melakukan cyberbullying.
Angka tersebut cukup tinggi, sehingga memberi gambaran bahwa lingkungan di
sekitar populasi ini memiliki kecenderungan terbiasa dengan hal buruk seperti
cyberbullying. Sebab, siswa yang proactive aggression cenderung menjalin
pertemanan dengan orang yang memiliki kebiasaan yang sama, dengan artian
terbiasa dengan aggression juga (Poulin et al., 1999).
Lebih lanjut, pengaruh positif living environment satisfaction terhadap
cyberbullying tersebut juga memberi pertanda adanya variabel penting lainnya,
75
termasuk tingkat aggressivity. Untuk menguatkan hal tersebut, Wright et al. (2015)
menguraikan bahwa tingginya face-to-face aggression perpetration berkaitan
dengan tingginya cyber aggression perpetration. Artinya, dipahami bahwa individu
yang agresif di dunia nyata memiliki kecenderungan agresif juga di dunia maya.
Kemudian komponen environment sendiri adalah termasuk orang-orang sekitar,
seperti tetangga dan teman-teman (Poulin et al., 1999). Poulin et al. kemudian
membuktikan bahwa tingginya rasa senang terhadap teman-teman di sekitar dapat
memicu tingginya proactive aggression. Sementara di sisi lain Ang et al. (2013)
menemukan bahwa tingginya proactive aggression dan reactive aggression
berhubungan dengan tingginya kecenderungan melakukan cyberbullying. Dengan
begitu, runtutan temuan penelitian-penelitian tersebut menggambarkan bahwa
ketika individu memiliki living environment satisfaction yang tinggi lalu beriringan
dengan tingginya aggressivity sebagai mediator, maka dapat berdampak pada
tingginya kecenderungan melakukan cyberbullying.
Kedua adalah self-satisfaction, secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap cyberbullying. Hasil tersebut berbanding lurus dengan hasil penelitian
Navarro et al. (2013) yang memaparkan bahwa self-satisfaction yang tinggi dapat
mengurangi kecenderungan terlibat sebagai pelaku cyberbullying. Peneliti
memandang bahwa self-satisfaction yang tinggi mampu membawa ketentraman
dalam diri individu. Sebaliknya rendahnya self-satisfaction akan membuka
kemungkinan diekspresikan dengan tindakan intoleran di lingkungan sosial baik
dunia nyata maupun dunia maya. Senada dengan hal tersebut, Pickhardt (2013) juga
76
memaparkan adanya kemungkinan timbulnya perilaku agresif pada remaja yang
mengalami self-dissatisfaction.
Self-satisfaction sendiri salah satunya mengacu pada kualitas fisik. Terkait
dengan hal tersebut Ola & Singh (2016) menemukan bahwa ketidakpuasan yang
dialami remaja terhadap citra tubuh tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan
mental, tetapi juga meningkatkan perilaku agresif. Hal tersebut menandakan
rendahnya self-satisfaction berdampak pada ketidakmampuan para remaja dalam
bersikap toleran dan beradaptasi dengan baik di lingkungan sosial. Meski
agresivitas dalam hal ini adalah secara umum, namun tidak menutup kemungkinan
agresivitas tersebut juga dilakukan di dunia maya mengingat kebutuhan akan
teknologi tersebut hampir tak terbatasi. Dengan begitu, kemungkinan melakukan
cyberbullying pun meningkat seiring rendahnya self-satisfaction.
Adapun aspek-aspek life satisfaction yang tidak signifikan berpengaruh
terhadap cyberbullying yang pertama adalah family satisfaction. Arriaga et al.
(2017) menemukan bahwa tingginya satisfaction with the family berkaitan dengan
tingginya cyberbullying. Hal ini bisa dikarenakan seluruh sampel merupakan
pengguna aktif media sosial dengan durasi lebih dari sejam per hari. Tidak hanya
itu, jenis dan durasi kerja rata-rata orang-tua sampel cenderung memperkecil kontak
langsung dengan anak-anaknya. Dengan begitu, attachment keluarga tidak total
secara fisik, namun juga secara digital. Itu sebabnya, sebuah populasi dengan kasus
seperti ini sangat mungkin memiliki kecenderungan melakukan cyberbullying
meski memiliki family satisfaction yang tinggi, sebab adanya pergeseran standar
kepuasan terhadap keluarga tersebut yang lebih dominan dalam konteks online.
77
Kedua adalah friends-satisfaction. Kualitas pertemanan tentu merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari friends-satisfaction. Bukowski et al. (1994)
menjelaskan bahwa kualitas pertemanan terdiri dari beberapa aspek, termasuk
companionship (rasa persahabatan) dan closeness (kedekatan). Sementara Leung et
al. (2017) menemukan bahwa rendahnya companionship dan closeness berdampak
pada tingginya kecenderungan melakukan cyberbullying. Dalam pandangan
peneliti, remaja yang memiliki friends-satisfaction yang rendah tidak dapat
membina nilai-nilai kasih dengan sempurna dengan teman-temannya. Hal tersebut
mengakibatkan munculnya kecenderungan melakukan cyberbullying. Penelitian
yang dilakukan Navarro et al. (2013) mendukung konsep tersebut yang menemukan
bahwa rendahnya friends-satisfaction berdampak pada tingginya kemungkinan
melakukan cyberbullying. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Arriaga et al.
(2017) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi satisfaction with friends, semakin
tinggi pula cyberbullying. Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
pentingnya friend-satisfaction, temuan Zimmer-Gembeck et al. (2013)
memaparkan bahwa dengan friend-satisfaction yang tinggi membuat individu
semakin prososial.
Ketiga adalah school satisfaction. Sekolah memiliki peran penting dalam
membangun karakter positif siswa-siswinya. Kegagalan sekolah dalam kurikulum,
fasilitas, lingkungan, maupun menciptakan iklim yang baik berdampak pada
rendahnya school satisfaction. Selain itu, sekolah juga perlu menciptakan iklim
yang bisa membangun ikatan positif dalam diri siswa dengan sekolah (school
connectedness). School connectedness merupakan kepercayaan individu bahwa
78
orang di lingkungan sekolahnya peduli dan menganggap keberadaannya (Centers
for Disease Control and Prevention, 2009). Variabel ini merupakan bagian dari
school satisfaction yang bermanfaat akademik yang positif, perilaku, emosional,
kemampuan bersosialisasi, dan meningkatkan kesehatan mental (Michalos, 2014),
dan menekan perilaku agresif siswa (Wilson, 2004; Thapa et al., 2013). Bilie et al.
(2014) telah menemukan bahwa tingginya satisfaction with school berkaitan
dengan rendahnya kemungkinan individu melakukan cyberbullying. Dengan
begitu, tingginya school satisfaction dapat dicanangkan sebagai pencegahan
keterlibatan siswa-siswi menjadi pelaku cyberbullying.
Kemudian secara umum variabel social support secara signifikan
berpengaruh positif terhadap cyberbullying. Penelitian terdahulu (misalnya Akturk,
2015; Waisglass, 2017) menemukan hal yang sama bahwa tingginya perceived
social support merupakan prediktor tingginya kecenderungan melakukan
cyberbullying. Peneliti memandang bahwa positif atau negatifnya efek dari social
support yang tinggi adalah bergantung pada sumber dan konten dukungan yang
diterima. Itu sebabnya, individu dengan social support yang tinggi bisa saja
memiliki kecenderungan berperilaku negatif seperti cyberbullying jika menerima
dukungan yang bersumber dan berkonten negatif pula.
Adapun temuan dalam tiap aspeknya, terdapat satu aspek social support
yang berpengaruh signifikan terhadap cyberbullying, yaitu appraisal support.
Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan Nick (2016) yang menguraikan
bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan tingginya information support.
Appraisal support sendiri mengacu pada dukungan yang diterima individu berupa
79
informasi, saran, maupun masukan. Appraisal support penting untuk memudahkan
pemecahan masalah, menemukan langkah kehidupan yang lebih tepat dan
mendapatkan umpan balik sebagai evaluasi kehidupan. Namun, individu dengan
appraisal support yang tinggi tetap memiliki kemungkinan melawan norma
lingkungan sosial seperti cyberbullying. Hal tersebut bisa terjadi jika konten
informasi, saran, maupun masukan yang diterima cenderung bermuatan negatif.
Beberapa bukti percakapan perseorangan maupun group chatting para sampel
semisal WhatsApp dan Line mendukung hal tersebut. Ditemukan beberapa konten
masukan, ajakan, maupun informasi yang bermuatan negatif, termasuk saran untuk
melakukan penyerangan terhadap orang yang terlibat masalah pribadi maupun
kelompok dengan para sampel.
Jika mengacu pada konsep Social Information Processing (SIP) theory,
perilaku agresif akan semakin berkembang atau menguat ketika terus menerus
mendapatkan rangsangan. Hal tersebut berlaku juga pada individu yang menerima
umpan balik berkonten negatif namun tetap berada dalam lingkungan sosial yang
sama (Liu et al., 2011). Ketika hal tersebut terjadi, maka umpan balik tersebut bisa
saja dianggap reward yang menguatkan individu untuk semakin berperilaku agresif
(Liu et al., 2012), dalam lingkup dunia maya tentu tak terkecuali cyberbullying. Hal
yang sama telah diungkapkan oleh Hubbard et al. (2001), dalam literaturnya
dijelaskan bahwa social information processing bisa berdampak pada perilaku
agresif. Sehingga jelas bahwa ketika informasi, masukan, saran, atau pun umpan
balik yang diterima individu memuat konten negatif, maka kemungkinan terlibat
sebagai pelaku cyberbullying pun menguat.
80
Kemudian aspek social support yang pengaruhnya tidak signifikan
terhadap cyberbullying yang pertama adalah aspek belonging support. Penelitian
yang dilakukan Nick (2016) menunjukkan bahwa social companionship support
yang tinggi merupakan prediktor tingginya cyberbullying. Hal ini bisa terjadi jika
tingginya belonging support justru membuat individu justru merasa superior sebab
merasa lebih aman dengan perasaan memiliki banyak teman. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wang et al. (2009) menunjukkan tingginya bullying berkaitan
dengan tingginya seberapa banyak teman yang dimiliki individu, hanya saja
variabel yang digunakan merupakan bentuk tradisional dari cyberbullying.
Kedua adalah aspek tangible support. Sebutan lain dari tangible support
adalah instrumental support. Hasil penelitian yang dilakukan Nick (2016)
menemukan bawah tingginya instrumental support seiring dengan tingginya
cyberbullying. Peneliti berasumsi bahwa terpenuhinya dukungan-dukungan dalam
bentuk nyata bukan tidak mungkin berpotensi berdampak negatif jika dukungan
tersebut digunakan untuk hal-hal negatif, termasuk cyberbullying.
Ketiga adalah self-esteem support. Dalam penelitiannya, Nick (2016)
menemukan bahwa tingginya cyberbullying berkaitan dengan tingginya
esteem/emotional support. Self-esteem support sendiri mengacu pada dukungan
harga diri, pada tingkatan yang tinggi dukungan tersebut membuat individu merasa
tidak lebih rendah dibanding orang lain. Peneliti memandang, meski memiliki self-
esteem support yang tinggi, remaja yang aktif di media sosial tetap mungkin
melakukan cyberbullying. Hal tersebut bisa terjadi jika tingginya self-esteem
81
support justru membuat individu merasa lebih superior, sehingga kecenderungan
melakukan cyberbullying pun semakin tinggi.
5.3 Saran
Kekurangan dan keterbatasan penelitian ini akan jadi bahan evaluasi agar diperoleh
penelitian yang lebih sempurna di masa mendatang. Temuan penelitian ini juga
diharapkan menjadi informasi penting bagi pembaca sebagai pencegahan maupun
penanggulangan cyberbullying.
5.3.1 Saran Teoritis
1. Seiring terus berkembangnya fitur dan variasi media sosial, karakteristik
maupun bentuk cyberbullying dimungkinkan akan mengalami perkembangan.
Oleh sebab itu, sebaiknya penelitian di masa mendatang lebih responsif dengan
fenomena tersebut dan memilih literatur yang mampu mewakili atau mengukur
fenomena cyberbullying dengan tepat.
2. Perkembangan keunikan cyberbullying seperti dijelaskan di poin satu memberi
gambaran bahwa variabel-variabel yang urgen untuk dikaji cukup banyak.
Sinyal yang sama ditunjukkan oleh R-Square penelitian ini yang hanya
menghasilkan angka 9.8%. Oleh sebab itu, penelitian di masa mendatang
didorong untuk menguraikan hasil dengan variabel yang lebih banyak, terutama
aggressivity. Meski variabel tersebut memiliki irisan yang cukup berarti dengan
cyberbullying, namun hasil yang didapatkan diharap mampu memberi deskripsi
yang lebih jelas tentang letak permasalahan utama penyebab cyberbullying,
terutama bagaimana kajian antara faktor internal (diri sendiri) dan eksternal
(norma lingkungan sosial) kemudian dapat dipisahkan.
82
3. Penggunaan life satisfaction sebagai variabel penelitian di masa mendatang
sebaiknya menyusun instrumen yang dapat mengukur kualitas norma
lingkungan sosial populasi yang digunakan. Lingkungan sosial tersebut
meliputi lingkungan keluarga, pertemanan, dan sekolah. Hal ini akan
menghimpun informasi penting untuk mengukur apakah akumulasi life
satisfaction sampel tersebut memuat kepuasan yang positif atau negatif.
4. Kualitas norma lingkungan sosial yang dijelaskan di atas menjadi dasar bahwa
penelitian masa mendatang sebaiknya menggunakan populasi yang memiliki
kualitas norma lingkungan sosial yang berbeda dengan populasi penelitian ini.
Hal ini bertujuan untuk memastikan dampak dari kualitas norma lingkungan
sosial terhadap aspek living environment satisfaction. Sehingga secara
keseluruhan dapat dianalisis bagaimana kualitas norma lingkungan sosial
berpengaruh terhadap life satisfaction.
5. Penelitian di masa mendatang penting untuk menyusun instrumen social
support yang mampu mengukur dengan jelas sumber dan konten dukungan
yang diperoleh sampel. Dengan begitu, didapatkan informasi terkait apakah
sumber dan konten dukungan tersebut positif atau negatif.
5.3.2 Saran Praktis
1. Keunikan cyberbullying akan terus berkembang berikut muatan
karakteristiknya seiring perkembangan teknologi digital. Oleh sebab itu,
penting memberi pendampingan untuk para remaja agar mampu beradaptasi
dengan perkembangan tersebut sehingga terhindar dari paparan negatif yang
muncul. Pendampingan tersebut bisa berupa pemberian program-program yang
83
mengajarkan penggunaan teknologi digital ke arah yang positif seperti ruang
seni, kreativitas dan inovasi, serta ruang untuk ekspresi diri yang mengajarkan
karakter yang kompetitif.
2. Hasil penelitian ini memberi gambaran bahwa kualitas lingkungan sosial dapat
menentukan norma life satisfaction di wilayah tertentu. Kualitas lingkungan
sosial berkontribusi membina aspek-aspek life satisfaction, dalam hal ini living
environment satisfaction. Living environment satisfaction di wilayah dengan
kualitas norma lingkungan sosial yang buruk, berdampak pada pembinaan
kesehatan mental yang tidak optimal, sehingga individu dikhawatirkan tetap
memiliki kecenderungan melakukan cyberbullying. Jadi, penting bekerja sama
menciptakan norma lingkungan sosial yang positif dan sehat, yang
berkontribusi positif juga terhadap pembinaan life satisfaction.
3. Berkaitan dengan poin dua di atas, perlu meluruskan norma lingkungan sosial
yang cenderung memiliki norma negatif. Beberapa langkah yang tepat dapat
dilakukan secara gotong royong. Langkah yang paling dasar adalah
menciptakan kerukunan antar masyarakat, pendekatan nilai-nilai ketuhanan,
pembuatan sanksi yang berorientasi solutif, tidak memihak dan tegas,
membangun pribadi sehat, program penyuluhan dan rehabilitasi,
pengembangan kegiatan-kegiatan positif, dan penanaman nilai dan norma
positif pada kalangan anak-anak.
4. Mengacu pada kondisi lingkungan yang kemudian secara beriringan dengan
kondisi energi yang berlebihan pada remaja, maka diperlukan penyediaan
fasilitas yang mampu menampung energi yang berlebihan tersebut. Fasilitas
84
yang dimaksud bisa berupa ruang seni, kreativitas dan inovasi, serta fasilitas-
fasilitas lainnya yang mendorong pembangunan karakter yang berjiwa
kompetitif. Dengan begitu, diharapkan energi berlebih yang dimiliki para
remaja tersebut dapat disalurkan dengan optimal dan positif, sehingga
memperkecil kecenderungan disalurkan ke kegiatan-kegiatan yang merugikan
diri sendiri maupun memperburuk lingkungan sosial, termasuk cyberbullying.
5. Kontribusi social support juga dicanangkan untuk membina pribadi yang
prososial untuk menekan kecenderungan melakukan cyberbullying. Namun,
social support terutama aspek appraisal support bisa saja tak berkontribusi
positif jika sumber dan konten dukungan yang diterima memuat negativitas.
Jadi, penting menciptakan integrasi sosial yang mengacu pada moral, sehingga
dengan sama-sama saling tenggang rasa atau tolong menolong dalam hal
kebaikan dan kebenaran. Khusus untuk remaja, penting untuk mengajarkan
tolong menolong dan saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Akturk, A. O. (2015). Analysis of cyberbullying sensitivity levels of high school
students and their perceived social support levels. Interactive Technology
and Smart Education, 12(1), 44–61. doi:10.1108/itse-07-2014-0016.
Almeida, A., Correia, I., Marinho, S., & Garcia, D. (2012). Virtual but not less real.
Cyberbullying in The Global Playground, 223–244.
doi:10.1002/9781119954484.ch11
Ang, R. P., & Goh, D. H. (2010). Cyberbullying among adolescents: The role of
affective and cognitive empathy, and gender. Child Psychiatry & Human
Development, 41(4), 387–397. doi:10.1007/s10578-010-0176-3
Ang, R. P., Huan, V. S., & Florell, D. (2013). Understanding the relationship
between proactive and reactive aggression, and cyberbullying across united
states and singapore adolescent samples. Journal of Interpersonal Violence,
29(2), 237–254. doi:10.1177/0886260513505149
Arriaga, S., Garcia, R., Amaral, I. & Daniel, F. (2017). Bullying, cyberbullying and
social support: A study in a portuguese school. Proceedings of INTED2017
Conference, 4746-4755. http://hdl.handle.net/1822/45214
Bauman, S. (2009). Cyberbullying in a rural intermediate school: An exploratory
study. The Journal of Early Adolescence, 30(6), 803–833.
doi:10.1177/0272431609350927
Bauman, S., & Bellmore, A. (2014). New directions in cyberbullying research.
Journal of School Violence, 14(1), 1–10.
doi:10.1080/15388220.2014.968281
Beckman, L., Hagquist, C., & Hellström, L. (2012). Does the association with
psychosomatic health problems differ between cyberbullying and traditional
bullying?. Emotional and Behavioural Difficulties, 17(3-4), 421–434.
doi:10.1080/13632752.2012.704228
Beran, T. & Li, Q. (2007). The relationship between cyberbullying and school
bullying. The Journal of Student Wellbeing, 1(2), 15–33.
DOI:10.21913/JSW.v1i2.172
Bergmann, M., & Baier, D. (2018). Prevalence and correlates of cyberbullying
perpetration. Findings from a german representative student survey.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(2),
274. doi:10.3390/ijerph15020274
Bernal, G. (2003). Development of a brief scale for social support: Reliability and
validity in puerto rico. International Journal of Clinical and Health
Psychology. 3(2), 251-264.
Besley, B. (2008). ‘Cyberbullying: An emerging threat to the ‘‘always on’’
generation. Canadian Teacher Magazine, 18–20.
http://www.canadianteachermagazine.com/issues/2008/CTM_Spring08%2
0web/docs/CTM_Spring08.linked.pdf
Betts, LC. (2016). Cyberbullying: Approaches, consequences and interventions.
Nottingham: Palgrave Macmillan UK. DOI 10.1057/978-1-137-50009-0_1
Bilie, V., Flander, G.B. & Rafajac, B. (2014). Life satisfaction and school
performance of children exposed to classic and cyber peer bullying. Coll.
Antropol., 38(1), 21–29.
https://pdfs.semanticscholar.org/1d76/e07adfd3c4c2c4538aa6ab854f0174b
a7e6d.pdf
Bonanno, R. A., & Hymel, S. (2013). Cyber bullying and internalizing difficulties:
Above and beyond the impact of traditional forms of bullying. Journal of
Youth and Adolescence, 42(5), 685–697.doi:10.1007/s10964-013-9937-1
Borzekowski, D. L. G., & Rickert, V. I. (2001). Adolescent cybersurfing for health
information. Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine, 155(7),
813.doi:10.1001/archpedi.155.7.813
Brewer, G., & Kerslake, J. (2015). Cyberbullying, self-esteem, empathy and
loneliness. Computers in Human Behavior, 48, 255–260.
doi:10.1016/j.chb.2015.01.073
Buelga, S., Iranzo, B., Cava, M.-J., & Torralba, E. (2015). Psychological profile of
adolescent cyberbullying aggressors/Perfil psicosocial de adolescentes
agresores decyberbullying. Revista de Psicología Social, 30(2), 382–406.
doi:10.1080/21711976.2015.1016754
Bukowski, W. M., Hoza, B., & Boivin, M. (1994). Measuring friendship quality
during pre- and early adolescence: The development and psychometric
properties of the friendship qualities scale. Journal of Social and Personal
Relationships, 11(3), 471–484.doi:10.1177/0265407594113011
Calvete, E., Orue, I., Estévez, A., Villardón, L., & Padilla, P. (2010). Cyberbullying
in adolescents: Modalities and aggressors’ profile. Computers in Human
Behavior, 26(5), 1128–1135. doi:10.1016/j.chb.2010.03.017
Campbell, M. A. (2005). Cyber bullying: an old problem in a new guise?.
Australian Journal of Guidance and Counselling, 15(01), 68–
76. doi:10.1375/ajgc.15.1.68
Campbell, M. A., Slee, P. T., Spears, B., Butler, D., & Kift, S. (2013). Do
cyberbullies suffer too? Cyberbullies’ perceptions of the harm they cause to
others and to their own mental health. School Psychology International,
34(6), 613–629.doi:10.1177/0143034313479698
Carter, M.A. (2013). Third party observers witnessing cyber bullying on social
media sites. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 84, 1296–
1309. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.06.747.
Centers for Disease Control and Prevention. (2009). School connectedness:
Strategies for increasing protective factorsamong youth. Atlanta: U.S.
Department of Healthand Human Services.
https://www.cdc.gov/healthyyouth/protective/pdf/connectedness.pdf
Chadwick, S. (2014). Introduction: Impacts of cyberbullying, building social and
emotional resilience in schools, 1–10. doi:10.1007/978-3-319-04031-8_1
Cho, Y.-K. & Yoo, J. (2016). Cyberbullying, internet and SNS usage types, and
perceived social support: A comparison of different age groups.
Information, Communication & Society, 20(10), 1464–1481.
doi:10.1080/1369118x.2016.1228998
Cobb, S. (1976). Social support as a moderator of life stress. Psychosomatic
Medicine, 38(5), 300–314. doi:10.1097/00006842-197609000-00003.
Cohen, S. (2004). Social relationships and health. American Psychologist, 59(8),
676–684. doi:10.1037/0003-066x.59.8.676.
Cohen, S., & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and the buffering
hypothesis. Psychological Bulletin, 98(2), 310–357.doi:10.1037/0033-
2909.98.2.310
Cohen, S., Mermelstein, R., Kamarck, T., & Hoberman, H. M. (1985). Measuring
the functional components of social support. Social support: Theory,
research and applications, 73–94. doi:10.1007/978-94-009-5115-0_5
Cook, L.A. (2015). "Cybervictimization as a predictor of aggression and
cyberbullying among adolescents: Examination of potential risk and
protective factors". Disertasi. Hattiesburg: University of Southern
Mississippi. https://aquila.usm.edu/dissertations/113.
Cutrona, C.E. & Russell, D.W. (1987). The provisions of social relationships and
adaptation to stress. In book: Advances in Personal Relationships. 1, 37-67.
https://www.researchgate.net/publication/271507385
Cyberbullying Research Center. (2010). Social norms and cyberbullying among
students. Diakses tanggal 20 Juni 2019 dari https://cyberbullying.org/social-
norms-and-cyberbullying-among-students.
Dempsey, A. G., Sulkowski, M. L., Nichols, R., & Storch, E. A. (2009). Differences
between peer victimization in cyber and physical settings and associated
psychosocial adjustment in early adolescence. Psychology in the Schools,
46(10), 962–972.doi:10.1002/pits.20437
Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95(3), 542–575.
doi:10.1037/0033-2909.95.3.542
Diener, E., & Diener, M. (2009). Cross-cultural correlates of life satisfaction and
self-esteem. Culture and Well-Being, 71–91. doi:10.1007/978-90-481-
2352-0_4
Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction with
life scale. Journal of Personality Assessment, 49(1), 71–
75.doi:10.1207/s15327752jpa4901_13
Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective well-being:
Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276–302.
doi:10.1037/0033-2909.125.2.276.
Dilmac, B. (2009). Psychological needs as a predictor of cyber bullying: A
preliminary report on college students. Educational Sciences: Theory and
Practice, 9, 1307–1325. https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ858926.pdf
Dooley, J. J., Pyżalski, J., & Cross, D. (2009). Cyberbullying versus face-to-face
bullying. Zeitschrift Für Psychologie/Journal of Psychology, 217(4), 182–
188. doi:10.1027/0044-3409.217.4.182
Elmore, G. M., & Huebner, E. S. (2010). Adolescents’ satisfaction with school
experiences: Relationships with demographics, attachment relationships,
and school engagement behavior. Psychology in the Schools, 47(6), 525–
537.doi:10.1002/pits.20488
Estevez, E., Jimenez, T.I, & Morena, D. (2018). Aggressive behavior in
adolescence as a predictor of personal, family, and school adjustment
problems. Psicothema, 30(1), 66-73. doi: 10.7334/psicothema2016.294.
Evans, G.W. (2003). The built environment and mental health. Journal of Urban
Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, 80(4), 536-555.
http://la570.willsull.net/ewExternalFiles/EvansG2003.pdf
Fanti, K.A., Demetriou, A.G., Hawa, V.V. (2012). A longitudinal study of
cyberbullying: Examining riskand protective factors. European Journal of
Developmental Psychology, 9(2), 168–181.
doi:10.1080/17405629.2011.643169
Farnam, A., Marashi, F., & Sana’tnama. (2017). The relationship of body image
with emotion regulation, stress, and aggression and their comparison
between males and females with multiple sclerosis. Jundishapur J Chronic
Dis Care, 6(3), 1-9. doi: 10.5812/jjcdc.13818
Fatria, RQ. (2018). Gambaran perilaku mahasiswa cyber-bullying mahasiswa
universitas pancasila. Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda
Psikologi Indonesia 2018, Vol. 3, No. 1, Hal 13-20.
Febrianti, R. & Hartana, G. (2014). Cyberbullying pada Mahasiswa Universitas
Indonesia. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Field, T. (2018). Cyberbullying: A narrative review. Journal of Addiction Therapy
and Research. 2, 010-027. DOI: 10.29328/journal.jatr.1001007.
Gilman, R. & Huebner, E. S. (2006). Characteristics of adolescents who report very
high life satisfaction. Journal of Youth and Adolescence, 35(3), 293–
301. doi:10.1007/s10964-006-9036-7.
Grigg, D.W. (2010). Cyber-aggression: Definition and concept of cyberbullying.
Australian Journal of Guidance and Counselling, 20(02), 143–156.
doi:10.1375/ajgc.20.2.143
Haryanto, A.T. (2018). 130 juta orang indonesia tercatat aktif di medsos. Diakses
tanggal 8 Oktober 2018 dari https://inet.detik.com/cyberlife/d-
3912429/130-juta-orang-indonesia-tercatat-aktif-di-medsos
Haybron, D. (2006). Life satisfaction, ethical reflection, and the science of
happiness. Journal of Happiness Studies, 8(1), 99–138.
doi:10.1007/s10902-006-9006-5.
Heiman, T., & Shemesh, D.O. (2017). Cyberbullying and traditional bullying:
parents' perceptions of their child with learning disabilities. Journal of
Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), 22(1), 59-66. DOI:
10.9790/0837-2201065966.
Hemphill, S. A., Kotevski, A., & Heerde, J. A. (2015). Longitudinal associations
between cyber-bullying perpetration and victimization and problem
behavior and mental health problems in young Australians. International
Journal of Public Health, 60(2), 227–237. doi:10.1007/s00038-014-0644-9
Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2010). Bullying, cyberbullying, and suicide. Archives
of Suicide Research, 14(3), 206–221.doi:10.1080/13811118.2010.494133
Horner, S., Asher, Y., & Fireman, G. D. (2015). The impact and response to
electronic bullying and traditional bullying among adolescents. Computers
in Human Behavior, 49, 288–295. doi: 10.1016/j.chb.2015.03.007
Hubbard, J. A., Dodge, K. A., Cillessen, A. H. N., Coie, J. D., & Schwartz, D.
(2001). The dyadic nature of social information processing in boys’ reactive
and proactive aggression. Journal of Personality and Social Psychology,
80(2), 268–280.doi:10.1037/0022-3514.80.2.268.
Huebner, E.S. (1991). Initial development of the student’s life satisfaction scale.
School Psychology International, 12(3), 231–
240.doi:10.1177/0143034391123010
Huebner, E.S. (1994). Preliminary development and validation of a
multidimensional life satisfaction scale for children. Psychological
Assessment, 6(2), 149–158. doi:10.1037/1040-3590.6.2.149.
Juvonen, J., & Gross, E. F. (2008). Extending the school grounds? Bullying
experiences in cyberspace. Journal of School Health, 78(9), 496–
505. doi:10.1111/j.1746-1561.2008.00335.x
Kim, H.S., Sherman, D.K., Taylor, S.E. (2008). Culture and social support.
American Psychologist, 63(6), 518–526. doi:10.1037/0003-066x.
Kort-Butler, L.A. (2017). Social support theory. The Encyclopedia of Juvenile
Delinquency and Justice, 1–4. doi:10.1002/9781118524275.ejdj0066
Kowalski, R.M., Giumetti, G.W., Schroeder, A.N., & Lattanner, M.R.
(2014). Bullying in the digital age: A critical review and meta-analysis of
cyberbullying research among youth. Psychological Bulletin, 140(4), 1073–
1137. doi:10.1037/a0035618
Kowalski, R.M., & Limber, S.P. (2007). Electronic bullying among middle school
students. Journal of Adolescent Health, 41(6), S22–S30.
doi:10.1016/j.jadohealth.2007.08.017.
Kowalski, R.M., & Limber, S.P. (2013). Psychological, physical, and academic
correlates of cyberbullying and traditional bullying. Journal of Adolescent
Health, 53, S13-S20. doi: 10.1016/j.jadohealth.2012.09.018.
Kowalski, R.M., Morgan, C.A., & Limber, S.P. (2012). Traditional bullying as a
potential warning sign of cyberbullying. School Psychology International,
33(5), 505–519.doi:10.1177/0143034312445244
Kwak, M., & Oh, I. (2017). Comparison of psychological and social characteristics
among traditional, cyber, combined bullies, and non-involved. School
Psychology International, 38(6), 608–627.doi:10.1177/0143034317729424
Langos, C. (2012). Cyberbullying: the challenge to define. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking, 15(6), 285–289.
doi:10.1089/cyber.2011.0588.
Lapidot-Lefler, N. & Dolev-Cohen, M. (2014). Differences in social skills among
cyberbullies, cybervictims, cyberbystanders, and those not involved in
cyberbullying. Journal of Child and Adolescent Behaviour, 02(04), 1-9.
doi:10.4172/2375-4494.1000149
Law, D. M., Shapka, J. D., Hymel, S., Olson, B. F., & Waterhouse, T. (2012). The
changing face of bullying: An empirical comparison between traditional and
internet bullying and victimization. Computers in Human Behavior, 28(1),
226–232. doi: 10.1016/j.chb.2011.09.004
Lee, J., Abell, N., & Holmes, J.L. (2015). Validation of measures of cyberbullying
perpetration and victimization in emerging adulthood. Research on Social
Work Practice, 27(4), 456–467. doi:10.1177/1049731515578535
Leung, A. N. M., Wong, N., & Farver, J. M. (2018). Cyberbullying in Hong Kong
Chinese students: Life satisfaction, and the moderating role of friendship
qualities on cyberbullying victimization and perpetration. Personality and
Individual Differences, 133, 7–12. doi:10.1016/j.paid.2017.07.016
Li, Q. (2006). Cyberbullying in schools: A research of gender differences. School
Psychology International, 27(2), 157–170.
doi:10.1177/0143034306064547
Li, Q. (2007). Bullying in the new playground: Research into cyberbullying and
cybervictimization. Australasian Journal of Educational Technology, 23,
435-454. doi: org/10.14742/ajet.1245.
Lianos, H. & McGrath, A. (2017). Can the general theory of crime and general
strain theory explain cyberbullying perpetration?. Crime & Delinquency,
64(5), 674–700. doi:10.1177/0011128717714204.
Liu, J., Lewis, G., & Evans, L. (2012). Understanding aggressive behaviour across
the lifespan. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 20(2), 156–
168.doi:10.1111/j.1365-2850.2012.01902.x
Liu, J., Li, L., & Fang, F. (2011). Psychometric properties of the Chinese version
of the parental bonding instrument. International Journal of Nursing
Studies, 48(5), 582–589.doi:10.1016/j.ijnurstu.2010.10.008
Martínez, I., Murgui, S., Garcia, O.F., & Garcia, F. (2018). Parenting in the digital
era: protective and risk parenting styles for traditional bullying and
cyberbullying victimization. Computers in Human Behavior.
doi:10.1016/j.chb.2018.08.036.
McLean, L., & Griffiths, M. D. (2018). Female gamers’ experience of online
harassment and social support in online gaming: a qualitative study.
International Journal of Mental Health and Addiction. doi:10.1007/s11469-
018-9962-0
Michalos, A.C. (Ed.). (2014). Encyclopedia of quality of life and well-being
research. doi:10.1007/978-94-007-0753-5
Mitchell, K. J., Finkelhor, D., Wolak, J., Ybarra, M. L., & Turner, H. (2011). Youth
internet victimization in a broader victimization context. Journal of
Adolescent Health, 48(2), 128–134. doi:10.1016/j.jadohealth.2010.06.009
Moore, P.M., Huebner, E.S., Hills, K.J. (2012). Electronic bullying and
victimization and life satisfaction in middle school students. Social
Indicators Research, 107(3), 429–447. doi:10.1007/s11205-011-9856-z.
Moore, P.M., Huebner, E.S., Hills, K.J. (2012). Electronic bullying and
victimization and life satisfaction in middle school students. Social
Indicators Research, 107(3), 429–447. doi:10.1007/s11205-011-9856-z.
Navarro, R., Ruiz-Oliva, R., Larrañaga, E., & Yubero, S. (2013). The impact of
cyberbullying and social bullying on optimism, global and school-related
happiness and life satisfaction among 10-12-year-old schoolchildren.
Applied Research in Quality of Life, 10(1), 15–36.doi:10.1007/s11482-013-
9292-0.
Newby-Fraser, E., & Schlebusch, L. (1997). Social support, self-efficacy and
assertiveness as mediators of student stress. Psychology: A Journal of
Human Behavior, 34(3-4), 61-69.
Nick, E.A. (2016). “The online social support scale: exploratory factor analysis,
validation, and effects on psychosocial outcomes”. Tesis. Neshville: Faculty
of the Graduate School of Vanderbilt University.
https://etd.library.vanderbilt.edu/available/etd-07152016-
115623/unrestricted/Nick.pdf
Nixon, C. (2014). Current perspectives: the impact of cyberbullying on adolescent
health. Adolescent Health, Medicine and Therapeutics,
143.doi:10.2147/ahmt.s36456
Oda. (2018). 117 laporan bullying diterima Kemensos RI hingga Juli 2017. Diakses
tanggal 8 Oktober 2018 dari http://jogja.tribunnews.com/2017/07/22/117-
laporan-bullying-diterima-tepsa-kemensos-ri-hingga-juli-2017.
Ola, M. & Singh, D.C. (2016). Relationship of gymming with mental health, body
image satisfaction, aggression and happiness. World Journal of Research
and Review (WJRR), 3(3), 43-46.
Pabian, S., & Vandebosch, H. (2013). Using the theory of planned behaviour to
understand cyberbullying: The importance of beliefs for developing
interventions. European Journal of Developmental Psychology, 11(4), 463–
477.doi:10.1080/17405629.2013.858626.
Patchin, J.W., & Hinduja, S. (2006). Bullies move beyond the schoolyard. Youth
Violence and Juvenile Justice, 4(2), 148–169.
doi:10.1177/1541204006286288
Patchin, J.W. & Hinduja, S. (2010). Cyberbullying and self-esteem. Journal of
School Health, 80(12), 614-622. doi: 10.1111/j.1746-1561.2010.00548.x.
Patchin, J.W. & Hinduja, S. (2015). Measuring cyberbullying: Implications for
research. Aggression and Violent Behavior, 23, 69–74.
doi:10.1016/j.avb.2015.05.013.
Patchin, J.W. & Hinduja, S. (2016). 2016 cyberbullying data. Diakses tanggal 8
Oktober 2018 dari https://cyberbullying.org/2016-cyberbullying-data
Pavot, W., Dinner, E., Colvin, C.R., & Sandvik, E. (1991). Further validation of the
satisfaction with life scale: evidence for the cross-method convergence of
well-being measures. Journal of Personality Assessment, 57(1), 149–161.
doi:10.1207/s15327752jpa5701_17
Pickhardt, C.E. (2013). Adolescence and self-dissatisfaction. Diakses pada tanggal
22 Juni 2019 dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/surviving-
your-childs-adolescence/201301/adolescence-and-self-dissatisfaction
Pornari, C. D., & Wood, J. (2009). Peer and cyber aggression in secondary school
students: the role of moral disengagement, hostile attribution bias, and
outcome expectancies. Aggressive Behavior, 36(2), 81–
94. doi:10.1002/ab.20336
Poulin, F., & Boivin, M. (1999). Proactive and reactive aggression and boys’
friendship quality in mainstream classrooms. Journal of Emotional and
Behavioral Disorders, 7(3), 168–177. doi:10.1177/106342669900700305
Prasoon, R., & Chaturvedi, K.R. (2016). Life satisfaction: a literature review.
International Journal of Management Humanities and Social Sciences. 1(2),
25-32.
Prinstein, M. J., & Cillessen, A. H. (2003). Forms and functions of adolescent peer
aggression associated with high levels of peer status. Merrill-Palmer
Quarterly, 49(3), 310–342. doi:10.1353/mpq.2003.0015.
Rahayu, F. (2012). Cyberbullying sebagai dampak negatif penggunaan teknologi
informasi. Jurnal Sistem Informasi, 8(1), 22-31. Doi:10.21609/jsi.v8i1.321
Ramos-Salazar, L. (2017). Cyberbullying victimization as a predictor of
cyberbullying perpetration, body image dissatisfaction, healthy eating and
dieting behaviors, and life satisfaction. Journal of Interpersonal Violence,
088626051772573. doi:10.1177/0886260517725737.
Rifauddin, M. (2016). Fenomena cyberbullying pada remaja. Jurnal Ilmu
Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1), 35-44.
Robinson, E. (2013). Parental involvement in preventing and responding to
cyberbullying. Family Matters, 92, 69-76.
https://aifs.gov.au/sites/default/files/fm92g.pdf
Rosenfeld, L. B., Richman, J. M., & Bowen, G. L. (1998). Low social support
among at-risk adolescents. Children & Schools, 20(4), 245–260.
doi:10.1093/cs/20.4.245.
Safaria, T. (2016). Prevalence and impact of cyberbullying in a sample of
indonesian junior high school students. The Turkish Online Journal of
Educational Technology, volume 15 issue 1.
https://www.researchgate.net/publication/290482072
Santrock, J.W. (2002). Life span development: perkembangan masa hidup. Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarafino, E.P. & Smith, T.W. (2011). Health psychology: biopsychosocial
interaction. Seventh Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc
Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B. & Sarason, B.R. (1983). Assessing
social support: the social support questionnaire. Journal of Personality and
Social Psychology, 44(1), 127–139. doi:10.1037/0022-3514.44.1.127
Sarason, I.G., Sarason, B.R., Shearin, E.N., & Pierce, G.R. (1987). A brief measure
of social support: practical and theoretical implications. Journal of Social
and Personal Relationships, 4(4), 497–510.
doi:10.1177/0265407587044007.
Schermer, J. A., Vernon, P. A., Maio, G. R., & Jang, K. L. (2011). A behavior
genetic study of the connection between social values and personality. Twin
Research and Human Genetics, 14(03), 233–239.
doi:10.1375/twin.14.3.233
Schoeps, K., Villanueva, L., Prado-Gascó, V. J., & Montoya-Castilla, I.
(2018). Development of emotional skills in adolescents to prevent
cyberbullying and improve subjective well-being. Frontiers in Psychology,
9.doi:10.3389/fpsyg.2018.02050.
Schultze-Krumbholz, A., & Scheithauer, H. (2009). Social-behavioral correlates of
cyberbullying in a german student sample. Zeitschrift Für
Psychologie/Journal of Psychology, 217(4), 224–226. doi:10.1027/0044-
3409.217.4.224
Seeman, T. E. (1996). Social ties and health: The benefits of social integration.
Annals of Epidemiology, 6(5), 442–451. doi:10.1016/s1047-
2797(96)00095-6
Seligson, J. L., Huebner, E. S., & Valois, R. F. (2003). Social indicators research,
61(2), 121–145. doi:10.1023/a:1021326822957
Ševčíková, A., Macháčková, H., Wright, M. F., Dědková, L., & Černá, A.
(2015). Social support seeking in relation to parental attachment and peer
relationships among victims of cyberbullying. Journal of Psychologists and
Counsellors in Schools, 25(02), 170–182.doi:10.1017/jgc.2015.1
Shaffer-Hudkins, E.J. (2011). “Health-promoting behaviors and subjective well-
being among early adolescents.”. Disertasi. South Florida: Department of
Psychological and Social Foundations College of Education, University of
South Florida.
Shin, D. C., & Johnson, D. M. (1978). Avowed happiness as an overall assessment
of the quality of life. Social Indicators Research, 5(1-4), 475–
492. doi:10.1007/bf00352944
Slonje, R., & Smith, P.K. (2008). Cyberbullying: Another main type of bullying?
Scandinavian Journal of Psychology, 49(2), 147–154.doi:10.1111/j.1467-
9450.2007.00611.x.
Slonje, R., Smith, P. K., & Frisén, A. (2012). Processes of cyberbullying, and
feelings of remorse by bullies: a pilot study. European Journal of
Developmental Psychology, 9(2), 244–
259.doi:10.1080/17405629.2011.643670
Smith, P.K. (2012). Cyberbullying and cyber aggression. In S. R. Jimerson, A. B.
Nickerson, M. J. Mayer, & M. J. Furlong (Eds.), Handbook of school
violence and school safety: International research and practice (pp. 93-
103). New York: Routledge/Taylor & Francis Group.
Smith, P. K., & Slonje, R. (2010). Cyberbullying: the nature and extent of a new
kind of bullying, in and out of school. In S. Jimerson, S. Swearer, & D.
Espelage (Eds.) Handbook of bullying in schools (pp. 249–262). New York:
Routledge. https://www.researchgate.net/publication/281349257
Smith, P.K., Mahdavi, J., Carvalho, M., Fisher, S., & Tippett, N. (2008).
Cyberbullying: its nature and impact in secondary school pupils. Journal of
Child Psychology and Psychiatry, 49(4), 376–385. doi:10.1111/j.1469-
7610.2007.01846.x.
Sourander, A., Brunstein Klomek, A., Ikonen, M., Lindroos, J., Luntamo, T.,
Koskelainen, M., & Helenius, H. (2010). Psychosocial risk factors
associated with cyberbullying among adolescents. Archives of General
Psychiatry, 67(7), 720.doi:10.1001/archgenpsychiatry.2010.79
Sorayah. (2014). Uji validitas konstruk Beck Depression Inventory-II (BDI-II).
Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1-13.
Steffgen, G., König, A., Pfetsch, J., & Melzer, A. (2011). Are cyberbullies less
empathic? Adolescents’ cyberbullying behavior and empathic
responsiveness. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking,
14(11), 643–648. doi:10.1089/cyber.2010.0445
Sticca, F., Ruggieri, S., Alsaker, F., & Perren, S., (2012). Longitudinal risk factors
for cyberbullying in adolescence. Journal of Community & Applied Social
Psychology, 23(1), 52–67. Doi:10.1002/casp.2136.
Suldo, S. M., & Huebner, E. S. (2005). Is extremely high life satisfaction during
adolescence advantageous?. Social Indicators Research, 78(2), 179–
203. doi:10.1007/s11205-005-8208-2.
Sumner, L.W. (1996). Welfare happiness & ethnics. New York: Oxford University
Press.
Tavacioglu, L., Kora, K., Atilgan, K.O., & Savran, C. (2010). Assessment of
demographic and personality characteristics of elite dancers in turkey.
Journal of Human Kinetics, 25, 109‐115.
http://www.johk.pl/files/013_tavacioglou.pdf
Thapa, A., Cohen, J., Guffey, S., & Higgins-D’Alessandro, A. (2013). A review of
school climate research. Review of Educational Research, 83(3), 357–
385.doi:10.3102/0034654313483907
Thoits, P. A. (1995). Stress, coping, and social support processes: where are we?
what next?. Journal of Health and Social Behavior, 35, 53.
doi:10.2307/2626957
Tian, L., Yan, Y., & Huebner, E.S. (2018). Effects of cyberbullying and
cybervictimization on early adolescents’ mental health: differential
mediating roles of perceived peer relationship stress. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking, 21(7), 429–436.
doi:10.1089/cyber.2017.0735
Tokunaga, R. S. (2010). Following you home from school: A critical review and
synthesis of research on cyberbullying victimization. Computers in Human
Behavior, 26(3), 277–287.doi:10.1016/j.chb.2009.11.014
Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2010). The Revised Cyber Bullying Inventory
(RCBI): validity and reliability studies. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 5, 660–664. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.07.161
Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2017). RCBI-II: The second revision of the Revised
Cyber Bullying Inventory. Measurement and Evaluation in Counseling and
Development, 51(1), 32–41.doi:10.1080/07481756.2017.1395705
Uchino, B. N. (2006). Social support and health: A review of physiological
processes potentially underlying links to disease outcomes. Journal of
Behavioral Medicine, 29(4), 377–387.doi:10.1007/s10865-006-9056-5
Varjas, K., Henrich, C. C., & Meyers, J. (2009). Urban middle school students’
perceptions of bullying, cyberbullying, and school safety. Journal of School
Violence, 8(2), 159–176.doi:10.1080/15388220802074165
Veenhoven, R. (1996). The study of life satisfaction. Chapter 1 in: Saris, W.E.,
Veenhoven, R., Scherpenzeel, A.C. & Bunting B. (eds) 'A comparative
study of satisfaction with life in Europe. Budapest: Eötvös University Press,
1996, ISBN963 463 081 2, pp. 11-48.
Waisglass, N. (2017). "The lasting effects of cyber bullying on well-being". Tesis.
Kentucky: Brescia Psychology Undergraduate Honours.
https://ir.lib.uwo.ca/brescia_psych_uht/6
Wallace, K.A., & Wheeler, A.J. (2002). Reliability generalization of the life
satisfaction index. Educational and Psychological Measurement, 62(4),
674-684.
Wang, J., Iannotti, R. J., & Nansel, T. R. (2009). School bullying among
adolescents in the united states: Physical, verbal, relational, and cyber.
Journal of Adolescent Health, 45(4), 368–375. doi:
10.1016/j.jadohealth.2009.03.021
Willard, N. (2007a). Educator’s guide to cyberbullying and cyberthreats. Center for
Safe and Responsible Use of the Internet, 1-16.
https://www.wcs.k12.va.us/users/honaker/cyberbullying-for-teachers.pdf
Willard, N. (2007b). Cyberbullying and cyberthreats effectively managing internet
use risks in schools. Center for Safe and Responsible Use of the Internet, 1-
18. https://www.cforks.org/Downloads/cyber_bullying.pdf
Willard, N. (2007c). Cyberbullying and cyberthreats: Responding to the challenge
of online social aggression, threats, and distress. Champaign, IL, US:
Research Press, 265-280. http://www.embracecivility.org/wp-
content/uploadsnew/2012/10/appK.pdf
Williams, K.R., & Guerra, N.G. (2007). Prevalence and predictors of internet
bullying. Journal of Adolescent Health, 41(6), S14–S21.
doi:10.1016/j.jadohealth.2007.08.018
Wilson, D. (2004). The interface of school climate and school connectedness and
relationships with aggression and victimization. Journal of School Health,
74(7), 293–299. doi:10.1111/j.1746-1561.2004.tb08286.x
Wolak, J., Mitchell, K. J., & Finkelhor, D. (2007). Does online harassment
constitute bullying? An exploration of online harassment by known peers
and online-only contacts. Journal of Adolescent Health, 41(6), S51–S58.
doi: 10.1016/j.jadohealth.2007.08.019
Wright, M. (2018). Cyberbullying victimization through social networking sites
and adjustment difficulties: The role of parental mediation. Journal of the
Association for Information Systems, 19(2), 113-123.
doi:10.17705/1jais.00486
Wright, M., Aoyama, I., Kamble, S., Li, Z., Soudi, S., Lei, L., & Shu, C.
(2015). Peer attachment and cyber aggression involvement among chinese,
indian, and japanese adolescents. Societies, 5(2), 339–353.
doi:10.3390/soc5020339
Yalçın, İ. (2011). Social support and optimism as predictors of life satisfaction of
college students. International Journal for the Advancement of Counselling,
33(2), 79–87. doi:10.1007/s10447-011-9113-9.
Yang, X., Wang, Z., Huan, C., & Liu, D., (2018). Cyberbullying perpetration
among Chinese adolescents: The role of interparental conflict, moral
disengagement, and moral identity. Children and Youth Services Review,
86, 256–263. doi: 10.1016/j.childyouth.2018.02.003.
Ybarra, M. L., Diener-West, M., & Leaf, P. J. (2007). Examining the overlap in
internet harassment and school bullying: Implications for school
intervention. Journal of Adolescent Health, 41(6), S42–S50. doi:
10.1016/j.jadohealth.2007.09.004
Ybarra, M.L. & Mitchell, K.J. (2004). Online aggressor/targets, aggressors, and
targets: a comparison of associated youth characteristics. Journal of Child
Psychology and Psychiatry, 45(7), 1308–1316. doi:10.1111/j.1469-7610.
2004.00328.x
Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., & Farley, G. K. (1988). The
multidimensional scale of perceived social support. Journal of Personality
Assessment, 52(1), 30–41. doi:10.1207/s15327752jpa5201_2
Zimmer-Gembeck, M. J., Nesdale, D., McGregor, L., Mastro, S., Goodwin, B., &
Downey, G. (2013). Comparing reports of peer rejection: Associations with
rejection sensitivity, victimization, aggression, and friendship. Journal of
Adolescence, 36(6), 1237–1246. doi:10.1016/j.adolescence.2013.10.002
Zych, I., Baldry, A.C., Farrington, D.P., & Llorent, V.J. (2018). Are children
involved in cyberbullying low on empathy? A systematic review and meta-
analysis of research on empathy versus different cyberbullying roles.
Aggression and Violent Behavior, 1-46. doi: 10.1016/j.avb.2018.03.004.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Link Google Form Pilot Study
https://docs.google.com/forms/d/1Lytd51Zz5xiEgaHFPpDIT6oorkvBwhO2KK-
57qcga0s/edit
LAMPIRAN 2
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
LAMPIRAN 3
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
PENDAHULUAN
Assalaamu ‘alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Responden Yth,
Saya Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian
dalam rangka penyusunan skripsi. Saya memohon kesediaan saudara/i untuk
menjadi responden dengan mengisi kuesioner ini.
Kuesioner ini terdiri dari beberapa isian dan pernyataan. Saudara/i dimohon
membaca, memahami, dan menjawab setiap isian dan pernyataan tersebut. Dalam
setiap pernyataan tidak ada jawaban yang benar atau salah, saudara/i dimohon
untuk menilai gambaran diri anda sendiri.
Seluruh data yang saudara/i berikan murni hanya untuk penelitian dan dijamin
kerahasiaannya. Saya berterima kasih atas kesediaannya, semoga setiap urusan kita
dimudahkan, aamiin.
Hormat Saya,
Peneliti
Ahmad Zulyaden Nasution Mangintir
PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama/Inisial : ……….
Kelas/Jurusan : .……… / ………………………………………
Menyatakan bersedia berpartisipasi mengisi kuesioner penelitian ini.
………………………….
(Tanda tangan)
DEMOGRAFI RESPONDEN
1. Umur: ……. tahun
2. Jenis kelamin:
a. Laki-laki
b. Perempuan
3. Jenis media sosial yang digunakan (boleh lebih dari satu)
a. Instagram b. LINE
c. WhatsApp d. Facebook
e. Twitter f. Lainnya: ……………………
4. Durasi penggunaan media sosial:
a. < 1 jam/hari
b. 1 - 3 jam/hari
c. > 4 jam/hari
5. Aktivitas berkomentar di media sosial:
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
6. Aktivitas mem-posting foto/video di media sosial:
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Sering
7. Pendapatan orang tua per bulan:
a. < Rp. 1,8 juta
b. Rp. 1,8 juta – Rp. 3,7 juta
c. Rp. 3,7 juta – Rp. 5 juta
d. Rp. 5 juta – Rp. 7 juta
e. > Rp. 7 juta
SKALA 1
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah
sesuai dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang
disediakan dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
- STS = Sangat Tidak Setuju
- TS = Tidak Setuju
- S = Setuju
- SS = Sangat Setuju
NO. PERNYATAAN STS TS S SS
1 Saya senang berada di rumah dengan keluarga saya
2 Anggota keluarga saya berbicara dengan baik satu sama lain
3 Keluarga saya rukun
4 Orang tua saya memperlakukan saya dengan adil
5 Saya senang menghabiskan waktu bersama orang tua saya
6 Keluarga saya lebih baik daripada kebanyakan keluarga
yang lainnya
7 Orang tua saya dan saya melakukan hal-hal yang
menyenangkan bersama
8 Teman-teman saya akan membantu jika saya butuh bantuan
9 Teman-teman saya memperlakukan saya dengan baik
10 Saya memiliki cukup banyak teman
11 Teman-teman saya hebat
12 Saya berharap saya punya teman yang berbeda dari yang
sekarang
13 Teman-teman saya jahat terhadap saya
14 Saya memiliki kenangan buruk dengan teman-teman saya
15 Saya merasa tidak enak di sekolah
16 Saya menanti waktu untuk pergi ke sekolah
17 Saya senang berada di sekolah
18 Sekolah itu menarik
19 Ada banyak hal tentang sekolah yang tidak saya sukai
20 Saya berharap saya tidak harus pergi ke sekolah
21 Saya menikmati kegiatan sekolah
22 Kota ini dipenuhi dengan orang-orang jahat
23 Saya suka tempat tinggal saya
24 Saya berharap ada orang yang berbeda dari yang sekarang di
lingkungan saya
25 Rumah keluarga saya bagus
26 Saya berharap tinggal di rumah yang lain
27 Ada banyak hal menyenangkan untuk dilakukan di tempat
saya tinggal
28 Saya suka lingkungan saya
29 Saya berharap saya tinggal di tempat lain
30 Saya senang dengan tetangga saya
31 Saya menyukai diri saya sendiri
32 Saya orang yang baik
33 Ada banyak hal yang dapat saya lakukan dengan baik
34 Hampir semua orang senang dengan saya
35 Saya suka mencoba hal-hal baru
36 Menurut saya, saya terlihat menarik
SKALA 2
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah
sesuai dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang
disediakan dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
- STS = Sangat Tidak Setuju
- TS = Tidak Setuju
- S = Setuju
- SS = Sangat
NO. PERNYATAAN STS TS S SS
1 Paling tidak ada satu orang yang saya kenal yang nasihatnya
sangat saya percayai
2 Sebenarnya tidak ada orang yang bisa memberi saya umpan
balik yang tepat tentang bagaimana saya menangani masalah
3 Ketika saya butuh saran bagaimana menangani masalah
pribadi, ada orang yang bisa saya temui
4 Ada orang yang saya merasa nyaman untuk meminta nasihat
tentang masalah seksual
5
Saya merasa bahwa tidak ada seorang pun yang dapat saya
ajak berbagi tentang kekhawatiran dan ketakutan yang
bersifat paling pribadi
6 Jika krisis keluarga muncul, beberapa teman saya dapat
memberi nasihat yang baik tentang penanganannya
7 Hanya sedikit orang yang saya percayai untuk membantu
menyelesaikan masalah
8 Jika ingin pergi ke bioskop, saya dapat menemukan orang
untuk saya ajak
9 Tidak ada orang yang merayakan ulang tahun saya
10 Ada beberapa orang yang mau menghabiskan waktu
bersama saya
11 Saya jarang diundang untuk melakukan suatu kegiatan
dengan orang lain
12 Jika ingin makan siang, saya mudah menemukan orang
untuk saya ajak
13 Kebanyakan orang yang saya kenal tidak menikmati hal
yang sama seperti yang saya lakukan
14 Ketika saya merasa kesepian, ada beberapa orang yang bisa
saya hubungi dan ajak bicara
15 Saya rutin bertemu atau berbicara dengan anggota keluarga
atau teman
16 Saya merasa bahwa saya terpinggirkan di antara teman-
teman saya
17 Jika ingin pergi berwisata, saya akan kesulitan menemukan
orang untuk diajak
18 Jika saya berselisih dengan orang lain, ada orang yang akan
mendamaikan
19 Jika saya ingin menitipkan suatu barang, ada orang yang
bersedia menjaga barang tersebut
20 Jika saya kesulitan mengerjakan tugas, ada orang yang akan
membantu saya
21 Jika saya berada di suatu tempat dan membutuhkan
jemputan, ada orang yang bersedia menjemput saya
22 Jika saya butuh uang untuk makan siang, ada orang yang
bisa saya pinjami
23 Secara umum, orang lain tidak memiliki banyak
kepercayaan kepada saya
24 Saya memiliki seseorang yang bangga dengan prestasi saya
25 Sebagian besar teman saya lebih berhasil membuat
perubahan dalam hidup mereka daripada saya
26 Kebanyakan orang yang saya kenal berpikir tinggi tentang
saya
27 Sebagian besar teman saya lebih menarik daripada saya
28 Saya kesulitan mengimbangi teman-teman saya
29 Saya pikir teman-teman saya merasa bahwa saya tidak
pandai membantu mereka memecahkan masalah
30 Saya lebih dekat dengan teman-teman saya daripada
kebanyakan orang
31 Saya dapat melakukan hal-hal seperti yang dilakukan
kebanyakan orang
SKALA 3
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah
sesuai dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang
disediakan dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
0 = Tidak Pernah
1 = Sekali
2 = Jarang
3 = Beberapa kali
4 = Sering
NO. PERNYATAAN 0 1 2 3 4
1 Saya berkomentar kasar atau menyakitkan terhadap
seseorang secara online
2 Saya mem-posting foto yang dapat menyakiti seseorang
secara online
3 Saya mem-posting video yang dapat menyakiti seseorang
secara online
4 Saya menyebarkan gosip seseorang secara online
5 Saya mengancam akan melukai seseorang secara online
6 Saya mengancam akan melukai seseorang melalui pesan
teks (chatting)
7 Saya membuat web page (fan page) untuk menyakiti
seseorang
8
Saya menyamar menjadi seseorang di media sosial
kemudian bertindak kasar dengan maksud menyakiti
orang lain
LAMPIRAN 4
Syntax dan Path Diagram
1. Syntax dan Path Diagram Cyberbullying
UJI VALIDITAS KONSTRUK CYBERBULLYING
DA NI=8 NO=255 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8
PM SY FI=CYB.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CYB
FR TD 8 6 TD 7 1 TD 8 7 TD 6 4 TD 7 4 TD 3 1 TD 7 5 TD 5 3
PD
OU TV SS MI
2. Path Diagram Life Satisfaction
a. Syntax dan Path Diagram Family Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK FAMILY SATISFACTION
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7
PM SY FI=FamS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
FamS
FR TD 5 2 TD 7 2
PD OU TV SS MI
b. Syntax dan Path Diagram Friends-Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK FRIENDS-SATISFACTION
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
PM SY FI=FriS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
FriS
FR TD 2 1
PD OU TV SS MI
c. Syntax dan Path Diagram School Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK SCHOOL SATISFACTION
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21
PM SY FI=SchS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SchS
FR TD 6 1 TD 7 2 TD 5 4 TD 7 6 TD 6 2 TD 2 1
PD OU TV SS MI
d. Syntax dan Path Diagram Living Environment Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK LIVING ENVIRONMENT SATISFACTION
DA NI=9 NO=255 MA=PM
LA
ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29
ITEM30
PM SY FI=LES.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
LES
FR TD 8 5 TD 6 2
PD OU TV SS MI
e. Syntax dan Path Diagram Self-Satisfaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF-SATISFACTION
DA NI=6 NO=255 MA=PM
LA
ITEM31 ITEM32 ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36
PM SY FI=SelfS.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SelfS
FR TD 6 4 TD 6 2
PD OU TV SS MI
3. Path Diagram Social Support
a. Syntax dan Path Diagram Appraisal Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK APPRAISAL SUPPORT
DA NI=7 NO=255 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7
PM SY FI=AppS.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
AppS
PD OU TV SS MI
b. Syntax dan Path Diagram Belonging Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK BELONGING SUPPORT
DA NI=10 NO=255 MA=PM
LA
ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16
ITEM17
PM SY FI=BelS.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
BelS
FR TD 9 2 TD 2 1 TD 8 1 TD 10 2 TD 10 9 TD 9 3 TD 9 4
PD OU TV SS MI
c. Syntax dan Path Diagram Tangible Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK TANGIBLE SUPPORT
DA NI=5 NO=255 MA=PM
LA
ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22
PM SY FI=TangS.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
TangS
FR TD 5 2
PD OU TV SS MI
d. Syntax dan Path Diagram Self-Esteem Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF-ESTEEM SUPPORT
DA NI=9 NO=255 MA=PM
LA
ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30
ITEM31
PM SY FI=SES.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY AD=OFF ME=UL
LK
SES
FR TD 9 8 TD 4 2 TD 7 4 TD 6 1 TD 5 3 TD 5 4 TD 4 1
PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 5
Output Analisis Regresi
1. Model Summary
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,312a ,098 ,064 8,43280 ,098 2,942 9 245 ,002
a. Predictors: (Constant), SES, AppS, SchS, FriS, LES, BelS, TangS, SelfS, FamS
2. ANOVA
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 1882,677 9 209,186 2,942 ,002
Residual 17422,462 245 71,112
Total 19305,138 254
a. Dependent Variable: CYB
b. Predictors: (Constant), SES, AppS, SchS, FriS, LES, BelS, TangS, SelfS, FamS
3. Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Std. Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1
(Constant) 29,509 6,435 4,586 ,000
FamS ,011 ,101 ,012 ,111 ,912
FriS -,020 ,068 -,020 -,299 ,765
SchS -,057 ,067 -,055 -,841 ,401
LES ,168 ,077 ,155 2,174 ,031
SelfS -,181 ,072 -,183 -2,514 ,013
AppS ,313 ,093 ,212 3,349 ,001
BelS ,009 ,080 ,008 ,114 ,910
TangS ,007 ,076 ,006 ,089 ,929
SES ,160 ,119 ,142 1,349 ,179
a. Dependent Variable: Cyberbullying
4. Model Summary Proporsi Varian Independent Variable
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,142a ,020 ,016 8,64730 ,020 5,174 1 253 ,024
2 ,144b ,021 ,013 8,66113 ,001 ,192 1 252 ,661
3 ,152c ,023 ,011 8,66804 ,002 ,598 1 251 ,440
4 ,187d ,035 ,020 8,63171 ,012 3,117 1 250 ,079
5 ,219e ,048 ,029 8,59194 ,013 3,319 1 249 ,070
6 ,300f ,090 ,068 8,41651 ,042 11,488 1 248 ,001
7 ,300g ,090 ,064 8,43281 ,000 ,042 1 247 ,837
8 ,301h ,091 ,061 8,44683 ,001 ,181 1 246 ,671
9 ,312i ,098 ,064 8,43280 ,007 1,819 1 245 ,179
a. Predictors: (Constant), FamS
b. Predictors: (Constant), FamS, FriS
c. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS
d. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES
e. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS
f. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS
g. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS, BelS
h. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS, BelS, TangS
i. Predictors: (Constant), FamS, FriS, SchS, LES, SelfS, AppS, BelS, TangS, SES