146
i SOEGIJAPRANATA : MENGABDI GEREJA DAN NEGARA 1940-1949 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: YULITA HETY SUJAYA NIM: 111314018 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · 2015. 12. 15. · 夢〕rs. ‐ 17 奮 3じ与akti^卜{ ギご 砂=s.A`K. 「色雲yttlto.M.M V gyala誓 3,2拿〔ひk:舎暮cr 2争15

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    SOEGIJAPRANATA :

    MENGABDI GEREJA DAN NEGARA

    1940-1949

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Sejarah

    Oleh:

    YULITA HETY SUJAYA

    NIM: 111314018

    PR O GR A M ST U DI PE N DI DI KA N SEJ A R AH

    J U R US AN PEN DID I KA N IL MU PEN GET AH U A N S OS IAL

    FA KU L TA S KE GU R U A N D AN IL MU PE ND I DI KA N

    U N I VE RSIT AS SAN A TA DH AR MA

    Y O GY A KAR TA

    2 01 5

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ■|||||| ==|||||||||1品轟 識 1轟轟 1黒mOARA

    T毎軸蒙;21‐鞭 1201,

    1111“1崚:“:'1崚:縄菫|:

    11テ11111:IFII::11

    毎 1絲・1姜 :軍|

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • S◎EGttJAPnANATA:

    MENGABDl GEttJA DAN NECARA

    重94⑬“1949

    SttPSI

    E)ipcrsiapkatt dan dituiis olcL:

    Yttliξ襲菫ett S電 対/裁

    :く natitil弓 odこ重3vI象 :崚 |.S`P墓 ,.]√:.S:

    .ltr會摯ia ot,lpinl_卜 i.Pa.

    Kc犠

    Scbctaris

    懸 ggota

    巌 g3ota

    Anggota

    ひr, へnto垂 ]ia繰 ,、,重り,■ 4 :1撃「:l

    夢〕rs. ‐17 奮 3じ与akti^卜{ ギご

    砂=s.A`K.■「色雲yttlto.M.M

    V● gyala誓■3,2拿 〔ひk:舎暮cr 2争 15

    Tttda Tang雄

    Fakull路sI(cg羹祖 dan llttu Pendittkan

    Uttivttsitas SanatalDLtta

    R(地こIldi.Ph O

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ⅡALAPIAN PERSEⅣIBAⅡAN

    Sebagai ungkapan kasih,skripsi ini saya pcrsembahkan terLltalna kcpada:

    O Kedua orang tta saya,Ayahanda Walterius Jcma'un dan lbu Maria Dilut

    ● Saudara― saudaraku:lⅥclania Anita Jelita,Hendikus NIlasur, ⅣIaria CoHallla

    Sulnami,dan Willy Brodus Haruln

    iV

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    MOTTO

    Jika tangan tidak menggerakkan tongkat, tongkat tidak akan

    menggerakkan apa pun (Thomas Aquinas)

    “Cogito ergo sum” Saya berpikir, maka saya ada (Rene Descartes)

    Ketika kita berpikir, kita sudah berbuat, Tuhan benar-benar berbuat

    untuk kita (Nicolas Malebranche)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PERNttZATAAN KEASLIAN KARYA

    Sa3'a menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

    tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

    dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana la-vaknya karya ilmiah.

    取″ogyakana,28(3ktoし cr 2015

    tllita llcty S可等a

    Vi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEⅣIBAR PERNYATAAN PERSETIT」 lJAN

    PllBLIKASI KARYA ILⅣ IIAH UNTUK KEPENTINGAN AKA.DEⅣ IIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasisu.a [Jniversitas Sanata Dharma

    : Yuiita l{ety Suiaya

    NomorMahasis*'a : 111314018

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakat

    tlniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang be{udul:

    SOECIJAPRANATA:

    ⅣIENGABDI GEREJA DAN NEGARA

    1940‐ 1949

    SttIPSI

    Besena pcFangkat yang dipcrlukall(bila ada),dCngan dcmikian saya llncmbcrik鑢

    kepada perpusttan Univcrsitas Sanata Dhaxllla hak unt■ lk lllettyilnpan,

    mengalihkannya dalanl belltuk l■ cdia lain,mengelolanya dalarll belltuk pangkalall

    data, mendistnbusikannya secara tcFbataS, dan mempublikasikannya di intemet

    atau llledia lain untuk kcpentingan akadcmis tanpa pcrlu meminta izin dari saya

    mauptlll rncmbe貢 kan royalti kcpada saya sclama tetap mencantu■まan nallla saya

    scbagai pcnulis.Dcmikian pcmyttaall illi yang,管 alり,a10cngall scb9nattya.

    Dibuat di Yogyakarta

    Pada tan3gal,28(Dktober 2015

    Yulita Hety

    VI:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    ABSTRAK

    SOEGIJAPRANATA:

    MENGABDI GEREJA DAN NEGARA

    1940-1949

    Oleh:

    Yulita Hety Sujaya

    Universitas Sanata Dharma

    2015

    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga

    permasalahan pokok, yaitu: (1) latar belakang Soegijapranata mengabdi Gereja

    dan negara; (2) prakarsa dan langkah-langkah Soegijapranata mengabdi Gereja;

    (3) prakarsa dan langkah-langkah Soegijapranata mengabdi negara.

    Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan

    tahapan: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verfikasi, interpretasi, dan

    historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosial dan

    pendekatan politik dengan model penulisannya bersifat deskriptif analitis.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Latar belakang keluarga yang

    dimiliki oleh Soegijapranata memberikan andil bagi penumbuhan sikap untuk

    hormat dan kasih hal inilah yang telah memperkaya Soegijapranata sebagai

    seorang pribadi yang sopan santun, lincah bergerak, mudah bergaul, sekaligus

    memiliki kenakalan dan kekritisan tertentu. Selain itu aspek lain yang dirasakan

    membentuk dirinya sebagai pribadi yakni pendidikan di Muntilan, sehingga

    semangat kekatolikan yang ditanam dan menjiwai Soegija tidak dipisahkan dari

    akar kejawaan dan masa remaja yang tengah dialami. (2) Usaha-usaha yang

    dilakukan Soegijapranata dalam memikirkan nasib masyarakat Indonesia tidak

    hanya berefek lokal saja, namun juga berefek nasional sehingga dapat dirasakan

    oleh orang di luar wilayah Vikariat Apostolik Semarang dan juga yang non-

    Katolik.(3) Sikap yang mendasari perjuangan Soegijapranata dengan semangat

    nasionalisme untuk turut memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia

    melalui pemikiran serta karya-karyanya di tengah umat Katolik mampu

    menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang terjadi di Indonesia.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ABSTRACTSOEGIJAPRANATA:

    SERVING CⅡURCⅡ AND STATE1940¨ 1949

    BY:Yulita Hcty Sttaya

    Sanata Dharlna l」 niversity

    2015

    This study aims to describe and atalyze three key issues, namely: (1)Soegijapranata's background to serve Church and state; (2) His fundamental ideaand strategies to serve the Church; (3) His fundamental idea and strategies toserve the country.

    This research used historical factual research method that includes the fivestages, namely choosing the topic, collecting the sources, verification,interpretation, and histography. The approach used is social and politicalapproach. The results were completed using descriptive analytic report.

    These results of this research showed that (1) the family background ofSoegijapranata contributed to his basic characters; respect and love, whichenriched his dispositions as to become decent, active, easy-going as well assome certain delinquency aird wit. Having received private education in Muntilan,the spirit of Catholicism rvere planted and animated in Soegija. (2) Soegija'srecpect for the whole courrtry affected people outside the territory of the ApostolicVicariate of Semarang and also the non-Catholics. (3) The attitude that underliesthe struggles of Soegijapranata with the spirit of nationalism in fighting for theindependence of Indonesia through the thought and works in the middle of theCatholics were abie to solve various problems that occured in Indonesia.

    IX

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya

    yang melimpah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

    berjudul “Soegijapranata Mengabdi Gereja dan Negara 1940-1949”. Skripsi ini

    disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di

    Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan

    Ilmu Pendidikan Sosial, Program Pendidikan Sejarah.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

    dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

    ucapan terimakasih kepada:

    1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang

    memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,

    3. Dr. Anton Haryono, M. Hum selaku dosen pembimbing yang telah sabar

    membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta

    masukan selama penyusunan skripsi.

    4. Drs. B. Musidi, M. Pd. Selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah

    membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan kepada

    penulis selama proses studi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    5. Seluruh dosen dan sekretariat program studi pendidikan sejarah yang telah

    memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di

    Universitas Sanata Dharma.

    6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Walterius Jema’un dan Ibu Maria

    Dilut yang telah menghabiskan banyak biaya dan tenaga untuk

    mendukung saya dalam menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.

    7. Kakak Melania Anita Jelita, Hendikus Masur, Coriana Sumarni, dan Willy

    Brodus Harum yang telah memberikan banyak batuan baik berupa

    material maupun moril sepanjang saya mengenyam pendidikan di priodi

    Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma.

    8. Bapak Jeremias Lemek S.H. dan Bapak Ben Galus S.H yang telah

    memberikan bantuan baik berupa material maupun moril sehingga penulis

    dapat menyelesaikan studi di Univesitas Sanata Dharma.

    9. Sahabat-sahabat saya, Suci Budiati, Ening Mawarniati, Veronika, Nona

    Grace, Bernadeta Yulia, Marlinda Dwi Ratnani, Ririn Nabiada, Erin

    Tamatur, Deslin Tokan, Meta Rambung, Yati Darma, Risman Salo,

    Primaden, Ema, dan Mbak Marta yang telah memberikan dukungan,

    bantuan, serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi.

    10. Teman-teman Alumni SMA Fransiskus Xaverius Ruteng, Atno, Deni, Van

    Apri, Rivan yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam

    menyelesaikan skripsi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11.Tclll狙 ―tClllan scpcttuangall di Pendidikan Saartt allま 滋an 201l ymg

    telah lncrllberikan dukungalt,bantuani selta inspirasi dal〔 un lncnyclesaikan

    skripsi.

    12.Kekasih saya, Epiibnius Solantt yang tclah mcmbcrikan dukungan dan

    inspirasi dalarll pellytlsunan dan rnenyclesaikan sk五 psi ini.

    13.Kよa宙ngkat/alumnus Pcndidikan Seiarall,Mas Angga,Mas Noval,Ka

    Bona,Ka Rit,Ka Nina

    14.Tcman―tcman H.IIPS yang telah rnernbcrikan dukllngan dan inspirasi

    dalam pcnyusunan dan mcnyclcsaikan skripsiini.

    15.Selllua pihak yang tidak dapat pcnulis scbutkan satu pcrsattl, yang telそ 通1

    mcmbantu dalaln proses pcnulisan skripsi ini hingga tcrsclcsaikan

    Pemllis menyadan bahwa penclitiall ini masih iaull dari sempurlltt oleh

    karena ittl dcngan rendah hati pcnulis menerima bcrbagai nlactt k五 tik dan sttan

    yang bcrsi食it mcmbangun darl scrllua pihak. Scmoga pcnulisan sttpsi ini d4pat

    mcmberikan manttt bagi ptta pihak yang lncmbuむ盛hkan.

    Yogyakarta. 28 Oktober 2015

    Sujaya

    輛嶋彎¨

    X‖

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv

    HALAMAN MOTTO ................................................................................. v

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................. vi

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... vii

    ABSTRAK ................................................................................................... viii

    ABSTRACT ................................................................................................. ix

    KATA PENGANTAR ................................................................................. x

    DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    A. Latar Belakang .................................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6

    C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 7

    D. Manfaat Penulisan ............................................................................. 8

    E. Tinjuan Kepustakaan ......................................................................... 9

    F. Landasan Teori .................................................................................. 12

    G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan ............................................. 24

    H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 28

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    BAB II LATAR BELAKANG SOEGIJAPRANATA MENGABDI

    GEREJA DAN NEGARA

    A. Masa Kecil Soegijapranata .......................................................... 29

    B. Soegijapranata Sekolah di Muntilan ........................................... 32

    C. Soegijapranata Masuk Serikat Jesuit ........................................... 39

    D. Soegijapranata Menjadi Imam .................................................... 44

    E. Soegijapranat Sebagai Vikaris Apostolik Semarang ................... 46

    BAB III SOEGIJAPRANATA MENGABDI GEREJA

    A. Mengatasi Persoalan-Persoalan Gereja ...................................... 50

    1. Berdiplomasi dengan Pihak Penguasa Jepang ...................... 51

    2. Menetapkan Penggunaan Bahasa Latin

    dan Bahasa Indonesia ............................................................ 54

    3. Mempertahakan Fasilitas Misi .............................................. 55

    4. Penguatan Kebutuhan Jasmani dan Rohani Para Misionaris di

    Kamp Internir ........................................................................ 58

    5. Memperbaiki Keuangan Misi ............................................... 61

    6. Mempertahankan Posisi Gereja ............................................. 64

    B. Tugas Penggembalaan ................................................................ 66

    1. Pelayanan Sakramental .......................................................... 66

    2. Memberikan Katakese ........................................................... 68

    3. Mendidik Calon Imam ........................................................... 69

    4. Memberikan Bimbingan bagi Keluarga Katolik ................... 71

    5. Membina Organisasi atau Perkumpulan ................................ 73

    C. Pembinaan Imam Bumiputra ...................................................... 74

    BAB IV SOEGIJAPRANATA MENGABDI NEGARA

    A. Terlibat dalam Revolusi Nasional ............................................... 80

    B. Menolong Rakyat Miskin ............................................................ 89

    C. Menginspirasi Orang Katolik ...................................................... 94

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 101

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 104

    LAMPIRAN .................................................................................................. 107

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kemunculan seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakatnya tidak

    terjadi begitu saja. Untuk itu, diperlukan berbagai persyaratan yang seharusnya

    terdapat di dalam diri seseorang yang akan menjadi pemimpin, antara lain ialah

    kejujuran dan keberanian moral. Hal itu berkaitan dengan berbagai hal lain,

    seperti kesungguhan yang meyakinkan, kesadaran yang dalam atas prinsip,

    keterusterangan dan tekad. Juga tidaklah dapat dilupakan bahwa seorang

    pemimpin seharusnya seseorang yang cerdas, yang mampu memperhitungkan

    berbagai kejadiaan yang sedang dihadapi dengan kecerdasan itu.

    Keterangan di atas dimaksudkan untuk mengawali uraian-uraian selanjutnya

    yang berkaitan dengan biografi seorang pahlawan nasional, Soegijapranata, yang

    sekaligus adalah putra Indonesia pertama yang diangkat oleh Paus, pemimpin

    tertinggi Gereja Katolik Roma, sebagai Vikaris Apostolik,1 dengan gelar Uskup.

    Pengangkatannya terjadi pada tahun 1940 dan dimaksudkan untuk memimpin

    sebuah Vikariat Apostolik baru, yakni Vikariat Apostolik Semarang, pecahan dari

    1Vikariat Apostolik adalah bentuk otoritas untuk suatu kawasan dalam Gereja Katolik Roma yang

    dibentuk dalam wilayah misi dan di negara yang belum memiliki keuskupan. Biasanya status suatu

    wilayah dalam Vikariat Apostolik bersifat sementara, walaupun tetap saja dapat berlangsung

    hingga lebih dari seabad, hingga wilayah misi itu sudah berkembang, memiliki pertumbuhan umat

    yang cukup dan bisa memenuhi syarat untuk menjadi keuskupan yang mandiri.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Vikariat Apostolik Batavia.2 Penunjukan ini terkesan sangat istimewa karena

    bukan saja Soegijapranata seorang pribumi pertama yang diangkat sebagai Uskup

    tetapi juga seorang nasionalis tulen. Hal inilah dalam perjalanannya kemudian,

    Soegijapranata banyak mewarnai perjalanan Gereja Katolik di Indonesia,

    mempunyai pijakan yang jelas dalam kehidupan sosial politik berbangsa dan

    bernegara.

    Pada tahun 1940, Indonesia masih berada di bawah kolonialisme Belanda.

    Unsur-unsur Belanda (Eropa) pada Gereja Katolik yang telah terbangun masih

    kuat. Akan tetapi, pada waktu itu Paus mempercayakan kepemimpinan Vikariat

    Apostolik baru itu justru kepada putera asli Indonesia, bukan kepada salah

    seorang misionaris Belanda seniornya yang telah turut memformasi dirinya.

    Selaku Uskup baru, Soegijapranata kala itu tidak hanya bertugas

    menggembalakan umat Katolik pribumi, tetapi juga orang-orang Katolik

    kebangsaan Eropa yang tinggal di Vikariat Apostolik Semarang.

    Peristiwa tahun 1940 semakin monumental bila diingat bahwa dulu

    Soegijapranata kecil dikirim oleh orang tuanya ke Kolose Xaverius Muntilan

    semata-mata untuk sekolah, bukan untuk menjadi orang Katolik. Karena tidak

    ingin menjadi Katolik, tentu pada masa-masa awal di Muntilan tidak terlintas di

    benak pikirannya untuk menjadi imam/biarawan Katolik. Akan tetapi, sejarah

    yang sarat dengan interaksi sosial dan kultural yang sedemikian dinamis

    menentukan lain. Soegijapranata tidak hanya berhasil menyelesaikan sekolah

    yang diimpikannya, tetapi lebih dari itu, ia menemukan jalan hidup baru. Pada

    2Majalah Praba,Penyuluhan Agama Katolik Mitra Gereja dengan Negara, Yogyakarta: 2012, hlm.

    36.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    jalan baru ini pun Soegijapranata tidak hanya menemukan agama baru, menjadi

    orang Katolik, tetapi juga terpanggil untuk masuk/bergabung dalam suatu

    komunitas biara, menjadi biarawan Yesuit, dan berhasil menjalani tahbisan

    imamat pada tahun 1931. Hanya selang Sembilan tahun dari saat tahbisan

    imamatnya, Soegijapranata telah dipercaya oleh Paus untuk memimpin sebuah

    Vikariat (keuskupan) baru.3

    Sebagai imam Katolik, dan kemudian menjadi Uskup, tugas utama

    Soegijapranata adalah menggembalakan umat Katolik. Meskipun demikian, dalam

    lintasan sejarahnya kiprah kekaryaan Soegijapranata tidak hanya berdimensi

    kegerejaan (kekatolikan) tetapi juga sarat dengan dimensi kebangsaan

    (keindonesiaan). Dimensi kebangsaan ini sudah tampak ketika ia memutuskan

    menjadi imam. Konon, ia tidak menemukan profesi lain yang lebih

    memungkinkan bagi dirinya untuk memuliakan Tuhan dan sekaligus untuk

    mengabdi bangsa Indonesia selain menjadi imam.4

    Dimensi kebangsaan Soegijapranata ini tidak pernah kendur dan terus

    menguat. Hal ini antara lain tampak pada keterlibatannya dalam mengembangkan

    majalah Katolik berbahasa Jawa, Swaratama, yang tidak pernah berhenti

    menyuarakan aspirasi-aspirasi kebangsaan, dan intruksinya pada awal

    kemerdekaan kepada umat Katolik Jawa (Indonesia) gembalaannya untuk terlibat

    aktif dalam revolusi nasional, yang secara simbolik ia sendiri berusaha

    3Budi Subanar, Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2012,

    hlm. 2. 4Ibid.,hlm. 3.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    mewujudkan dengan memindahkan kantor kevikariatannya dari Semarang ke

    Yogyakarta seiring dengan kepindahan pemerintah RI ke kota perjuangan itu.5

    Bagi Soegijapranata, kekatolikan harus diwujud nyatakan dalam kehidupan

    sehari-hari dalam suatu interaksi kebangsaan. Orang Katolik Indonesia harus

    berguna tidak hanya bagi Gerejanya, tetapi juga bagi bangsa dan negaranya.

    Bahkan, orang Katolik baru berguna bagi Gerejanya bila berguna bagi bangsa dan

    negaranya. Mereka harus memiliki keberanian yang tangguh untuk turut mengisi

    kemerdekaan yang telah berhasil diperjuangkan oleh bangsa Indonesia.

    Terutama bagi umat Katolik, nama Soegijapranata bukan sekedar nama

    yang tidak asing, tetapi nama besar yang senantiasa dikenang karena keteguhan

    dan konsistensi prakarsanya dalam mengintegrasikan praktik kekatolikan dengan

    paham kebangsaan yang harus dijalani/dihidupi oleh umat Katolik Indonesia.6

    Sebagaimana diketahui, Soegijapranata telah diangkat oleh Presiden sebagai

    salah seorang pahlawan nasional. Hal itu merupakan perwujudan dari pengakuan

    akan "ada dan besarnya" jasa beliau kepada bangsa Indonesia selama hidupnya.

    Pengakuan atas jasa-jasa yang seperti diperoleh Soegijapranta merupakan

    kebiasaan dengan melalui penyaringan berdasarkan atas ketentuan-ketentuan

    yang telah ditetapkan oleh pemerintah.7 Dengan demikian penghargaan semacam

    itu tidaklah diberikan kepada setiap pemimpin dan atau kepada setiap orang besar.

    Tidak semua pemimpin mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang

    ditentukan. Pribadi Soegijapranata cukup dapat memancing perhatian karena liku-

    liku hidupnya memang menarik. Kegiatannya sejak memasuki sekolah guru di

    5Ibid., hlm. 2-3.

    6Ibid., hlm. 3-4.

    7Anhar Gonggong, MGR AlbertusSoegijapranata, Jakarta: PT Grasindo, 1943,hlm. 2-3.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    bawah bimbingan pastor F. Van Lith, S.J. sudah menunjukkan keuletannya tetapi

    sekaligus juga keterbukaan dan keterusterangan di dalam mengemukakan

    pandangan. Juga setelah menduduki bangku pendidikan imam (pastor) dalam

    Gereja Katolik, Ia menunjukkan minatnya yang sangat besar, tidak hanya yang

    menyangkut pada agama Katolik yang dianutnya akan tetapi juga masalah

    pendidikan, budaya, dan seni.

    Dalam pandangan Soegijapranata, nasionalisme bukanlah melulu suatu

    kesadaran berbangsa, bukan pula ideologi yang menanamkan cinta tanah air

    belaka, tetapi di dalam nasionalisme terdapat pula nilai-nilai transendental dan

    keterarahan pada hidup abadi. Sikap rendah hati, serta pengakuan penuh syukur

    dan hormat terhadap tatanan manusiawi dan adikodrati ataupun terhadap keadaan

    dimana penyelenggara ilahi telah melengkapi manusia dengan cakrawala akan

    hidup abadi merupakan bagian integral dari nasionalisme.8

    Soegijapranata merupakan salah satu contoh pribadi yang mampu

    mengintegrasikan hidup menggereja dan bernegara dalam dirinya. Sebagai

    pemimpin Gereja, Soegijapranata berkewajiban menjaga dan membela segala

    kepentingan Gereja Katolik Indonesia ditengah situasi yang membatasi gerak

    agama Katolik di Indonesia pada masa pendudukan Jepang dan revolusi nasional.

    Sebagai warga negara, Ia juga berperan serta dalam usaha perjuangan Indonesia.

    Usaha dan semangat Soegijapranata menginspirasi banyak pihak untuk berperan

    aktif dalam hidup berbangsa dan bernegara kini.

    8Budi Subanar, Op.,Cit.. hlm. 8-9.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    Usaha-usaha Soegijapranata juga menginspirasi penulis, sebagai mahasiswa

    pendidikan sejarah sekaligus sebagai calon guru sejarah, untuk melihat kembali

    apa yang melatarbelakangi munculnya semangat kebangsaan itu di dalam diri

    Soegijapranata. Semangat dan pemikirannya menjadi sumber inspirasi dalam

    kehidupan berbangsa dan bernegara. Jiwanya selalu hidup diantara kita dan

    mampu menciptakan sosok pemimpin yang tegas, adil, jujur dan selalu

    menjunjung pluralitas. Penulis berusaha melihat usaha Soegijapranata dalam

    membangun Gereja Katolik Indonesia dan mengabdi Indonesia pada masa

    kepemimpinannya sebagai vikaris apostolik dimasa pendudukan Jepang dan

    revolusi nasional.

    B. Rumusan Masalah

    Dalam penulisan skripsi yang akan mengambil skup temporal 1940-

    1949,penulis akan memfokuskan pada tiga permasalahan:

    1. Bagaimana latar belakang Soegijapranata mengabdi Gereja dan negara?

    2. Bagaimana prakarsa dan langkah-langkah Soegijapranata mengabdi

    Gereja?

    3. Bagaimana prakarsa dan langkah-langkah Soegijapranata mengabdi

    negara?

    Pada permasalahan pertama akan dibahas antara lain tentang

    Soegijapranata: Masa Kecil hingga menjadi Vikaris Apostolik Semarang.

    Pada permasalahan kedua akan dibahas antara lain: Mengatasi persoalan-

    persoalan Gereja, tugas penggembalaan, pembinaan imam bumiputra.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    Pembahasan tentang Mengatasi persoalan-persoalan Gereja meliputi:

    Berdiplomasi dengan pihak penguasa Jepang, menetapkan penggunaan bahasa

    Latin dan bahasa Indonesia, mempertahankan fasilitas misi, pembebasan

    misionaris dari kam internir, memperbaiki keuangan misi, mempertahankan posisi

    Gereja. Pembahasan tentang tugas penggembalaan meliputi: Pelayanan

    Sakramental, memberikan katakese, mendidik calon imam, memberikan

    bimbingan bagi keluarga Katolik, membina organisasi atau perkumpulan.

    Pembahasan tentang pembinaan imam bumiputra.

    Pada permasalahan ketiga akan dibahas antara lain: Terlibat dalam revolusi

    nasional, menolong rakyat miskin, menginspirasi orang Katolik.

    Yang dimaksud Gereja pada permasalahan di atas adalah Gereja Katolik di

    Indonesia khususnya Vikariat Apostolik Semarang. Sementara itu negara yang di

    maksud adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    C. Tujuan Penulisan

    Sesuai dengan masalah yang dikemukan maka tujuan yang hendak dicapai

    dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

    1. Mendeskripsikan latar belakang Soegijapranata mengabdi gereja dan negara.

    2. Mengidentifikasi prakarsa dan langkah-langkah Soegijapranata mengabdi

    gereja.

    3. Mengidentifikasi prakarsa dan langkah-langkah Soegijapranata mengabdi

    negara.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    D. Manfaat Penulisan

    Manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagi penulis

    a. Penulisan ini bermanfaat sebagai bekal calon guru sejarah.

    b. Menambah wawasan penulis untuk mengetahui sejarah perjuangan

    Soegijapranata sebagai Uskup pribumi pertama Indonesia sekaligus pahlawan

    nasional.

    c. Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh

    2. Bagi Universitas Sanata Dharma

    Kiranya penulisan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber refrensi bagi para

    mahasiswa. Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk contoh dalam penulisan

    skripsi bagi mahasiswa berikutnya.

    3. Bagi masyarakat umum

    Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi baru kepada

    masyarakat tentang perjuangan Soegijapranata selama masa penjajahan Jepang

    dan revolusi nasional. Selain itu masyarakat dapat mengetahui bagaimana

    semangat Soegijapranata yang menjadi panutan bagi Gereja dan Negara di

    Indonesia.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    E. Tinjauan Pustaka

    Penelitian ini disusun dengan menggunakan sumber buku. Buku-buku

    pokok yang menunjang dalam penulisan skripsi ini antara lain:

    Buku karya G. Budi Subanar SJ yang berjudul: Soegija, Si Anak Betlehem

    Van Java9, Kilasan Kisah Soegijapranata

    10, Menuju Gereja Mandiri Sejarah

    Keuskupan Agung Semarang Di bawah Dua Uskup (1940-1981)11

    , Soegija

    Catatan Harian Seorang Pejuang Kemanusian12

    . Buku Soegija, Si Anak Betlehem

    Van Java menceritakan tentang perjalanan Soegijapranata dari masa kanak-kanak

    hingga berperan sebagai Vikaris Apostolik Semarang. Soegijapranata menemukan

    inti terdalam dari identitas dirinya sebagai orang Jawa yang mengalami

    perjumpaan dengan kekristenan yang kemudian mewujudkan cita-citanya sebagai

    imam untuk dapat mengabdi kepada bangsanya dan kepada Tuhan. Identitas itulah

    yang menjadi fondasi dasar bagi proses perjalanan hidup seterusnya. Buku ini,

    tidak hanya menampilkan surat dan tulisan Mgr. Soegijapranata, namun juga

    perjalanan hidupnya.

    Buku Kilasan Kisah Soegijapranata berisi tentang kiprah kekaryaan

    Soegijapranata yang sarat dengan dimensi kebangsaan (keindonesiaan), tidak

    hanya berdimensi kegerejaan (kekatolikan). Menurut buku ini, dimensi

    kebangsaan sudah tampak ketika ia memutuskan untuk menjadi imam.Konon, ia

    9Budi Subanar, Soegija Si Anak Betlehem Van Java, Yogyakarta: Kanisius 2013.

    10 Budi Subanar, Kilasan Kisah Soegijapranata, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2012.

    11Budi Subanar, Menuju Gereja Mandiri Sejarah Keuskupan Agung Semarang di bawah Dua

    Uskup ( 1940-1981),Yogyakarata: Universitas Sanata Dharma, 2005. 12

    Budi Subanar, Soegija Catatan Harian Pejuang Kemanusian, Yogyakarta: Galang Press, 2012.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    tidak menemukan profesi lain yang lebih memungkinkan bagi dirinya untuk

    memuliakan Tuhan dan sekaligus untuk mengabdi bangsa.

    Buku Menuju Gereja Mandiri Sejarah Keuskupan Agung Semarang Di

    bawah Dua Uskup (1940-1981) berisi tentang situasi sosial budaya masyarakat

    dan Gereja di Vikariat Apostolik Semarang pada masa pendudukan Jepang dan

    revolusi nasional. Dalam buku ini juga dibahas tentang keterlibatan

    Soegijapranata dalam mengatasi masalah di Vikariatnya pada masa pendudukan

    Jepang serta peran beliau dalam revolusi nasional. Selain itu, buku ini juga

    menceritakan Soegijapranata aktif dalam tugas penggembalaan seperti pelayanan

    sakramen, katekese, pendidikan keluarga, dan organisasi atau perkumpulan.

    Selain itu, buku yang berjudul Soegija Catatan Harian Seorang Pejuang

    Kemanusian berisi tentang berbagai kegiatan pemerintahan gerejawi dalam

    pengungsian diYogyakarta. Terdapat sejumlah peristiwa menarik di dalamnya

    antara lain:

    a. Soegijapranata yang mengucapkan pidato gencatan senjata setelah pesawat

    Indonesia ditembak jatuh Belanda di Maguwo, 27 Juli 1947, sehingga

    menewaskan Adisucipto dan Abdulrahman Saleh, dua pahlawan nasional dari

    Angkatan Udara.

    b. Soegijapranata yang mencatat secara detail suasana 19 Desember 1948, saat

    Belanda menyerbu Yogyakarta yang pada waktu itu merupakan pusat

    pemerintahan RI.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    c. Kumpulan surat-surat kegembalaan Soegijapranata dari tahun-ketahun,

    naskah-naskah pidato Soegijapranata yang disampaikan di dalam berbagai

    kesempatan.

    d. Menjelaskan sejumlah hal, antara lain sejarah asal mula ungkapan

    Soegijapranata “100% Katolik dan 100% Indonesia”, hubungan

    Soegijapranata dengan Presiden Soekarno, hubungan Soegijapranata, dengan

    Sri Sultan Hamengkubuwono IX, serta berbagai hubungan lain: dengan kaum

    awam, dengan anggota-anggota religius.

    Buku Karangan Anhar Goggong yang berjudul Mgr. Albertus

    Soegijapranata, SJ. Antara Gereja dan Negara13

    berisi tentang kepribadian

    Soegijapranata, memberikan latar belakang historis yang terjadi di sekitar masa

    episkopat Soegijapranta, baik di dalam kerangka sejarah pergerakan Indonesia,

    maupun dalam sejarah dunia secara mondial terlebih-lebih masa Perang Dunia

    dan Perang Pasifik di Asia. Selin itu, Buku ini juga menceritakan rintangan yang

    dialami Soegijapranata, baik rintangan yang bersumber dari dalam diri sendiri

    maupun dari luar pada masa pendudukan Jepang dan revolusi nasional.

    Buku lain yang mirip dengan kisah pribadi Soegijapranata dari kecil hingga

    dewasa adalah karya F.X Heryatno Wono Wulung SJ yang berjudul Rohani,

    Menyongsong Tahun Vatikan14

    . Buku ini juga membahas tentang perjuangan

    Soegijapranata dalam membela rakyat miskin dan menderita serta keterlibatan

    Gereja di tengah hidup masyarakat, dan bagimana Gereja dapat ambil bagian

    secara nyata di dalam meningkatkan kesejateraan umum.

    13

    AnharGonggong, MGR AlbertusSoegijapranata, Jakarta: PT Grasindo, 1943. 14

    Heryatno Wono Wulung, Rohani Menyonsong 25 Tahun Vatikan II, Yogyakarta: Kanisius, 1989.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    Buku karya Sr. Henricia Moeryantini, CB yang berjudul: Mgr. Albertus

    Soegijapranata SJ15

    menjelaskan kaitan antara Soegijapranata dengan pembinaan

    hidup keagamaan umat seperti pembinaan klerus dan kehidupan membiara

    pribumi, pembinaan rohani umat di Vikariatnya. Di dalam buku ini juga

    diceritakan tentang Soegijapranata dengan kehidupan sosial, ekonomi, seperti

    pembinaan ekonomi organisasi-organisasi sosial serta menyadarkan masyarakat

    mengenai hakekat manusia sebagai makhluk sosial, mengatasi beberapa

    persoalan khusus dalam kehidupan ekonomi keluarga atau ekonomi rumah tangga,

    Selain itu, buku ini juga menceritakan tentang usaha Soegijapranata dalam

    menanggapi persoalan pendidikan, serta kaitan antara Soegijapranata dengan

    politik .

    F. Landasan Teori

    1. Gereja

    Yang dimaksud Gereja pada landasan teori ini adalah Gereja Katolik.

    Kata “Gereja” berasal dari kata Portugis igreya, yang jika mengingat akan cara

    pemakaiannya sekarang ini, adalah terjemahan dari kata Yunani kyriake, yang

    berarti menjadi milik Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan milik Tuhan adalah

    orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Jadi

    yang dimaksud dengan Gereja adalah persekutuan para orang beriman.16

    Yang dimaksud dengan Gereja sebagai persekutuan adalah Gereja orang-

    orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis (Umat Beriman Kristiani).

    15

    Henrica Moer Yantini CB, Mgr. Albertus Soegijapranata S.J, Ende Flores: Nusa Indah, 1975. 16

    Konferensi Wali Gereja Katolik, Iman Katolik ,Yogyakarta: Kanisius, 1996, hlm. 332.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    Sementara itu, persekutuan dapat diartikan sebagai sebuah situasi akrab dan

    bersahabat dalam sebuah ikatan tertentu. Jadi, Gereja sebagai persekutuan artinya

    orang-orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis yang terikat dan

    berinteraksi satu sama lain dalam ikatan kasih Kristus.

    Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyebutkan

    persekutuan para orang beriman adalah ekklesia, yang berarti rapat atau

    perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul.

    Mereka berkumpul karena dipanggil atau dikumpulkan. Yang disebut anak Allah

    pertama-tama adalah seluruh persekutuan orang beriman.17

    Jadi sebagai

    persekutuan orang beriman Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri

    melainkan untuk dunia. Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-

    orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita,

    merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan dari murid-murid

    Yesus (Gereja). Singkatnya, Gereja hendaknya menjadi sakramen keselamatan

    bagi dunia. Berikut ini akan dijelaskan mengenai Gereja Katolik dan perananan

    Gereja dalam Gerakan pembebasan.

    a. Gereja Katolik

    Katolik berarti universal, seperti Allah juga universal. Katolik berarti:

    Mengakui dan menghargai seluruh umat manusia sebagai ciptaan Allah, yang

    terpanggil kepada kehidupan abadi bersama Allah, sesudah kebangkitan.18

    Dalam

    Konsili Vatikan II Gereja tidak lagi memusatkan sebagai kelompok manusia yang

    terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. Gereja berarti

    17

    Komisi Kateketik KWI, Perutusan Murid-Murid Yesus,Yogyakarta: Kanisius, 2004, hlm. 172. 18

    Paul Meijers o.p, Gereja Dalam Perkembangan, Yogyakarta: Kanisius, 1973, hlm. 41.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para anggota Gereja

    Katolik saja, melainkan juga terarah kepada seluruh umat manusia di dunia.

    Dengan sifat Katolik dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi

    keterbatasannya sendiri karena Roh yang berkarya di dalamnya. Gereja Katolik

    terbuka untuk semua orang, Gereja mampu mengatasi keterbatasannya untuk

    berkiprah ke segala penjuru dunia dan ajaranNya dapat diwartakan di mana-mana

    sejauh itu baik dan luhur. Dengan kata lain, rahmat itu terbuka bagi siapa saja

    yang mau menerimanya.

    Gereja sebagai persekutuan umat mempunyai struktur kepemimpinan

    (Hirarki)19

    . Untuk menggembalakan dan mengembangkan umat Allah, Kristus

    Tuhan dan GerejaNya mengadakan aneka pelayanan yang tujuannya demi

    kesejahteraan seluruh umat Allah. Gereja terdiri dari hirarki dan awam, hirarki

    memimpin dengan kekuasaan religius absolut dan awam adalah rakyat yang harus

    taat secara absolut pula. Ini semua sudah seharusnya begitu, dan dibina dalam

    suatu spiritualitas penuh askese. Segalanya demi keselamatan jiwa di dunia dan

    akhirat. Namun dengan idealisme yang menyala-nyala, hirarki telah mendorong

    pula umat dan awamnya untuk berkarya dan berkorban bagi Gereja di dalam

    negerinya maupun di luar negeri, di seluruh dunia. Kepemimpinan dalam Gereja

    Katolik pada dasarnya diserahkan kepada hirarki yang berasal dari Kristus sendiri.

    Menurut ajaran resmi Gereja mengajarkan bahwa atas penetapan Ilahi, para Uskup

    menggantikan para rasul sebagai penggembala Gereja. Kepada mereka itu para

    19

    Hirarki adalah orang-orang yang ditabiskan untuk tugas kegembalaan .Fungsi Hierarki adalah

    menjalankan tugas gerejani yaitu tugas-tugas yang secara langsung daan eksplisit menyangkut

    kehidupan beriman gereja, menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman.HIrarki

    mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan Teladan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    Rasul berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus

    mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah. Para pengganti mereka

    yakni para Uskup dikehendakiNya menjadi gembala dalam GerejaNya hingga

    akhir zaman.20

    Dengan demikian, dasar dari kepemimpinan dalam Gereja adalah

    berasal dari kehendak Tuhan. Dalam kedudukannya, Uskup sering disebut sebagai

    pengganti dari para rasul Kristus. Setiap Uskup, karena tahbisannya, dengan

    sendirinya menjadi bagian dari jajaran para Uskup se-dunia di bawah pimpinan

    Sri Paus dan bertanggungjawab atas seluruh Gereja Katolik (Paroki) yang berada

    di dalam wilayah Keuskupan-nya. Dalam Gereja, kedudukan Uskup bersifat

    seumur hidup dan diangkat oleh Tahta Suci di Vatikan, Roma. Gereja

    memberikan gelar Monsigneur kepada seseorang yang secara sah diangkat

    menjadi Uskup . Tugas pokok Uskup adalah mempersatukan dan mempertemukan

    umat. Tugas pemersatu itu dibagi menjadi tiga yakni: tugas pewartaan, perayaan

    dan pelayanan. Tugas utama para Uskup adalah pewartaan Injil. Uskup yaitu

    memimpin umat dalam kalangan pastoral keuskupan.

    b. Perananan Gereja dalam Gerakan Pembebasan

    Di dunia, ternyata bukan hanya Gereja yang dipakai Allah untuk

    melaksanakan misi pembebasan dalam rangka Misi Eksodus. Gereja harus

    menyadari dan mau mengakui munculnya gerakan-gerakan pembebasan yang

    sedang memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat yang miskin dan

    tertindas, serta gerakan yang sedang memperjuangkan kemerdekaan kebangsaan

    pada zaman pascakolonialisme ini. Sikap Gereja terhadap gerakan pembebasan ini

    20

    Majalah Credo, Gereja, Politik dan Kekuasaan, Bekasi Timur, Kelompok Studi Credo, 1996,

    Hlm. 8-9.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

    http://id.wikipedia.org/wiki/Parokihttp://id.wikipedia.org/wiki/Keuskupanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tahta_Sucihttp://id.wikipedia.org/wiki/Vaticanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Romahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Monsigneur&action=edit&redlink=1

  • 16

    sering kali tidak jelas. Kecenderungan yang terjadi adalah sikap yang memandang

    gerakan-gerakan berada di luar “ Jalur” misi Gereja, atau paling tidak mendukung

    secara moral saja. Sikap yang tegas dan jelas dengan melibatkan diri merupakan

    sikap baru yang tidak mudah diterima di dalam Gereja itu sendiri. 21

    Keterlibatan Gereja dalam gerakan pembebasan tidak berarti Gereja

    menerima semua yang dilakukan atas nama pembebasan dan kemerdekaan.

    Banyak gerakan pembebasan mengandung benih-benih korupsi dan kehilangan

    idealisme yang mulia. Tidak ada gerakan pembebasan yang murni secara absolut.

    Gereja bertugas untuk memperlihatkan intervensi Allah sebagai sesuatu yang

    esensial dalam gerakan pembebasan.22

    Seperti dinyatakan dalam hasil Konsili

    Vatikan II (1962-1965) luar biasa. Gereja bukan saja memperoleh penyegaran

    jasmani, tetapi pula penyegaran/peremajaan rohani, spiritual, mental dan daya

    gerak. Gereja hadir di dunia, hidup bersamanya dan bertindak di dalamnya. Dalam

    hal politik dan kekuasaan, Konsili dengan jelas menyatakan bahwa Gereja dan

    negara bukan lagi merupakan dua pusat kekuasaan yang terpisah, tetapi dua

    organisme yang otonom dalam bidang masing- masing. Pelayanan itu harus

    efektif dijalankan oleh keduanya demi kesejateraan umum.

    Pembebasan tanpa Allah merupakan gerakan yang buta dan kliru dalam

    menghalalkan cara-cara untuk mencapai tujuan. Para pemimpin pembebasan juga

    mudah terjebak dalam pemulian diri sendiri dan bukan lagi mengabdi kepada

    rakyat. Dalam kerangka seperti inilah, Gereja terlibat dan bahkan juga memahami

    serta mendukung revolusi kemerdekaan suatu bangsa. Gereja yang semula amat

    21

    Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner (Dalam Konteks indonesia), Yogyakarta:Kanisius, 1996,

    hlm. 141-142. 22

    Ibid., hlm. 42.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    dipengaruhi oleh iklim penjajahan selama beratus-ratus tahun itu, perlahan-lahan

    berkembang menjadi Gereja lokal yang banyak diwarnai ciri-ciri khas bangsa

    Indonesia, sambil bahu-membahu dengan golongan masyarakat lainnya berusaha

    membangun bangsa baru yang bermartabat. John Titaley dengan tegas

    menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa ini (Indonesia) adalah anugerah Allah

    yang harus dipertahankan dan diperjuangkan oleh Gereja sebagai bagian dari

    bangsa Indonesia.23

    Oleh karena itu, Gereja Indonesia terlibat dalam Misi Eksodus

    dengan ikut serta secara sungguh-sungguh memelihara kemerdekaan bangsa yang

    secara formal sudah merdeka, bebas dari penjajahan mengalami juga

    kemerdekaan dalam berbagai aspek kehidupan bersama, keadilan, perdamaian,

    dan pemanusian. Sikap Gereja dalam pembangunan nasional yang sudah pernah

    dirumuskan DGI atau PGI dengan empat istilah, yaitu positif, kreatif, kritis, dan

    realistis perlu dikembangkan menjadi keterlibatan untuk bersama-sama golongan

    lain sebagai kesatuan bangsa dalam menanggulangi kemiskinan, menyuarakan

    kebenaran dan keadilan, serta membela mereka yang tergusur dalam arus

    modernisasi dan pembangunan.

    2. Negara

    Negara adalah suatu organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakan

    tata kerja dari pada alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan,

    tata kerja mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara

    23

    Ibid,., hlm. 43.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan yang

    tertentu.24

    Sifat hakikat negara sebagai organisasi kekuasaan, menurut Kranenburg dan

    logeman adalah suatu pemahaman bahwa kekuasaan negara merupakan kekuasaan

    yang di organisasikan oleh sekelompok orang sebagai bangsa.25

    Pergorganisasian

    kekuasaan yang dilakukan secara sadar untuk mencapai maksud dan tujuan

    tertentu. Ada berbagai macam tujuan yang hendak dicapai seperti untuk

    memelihara ketertiban dan keamanan, menolak pihak-pihak lain yang bertujuan

    untuk berkuasa dan sebagainya.

    Apa yang dikemukan oleh Kranenburg dan logeman selaras dengan

    pendapat Hood Philips, Paul Jackson, dan Patricia Leopold, yang mengatakan

    bahwa negara adalah masyarakat politik merdeka yang menduduki suatu wilayah

    tertentu yang anggotanya bergabung bersama untuk tujuan menolak kekuatan luar

    dan untuk pemeliharaan ketertiban internal.26

    Sesuai dengan pendapat di atas, pengorganisasian kekuasaan oleh

    sekelompok orang yang disebut bangsa secara jelas dimaksudkan untuk mencapai

    tujuan dan kepentingan bersama seperti antara lain disebutkan dalam definisi di

    atas. Dengan demikian penggunaan kekuasaan negara oleh penguasa di luar tujuan

    negara, seperti misalnya demi kepentingan penguasa atau pribadi pejabat negara

    adalah tindakan yang mengandung arti sebagai penyalahgunaan kekuasaan negara.

    24

    Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, cetakan ketujuh, 2005, hlm 149 25

    Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta:Erlangga, 2014, hlm. 39 26

    Ibid., hlm. 40.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    Beberapa pendapat mengenai lahirnya Negara adalah sebagai berikut:27

    Penulis-penulis tua, membedakan dua macam cara lahirnya negara:

    1. Negara karena didirikan, jadi di sini lahirnya negara dalam suasana damai,

    yang biasa disebut primairestaatwording. Dalam konteks ini, lahirnya negara,

    bukan karena hasil dari usaha melawan penjajah, misalnya melalui perang,

    melainkan dilahirkan secara sendirinya dalam masyarakat. Cara kelahiran

    inilah yang dianggap kelahiran yang sebenarnya. Lahirnya negara ini tentunya

    harus memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai negara. Misalnya, harus

    ada wilayah, penduduk, pengakuan dari dunia internasional.

    2. Negara yang didapatkan, jadi lahirnya negara di sini dalam suasana perang

    atau revolusi. Cara ini disebut Secundaire Staatwording. Banyak negara di

    dunia ini yang dilahirkan karena cara seperti ini, misalnya bangsa Indonesia.

    Semangat kebangsaan yang membara dalam berkehidupan berbangsa dan

    bernegara juga bisa disebut nasionalisme. Tumbuhnya nasionalisme

    merupakan suatu bentuk ideologi yang meletakkan kecintaan, kesetiaan dan

    komitmen tertinggi pada negara kebangsaan.28

    Dengan demikian nasionalisme

    menjadi dasar pembentukan negara kebangsaan. Hubungan nasionalisme dan

    negara kebangsaan memiliki kaitan yang erat. Negara kebangsaan adalah

    negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan/

    nasionalisme. Artinya adanya tekad masyarakat untuk membangun masa

    depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat

    27

    Dewa G. Atmatja, Ilmu Negara, Malang: Setara Pers, 2012, hlm. 75. 28

    Hans Kohn. Nasionalisme Arti Dan Sejarahnya. Jakarta: Pustaka Sardjana, 1961, hlm.11.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. Rasa nasionalisme

    sudah dianggap muncul manakala suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama

    untuk mendirikan suatu negara kebangsaan.

    Dalam konteks negara Indonesia, tumbuhnya nasionalisme berkaitan erat

    dengan sistem politik kolonial yang memposisikan bangsa Indonesia sebagai

    bangsa terjajah yang harus dikuasai dan dieksploitasi segala sumberdaya yang

    dimilikinya. Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai respon

    atas kolonialisme. Kesamaan nasib sebagai sesama kaum terjajah merupakan

    suatu ikatan kuat diantara etnik-etnik di Indonesia untuk menjalin ikatan

    perjuangan, sedangkan keinginan untuk merajut masa depan yang lebih

    gemilang mendorong untuk membuat kesepakatan-kesepakatan sebagai

    manifestasi dari nasionalisme. Suatu hal yang luar biasa adalah nasionalisme

    ini mencapai tingkatan tertinggi dengan dirumuskannya hal itu secara tegas

    dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu berkehendak membangun suatu negara

    bangsa (nation-state) yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur dengan cara

    demokratis. Dalam konteks negara yang didapatkan, untuk membentuk suatu

    negara, setidaknya melewati tiga fase penting, seperti fase pembuahan, fase

    perumusan, dan fase pengesahan.29

    a. Fase Pembuahan

    Pada tahap ini, usaha yang dilakukan adalah mencari ideologi yang menjadi

    dasar dari terbentuknya suatu negara. Ideologi secara fungsional dimaknai

    sebagai seperangkat gagasan budaya, sosial-politik, hukum yang dianggap

    29

    YudiLatif, Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, Dan Aktualitas Pancasila, Jakarta: PT.

    Gramedia Pustaka Utama, 2011, hlm. 5.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    paling ideal atau yang paling baik. Secara fungsional ada dua tipe ideologi yaitu

    doktriner dan pragmatism. Ideologi doktriner ciri-cirinya antara lain, ajaranya

    dirumuskan secara sistematis dan rinci, diindoktrinasikan kepada masyarakat

    dan pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh pemerintah dan partai politik.30

    Mendirikan suatu negara, harus mempunyai ideologi dan ideologi digali dari

    nilai-nilai yang mengakar dari suatu negara karena ideologi menjadi platform

    dalam menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu ideologi menjadi awal

    dalam proses terbentuknya suatu negara.

    b. Fase Perumusan

    Setelah ideologi sudah ditentukan, maka selanjutnya adalah

    mengkongkritkan ideologi itu dalam hukum dasar dari suatu negara. Pada tahap

    ini yang dilakukan adalah mereposisi dan menyempurnakan ideologi yang dianut

    oleh suatu negara melalui konsensus bersama.

    Dalam konteks negara Indonesia, ideologi yang dianut baik tersurat maupun

    tersirat dalam pembukaan UUD Negara RI tahun 1945 adalah kedaulatan rakyat

    berdasarkan falsafah negara Pancasila.31

    Sukarno menyampaikan kelima prinsip

    dasar falsafah atau pandangan dunia yang telah disetujui oleh semua anggota

    BPUPKI pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945. Kelima prinsip tersebut dalam

    padangan Sukarno adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau

    perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang

    berkebudayaan. Kelima prinsip itu disebut oleh Sukarno dengan Pancasila. Sila

    30

    Dewa G. Atmatja.Op. cit. hlm. 49. 31

    Ibid., hlm. 48.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara

    Indonesia, kekal dan abadi.

    Ideologi yang dianut itu, harus tercermin dalam penyusunan hukum dari

    suatu negara. Negara yang mempunyai konstitusi seperti AS (Amerika Serikat) ,

    nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi yang dianutnya itu harus tercermin

    dalam konstitusi dalam proses perumusan konstitusinya.

    c. Fase Pengesahan

    Setelah melewati konsensus secara luas mengenai dasar kenegaraan dalam

    rangka mempersiapkan suatu negara menjadi merdeka, maka selanjutnya adalah

    mengesahkan rumusan tersebut sebagai hukum dasar atau konstitusi. Fase ini

    sangat penting, sebab konstitusi yang telah dirumuskan itu, merupakan syarat

    utama dari suatu negara yang akan memproklamasikan kemerdekaanya, sehingga

    mendapat pengakuan dari negara lain.

    Dalam mencapai tujuan nasionalnya suatu negara selalu akan menghadapi

    berbagai rintangan baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri, bersifat

    langsung maupun tidak langsung. Rintangan dan ancaman tersebut harus dihadapi

    oleh seluruh rakyatnya, tentu saja sesuai dengan kemampuan dan profesinya

    masing-masing.32

    Setiap warga negara yang telah membentuk negara, dimana saja dan kapan

    saja mempunyai keinginan dan kepentingan untuk melangsungkan hidupnya serta

    mencapai tujuan nasionalnya. Untuk keperluan itu setiap bangsa mendambakan

    partisipasi aktif dari seluruh warga negaranya. Partisipasi warga negara untuk

    32

    Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Jakarta: PT Gramedia, 1987, hlm. 316.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    tercapainya tujuan nasional serta kelangsungan hidupnya tidak bisa muncul begitu

    saja secara optimal, tanpa usaha.

    Indonesia menjadi suatu negara yang merdeka yang diproklamasikan pada

    tanggal 17 Agustus 1945 tentu melalui proses perjuangan yang sangat lama dan

    tidak terbentuk seketika. Perjuangan itu setidaknya telah menguras tenaga, pikiran

    sampai kehilangan nyawa.

    Perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mempersatukan seluruh wilayah

    Nusantara telah dimulai sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit. Perjuangan itu

    diteruskan hingga mencapai puncak-puncaknya yaitu diikrarkannya Sumpah

    Pemuda pada tahun 1928, dan diwujudkannya Negara Kesatuan Republik

    Indonesia melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.33

    Sejarah

    pembelaan negara Indonesia, sejak zaman penjajahan telah banyak memberikan

    pengalaman untuk menyusun suatu sistem pembekalan negara yang mampu

    menanggulangi setiap ancaman, tantangan, hambatan serta gangguan terhadap

    kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila. Kesadaran untuk

    mempertahan negara dan bangsanya itu sesungguhnya telah dimiliki oleh seluruh

    rakyat, hal ini dijadikan sebagai modal untuk merumuskan konsepsi bela negara

    dari rintangan dan ancaman yang datang dari luar negeri.

    33

    Sunarso dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Uny Press, 2006, hlm. 107.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    G. Metode dan Pendekatan Penelitian

    1. Metode Penelitian

    Penelitian sejarah pada dasarnya memiliki tahapan yaitu: (1) pemilihan

    topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi, (4) interpretasi, (5) penulisan.34

    Untuk lebih jelas dapat diliat di bawah ini:

    a. Pemilihan Topik

    Pemilihan topik merupakan langkah pertama dalam penulisan sejarah.

    Syarat yang penting dalam pemilihan topik yaitu kedekatan intelektual dan

    kedekatan emosional. Kedekatan intelektual yaitu penulis memiliki kemampuan

    yang memadai untuk membahas topik yang akan ditulis. Sedangkan kedekatan

    emosional adalah ketertarikan penulis pada topik yang diambil. Apabila penulis

    memiliki kompetensi yang memadai dan tertarik pada topik tersebut sangat tinggi,

    maka penelitian sejarah yang dilakukan akan terasa menyenangkan.

    Penulis memiliki kedekatan intelektual dan emosional pada topik

    “Soegijapranata: Mengabdi Gereja dan Negara (1940-1949). Penulis memilih

    topik biografi dari Mgr. Albertus Soegijapranata, karena penulis merasa tertarik

    atas kepribadian sebagai seorang pemimpin Gereja Katolik Indonesia pertama

    yang dipilih dari kalangan pribumi dan sebagai pahlawan nasional Indonesia.

    Banyak usaha-usaha yang Soegijapranata lakukan untuk mengabdi gereja dan

    negara pada masa pendudukan Jepang dan revolusi nasional. Penulis merasa

    senang pada topik tersebut. Dalam pemilihan topik juga harus memiliki nilai ,

    topik yang akan diteliti harus memberikan makna dan kesan tersendiri bagi para

    34

    Kuntowijoyo, pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005, hlm. 89

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    pembaca kelak dan harus berdasarkan pengalaman manusia yang dianggap

    penting dan dapat membawa perubahan.

    b. Pengumpulan Sumber

    Setelah pemilihan topik dilakukan, tahap berikutnya adalah pengumpulan

    sumber (heuristik). Pengumpulan sumber harus relevan dan sesuai berdasarkan

    dengan topik yang akan ditulis. Ada beragam jenis sumber yaitu sumber tertulis,

    sumber lisan, benda tinggalan, dan sumber kuantitatif.35

    Pada penelitian ini

    penulis menggunakan sumber yang berupa buku-buku terkait dengan topik yang

    akan dibahas.

    c. Kritik Sumber (Verifikasi)

    Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan

    kredibilitas sumber. Yang maksud dengan kritik adalah kerja intelektual dan

    rasional yang mengikuti metodologi sejarah untuk mendapatkan objektivitas suatu

    kejadian.36

    Umumnya kritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber pertama

    Kritik ini meliputi verifikasi sumber, yaitu pengujian mengenai kebenaran atau

    ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah ada dua jenis kritik

    sumber, yaitu kritik eksternal (otentisitas dan integritas) dan kritik internal.37

    Yang sering digunakan yaitu kritik internal, karena kritik internal ditujukan

    terhadap isi dari suatu sumber sejarah. Apakah isi yang ada dalam sumber itu

    memang dapat dipercaya atau tidak. Untuk itu yang harus dilakukan adalah

    membandingkan kesaksian antar berbagai sumber.

    35

    Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 24. 36

    Ibid., hlm. 35. 37

    Idem., hlm .103-104.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    Sumber yang dipergunakan pada penelitian ini adalah buku-buku yang membahas

    mengenai kehidupan Soegijpranata, buku-buku yang membahas peristiwa ataupun

    situasi Indonesia, khususnya Vikariat Apostolik Semarang pada periode 19440-

    1949 dan buku-buku lain yang dapat membantu dalam penelitian ini. Teknik yang

    digunakan peneliti adalah studi teks yang juga didukung dengan studi pustaka.

    Sehingga data-data yang dipergunakan untuk penelitian mengenai Soegijapranata

    Mengabdi Gereja dan Negara dalam periode 1940-1949 adalah berupa sumber

    tertulis. Sumber-sumber tertulis yang dipergunakan ialah tulisan-tulisan dari para

    peneliti lain yang juga pernah meneliti mengenai kehidupan Soegijapranata.

    Selain untuk sebagai sumber penulisan, teks-teks tersebut juga digunakan untuk

    membandingkan penelitian-penelitian mengenai Soegijapranata yang telah ada

    sebelumnya, dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Selain menggunakan

    sumber-sumber penulisan dari para peneliti lain, penelitian ini juga menggunakan

    majalah yang pernah memuat tulisan mengenai Soegijapranata. Data-data yang

    telah berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai dengan konteks

    Zaman di masa itu. Data-data tersebut akan ditelaah dan dibandingkan dengan

    data-data lainnya yang berkaitan dengan topik dan tema dalam penelitian ini.

    d. Interpretasi

    Interpretasi juga sering disebut penafsiran data. Data yang telah diperoleh

    dari sumber kemudian diinterpretasi. Terdapat dua macam interpretasi yaitu

    analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta yang telah

    diperoleh melalui sumber kemudian diinterpretasi menjadi rangkaian peristiwa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian intrepretasi data tersebut

    menjadi kuat karena berdasarkan data yang relevan.

    e. Penulisan Sejarah ( Historiografi)

    Penulisan sejarah memiliki tiga bagian penting yang harus diperhatikan

    yaitu pengantar, hasil penelitian, dan kesimpulan. Dalam pengantar dijelaskan

    latar belakang topik yang diteliti, kemudian dalam hasil penelitian akan dijelaskan

    hasil penelitian yang diperoleh oleh penulis dan kesimpulan yaitu melakukan

    generalisasi dari bab-bab sebelumnya.

    2. Pendekatan Penelitian

    Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial yang

    lain. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lain agar penelitian sejarah

    lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari pendekatan yang

    mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan kisah kejadian tertentu.38

    Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu

    pendekatan sosial dan pendekatan politik .

    a. Pendekatan Sosial

    Pendekatan sosial adalah pendekatan yang mempelajari manusia dalam

    hubungannya dengan manusia-manusia lainnya. Selain itu, dapat juga diartikan

    sebagai pendekatan yang mempelajari perilaku dan aktivitas sosial dalam

    kehidupan bersama. Dalam pendekatan ini akan dilihat kembali keakraban dan

    loyalitas Soegijapranata dalam membantu rakyat Indonesia masa pendudukan

    Jepang dan revolusi nasional.

    38

    Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm .37.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    b. Pendekatan politik

    Pendekatan politik merupakan pendekatan yang berorientasi pada

    kebijakan-kebijakan politik. Pendekatan politik digunakan untuk melihat

    kehidupan politik khususnya masa pendudukan Jepang dan revolusi nasional di

    Indonesia. Pendekatan politik juga digunakan untuk melihat kembali perjuangan

    Soegijapranata dalam melawan penjajah masa pendudukan Jepang dan revolusi

    nasional sebagai Uskup Indonesia pertama.

    G. Sistematika Penulisan

    Penulisan Skripsi yang berjudul “Soegijapranata: Mengabdi Gereja dan

    Negara (1940-1949)”, mempunyai sistematika penulisan sebagai berikut:

    Bab I Berupa pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, permasalahan,

    tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori,

    metodologi penelitian dan pendekatan, serta sistematika penulisan.

    Bab II Bab ini menyajikan uraian tentang latar belakang Soegijapranata

    mengabdi Gereja dan negara

    Bab III Bab ini menyajikan uraian tentang Soegijapranata dalam mengabdi

    Gereja .

    Bab IV Bab ini menyajikan uraian tentang Soegijapranata dalam mengabdi

    negara

    Bab V Bab ini menyajikan kesimpulan yang berisi tentang jawaban-jawaban

    permasalah yang ada dalam bab II, III, dan IV

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    BAB II

    LATAR BELAKANG SOEGIJAPRANATA

    MENGABDI GEREJA DAN NEGARA

    A. Masa Kecil Soegijapranata

    Soegijapranata dilahirkan di Surakarta pada tanggal 25 November 1896

    sebagai anak kelima dari sembilan bersaudara dari keluarga Karijosoedarma.

    Berhubungan situasi zaman pada waktu itu, angka kematian bayi masih tinggi,

    dari sembilan anak tersebut hanya beberapa saja yang selamat. Soegijapranata

    termasuk salah satu diantaranya yang selamat.39

    Sebagaimana adat kepercayaan

    masa itu agar seorang anak dapat selamat dan tumbuh sehat, seorang bayi yang

    baru lahir juga menjalani ritus pembuangan di pawuhan.40

    Soegijapranata kecil

    pun mengalami hal tersebut. Kisah ritus pembuangan bayi semacam itu dengan

    maksud agar kelak dapat menjadi anak yang sehat tanpa gangguan apapun.

    Kemudian bayi tersebut diberi nama Soegija yang diambil dari

    kata“Soegih”dengan harapan agar kelak dia menjadi orang yang kaya akan

    kepintaran dan juga kaya akan harta benda. Itulah yang menjadi dambaan dari

    kedua orang tuanya. Maklumlah keluarga Karijosoedarma sebagai abdi dalem

    Keraton bukan tergolong keluarga yang dapat hidup dengan serba kecukupan,

    bahkan untuk menambah penghasilannya ibu Karijosoedarma berjualan stagen

    39

    Muskens Pr, Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid 3, Ende-Flores: Arnoldus, 1974, hlm. 886. 40

    Pawuhan memiliki arti yaitu tempat sampah .

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    dan nila.41

    Maka wajar bila bayi kecil Soegijapranata diharapkan kelak dapat

    menjadi orang yang kaya, tidak seperti orang tuanya yang agak jauh dari

    kekayaan.

    Sejak kecil Soegijapranata mendapat didikan dari ayahnya dalam bidang

    seni tradisional khususnya berkaitan dengan kebijaksanaan hidup lewat kesenian,

    seperti lewat tembang.42

    Tembang-tembang dilatihkan setiap malam, dengan

    membaca buku tembang, mengajarkan berbagai watak kesatria terhormat dan nilai

    luhur yang perlu dimiliki oleh seorang pribadi. Berkaitan dengan pembinaan olah

    seni, selain tembang sejak kecil Soegija sudah pandai memukul gamelan dan

    mempunyai minat besar terhadap kebudayaan Jawa.

    Dari pihak ibunya Soegijapranata mendapat pendidikan keluhuran budi

    dengan mengatur rasa dan kehendak serta tahu sopan santun. Hal tersebut

    diperoleh melalui pengajaran bahasa Jawa dengan penggunaan kaidah-kaidah

    yang memperhatikan tingkatan-tingkatan tertentu dari lawan bicara misalnya

    dengan teman sebaya, orang yang lebih tua atau lebih tinggi derajat sosialnya.

    Ada satu latihan sikap luhur lain yang diajarkan, yakni sikap memegang janji

    terhadap perkataan yang diucapkan.43

    Pendidikan di dalam keluarga dan

    masyarakat inilah yang memperkaya Soegijapranata sebagai seorang pribadi

    santun, lincah bergerak, mudah bergaul, sekaligus memiliki kenakalan dan

    kekritisan tertentu. Hal tersebut terekam dalam berbagai kesan dari sejumlah

    orang.

    41

    Henrica Moer Yantini CB, Mgr. Albertus Soegijapranata S.J, Ende Flores: Nusa Indah, 1975,

    hlm. 13. 42

    Tembang adalah lirik atau sajak yang mempunyai irama nada sehingga dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai lagu. Kata tembang berasal dari bahasa Jawa yaitu tembang.

    43 Budi Subanar, Soegija Si Anak Betlehem Van Java, Yogyakarta: Kanisius, 2013, hlm. 22.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

    http://id.wikipedia.org/wiki/Sajakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Iramahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nadahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Laguhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa

  • 31

    Pada tahun 1900 keluarga Karijosodarma pindah ke Yogyakarta, dan tinggal

    di daerah Wirogunan. Pihak lain yang mempengaruhi pengalaman keagamaan

    Soegija adalah seorang sahabat sekolah, sahabat karibnya yang alim. Teman itu

    setiap kali mengajarkan bahasa Arab dan menceritakan tentang kisah Nabi kepada

    Soegijapranata serta norma-norma hidup sebagai seorang Muslim. Sikap sahabat

    itulah yang membangun sikap simpatinya. Pergaulan tersebut sekaligus

    membangun suatu benteng dalam menghadapi lingkungan hidup di Yogyakarta

    yang kurang mendukung untuk pembentukan pribadi yang kokoh. Saat itu situasi

    Yogyakarta pada masa kecil Soegijapranata dapat digambarkan sebagai berikut:

    “Di sini (Yogyakarta) murid-murid usianya antara 8-20 tahun. Maka

    sekalipun duduk di Sekolah Dasar namun percakapan mereka sudah

    sangat kotor dan tidak pantas didengar. Lebih-lebih karena keadaan di

    Kota Yoyakarta pada waktu itu memang sangat buruk. Baik

    dikalangan bangsawan Keraton maupun maupun di kampung-

    kampung, penghargaan orang terhadap nilai-nilai susila pada

    umumnya sangat merosot. Terutama di kalangan masyarakat atas pada

    waktu itu menjadi mode untuk memelihara selir dan pemuda

    rupawan.”44

    Di samping berkawan dengan teman yang alim, Soegijapranata juga

    berkawan dengan teman-teman yang “bandel”. Saat itu pula Soegija telah

    merasakan adanya diskriminasi di antara anak muda. Sinyo-sinyo Belanda merasa

    kedudukanya lebih tinggi dari pada anak muda pribumi. Tidak jarang kejengkelan

    Soegijapranata tercetus dalam bentuk tantangan berkelahi, baik secara sendirian

    maupun secara bersama-sama atau “keroyokan”. Bila dalam perkelahian tersebut

    kalah, maka Soegijapranaata mencari cara lain untuk memukul lawannya yaitu

    dengan menantang main bola karena dalam permainan ini paling sedikit dia masih

    44

    Pengakuan I.J.Kasiomo dalam Tim Wartawan Kompas dan Redaksi Penerbit Gramedia,

    I.J.Kasimo: Hidup dan Perjuangan, Jakarta: Gramedia, 1980 , hlm.10.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    dapat memukul lawan-lawannya.45

    Di Yogyakarta diantara teman-temannya

    Soegijapranata terkenal berani, dan tidak ada seorang anakpun yang luput dari

    gangguan dan ejekan bila berani mendekati Soegijapranata.

    Dalam jalur pendidikan formal, Soegijapranata menempuh Sekolah

    Rakyatnya di dua tempat. Disebut Sekolah Rakyat karena berlangsung antara dua

    sampai empat tahun.46

    Pada tahun 1906 Soegijapranata menempuh pendidikan di

    Sekolah Rakyat Ngabean, sebuah sekolah yang berada di dekat rumahnya, suatu

    sekolah yang diselenggarakan pada siang hari. Pada tahun 1960 ketika ada

    Sekolah Rakyat di Wirogunan yang diselenggarakan pada pagi hari,

    Soegijapranata pindah sekolah ketempat baru. Pendidikan di Sekolah Rakyat

    tersebut hanya berlangsung sampai kelas tiga. Ketika di Lempuyangan mulai di

    buka Hollandsch Inlandsche School (HIS)47

    suatu sekolah tingkat pendidikan

    dasar, tetapi mulai diperkenalkan penggunaan bahasa Belanda, Soegijapranata

    melanjutkan ke sekolah tersebut pada tahun 1907.

    B. Soegijapranata Sekolah di Muntilan

    Soegijapranata Sejak kecil telah memiliki sifat-sifat yang berani, jujur dan

    tabah disamping berbagai bakat yang ditunjang oleh kecerdasan otaknya.48

    Namun demikian, tentulah keberanian, kecerdasan, dan bakat-bakat itu perlu

    45

    Budi Subanar, op., cit. hlm. 25. 46

    Ibid., hlm. 26. 47

    Hollandsch Inlandsche School disingkat HIS, sekolah yang diselenggarakan terbatas untuk anak-

    anak golongan atas pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Sekolah ini pertama

    kali didirikan pada tahun 1914, sebagai hasil reorganisasi Sekolah kelas 1.Tingkat pendidikan

    yang diberikan kurang lebih setara dengan pendidikan ELS (Europesche Lagere School)tanpa

    pelajaran bahasa Prancis.Pendidikan berlansung selama tujuh tahun dengan bahasa pengantar

    utama bahasa Belanda. 48

    Dokumen, In Memorian Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, Yogyakarta: Ignatius College. 1963,

    hlm.9.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    untuk dikembangkan sehingga dapat berguna sebagaimana yang diharapkan.

    Untuk mengembangkan diri, seseorang memerlukan bimbingan dari orang lain

    yang lebih dewasa. Sehubungan dengan itu, Soegjapranata sebagai anak pribumi

    mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang tidak mudah

    diperoleh di masa penjajahan waktu itu. Pada tahun 1909 Soegijaprantana

    bertemu dan berkenalan dengan seorang pastor yang ketika itu sedang mencari

    calon murid-murid untuk dididik di sekolah guru yang sedang didirikannya di

    Muntiln. Pastor yang dimaksud ialah Frans Van Lith S.J. Perkenalannya dengan

    menyebar agama Katolik di Jawa Tengah itu agaknya telah sangat menentukan

    perjalanan hidup Soegijapranata dalam mengabdi Gereja dan Negara.

    Pada tahun 1909 pendidikan selanjutnya dijalani di Muntilan. Berkaitan

    dengan sekolah di Muntilan yang dirintis oleh Romo Van Lith, Soegijapranata

    mengalami dua kontak. Kontak pertama, Ketika Soegijapranata sudah berada pada

    kelas tertinggi di Sekolah Rakyat Wirogunan, Soegija bertemu dengan Romo Van

    Lith yang berkunjung ke sana. Romo Van Lith memang sering pergi mencari

    murid untuk sekolah baru yang dirintisnya lewat kunjungan-kunjungan yang

    dilakukannya ke berbagai sekolah di daerah Yogyakarta dan di daerah-daerah lain.

    Dalam pertemuan itulah Soegijapranata menyatakan keinginannya untuk

    melanjutkan sekolah di Muntilan. Kontak kedua dialami Soegijapranata melalui

    cerita tentang sekolah tersebut lewat seorang mantan gurunya. Mantan Gurunya

    tersebut menceritakan pengalamannya mengajar di Muntilan melalui beberapa

    surat yang dikirimkan kepada para muridnya yang berada di Yogyakarta. Di

    dalam suratnya, mantan gurunya tersebut bercerita tentang pengalamannya,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    tentang tingginya mutu yang diajarkan di Muntilan, dan tidak memaksa agama. 49

    Kedua hal itulah yang mulai mengesan pada diri Soegijapranata.

    Bapak Karijosoedarma menjadi heran waktu mendengar bahwa Putranya

    akan masuk sekolah Kristen, tetapi Soegijapranata menanggapi keheranan orang

    tuanya dengan menegaskan bahwa meskipun akan bersekolah di sekolah Kristen

    tetapi tidak akan menjadi Kristen, Soegijapranata hanya ingin memperoleh

    pengetahuan dan agar kelak dapat menjadi guru untuk memajukan bangsanya.

    Sikap yang jelas dari Soegijapranata tersebut dengan tegas sekali ditekankan

    waktu dia sampai di Muntilan. Dia menghadap Romo J.A.A. Mertens. Rektor

    Kolose Muntilan, dan mengatakan bahwa dia tidak mau dipermandikan serta tidak

    mau menjadi Katolik, dan bahwa kedatangannya di Muntilan hanya ingin

    melanjutkan sekolah untuk menjadi guru. Soegijapranata ingin melanjutkan

    sekolah di bawah asuhan romo-romo Belanda. Dan hal itu ia harus hidup terpisah

    dari orang tuanya karena sekolahnya di Muntilan, selain itu Soegijapranata harus

    menjalani hidup di asrama.

    Kedatangan Soegijapranata di Muntilan pada tahun 1909 akan

    mengakibatkan perubahan total dalam pribadinya. Di asrama Muntilan,

    Soegijapranata termasuk anak yang disegani teman-temannya. Tidak

    mengherankan bahwa sejumlah teman seniornya berusaha mengajak

    Soegijapranata untuk menjadi Katolik. Pada permulaan tinggal di asrama

    Soegijapranata sangat dekat dengan salah seorang Romo yaitu Romo L. Van

    Rickjevorsel. Karena kedekatannya itu, Soegijapranata pernah bertanya berapa

    49

    Ibid., hlm. 28.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    gaji yang diterima oleh Romo tersebut. Ternyata jawaban yang diterima

    menyatakan bahwa Romo tidak menerima gaji. Para romo merasa senang karena

    boleh mempersiapkan anak-anak muda untuk kebaikan dan kebahagian masa

    depan mereka, Romo tesebut masih menambah “dengan cara demikian berarti ada

    dua hal dilakukan, yakni mengabdi kepada sesama sekaligus merupakan

    pengabdian kepada Tuhan.”50

    Pengakuan Romo tersebut memberikan suatu pengetahuan lain kepada

    Soegijapranata sehingga membawa perubahan dalam dirinya, terlebih sikap dan

    perlakuan yang baik dari romo-romo staf terhadap Soegijapranata, termasuk

    menerima pernyataan Soegija yang tidak bersedia menjadi Katolik. Hal-hal itu

    membuat Soegijapranata merasa aman tinggal di Muntilan. Dalam suasana

    tersebut, Soegijapranata mulai menemukan suatu yang baik dalam lingkungan

    Katolik yang baru saja dikenalnya.

    Kekatolikan yang ditanamkan dan menjiwai Soegijapranata serta kawan-

    kawanya tidak dipisahkan dari akar kejawaan dan masa remaja yang tengah

    dialami mereka. Justru dalam identitas kejawaan, kekatolikan anak-anak itu

    diperkembangkan. Sejalan dengan cara pikir anak-anak Jawa yang banyak

    diwarnai oleh cerita wayang yang memenuhi fantasi mereka, Romo Van Lith

    bercerita tentang kisah-kisah Rama dan Kresna yang menjadi titisan Visnu.

    Dengan fantasi mereka, anak-anak diajak mengembara dengan kisah-kisah

    tersebut, bahkan diperkaya dengan fantasi dari cerita benua-benua lain. Sungguh,

    akar identitas anak-anak diperdalam sekaligus cakrawalanya dibuka dan

    50

    Budi Subanar, op., cit. hlm.35.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    diperkembangkan lewat kisah-kisah yang diceritakan oleh Romo Van Lith.

    Melalui berbagai hal, anak-anak diperkenalkan pada tradisi dan pemikiran

    kristiani. Dalam perayaan Ekaristi, anak-anak diajak mengenali, mencecapi, serta

    mengakarkan landasan hidup rohani.

    Jiwa nasionlisme Soegijapranata tumbuh berkat didikan Romo Van Lith

    dan Pater Van Driessche SJ yang menanamkan rasa cinta tanah air dan patriotisme

    di tengah situasi penjajahan. Bersama anak-anak asrama yang lain, Soegijapranata

    juga diperkembangkan sesuai dengan jiwa remajanya. Dalam jiwa kemudaaan,

    mereka sekaligus dilatih untuk sportif dan berani mengakui kesalahan. Romo Van

    Lith menciptakan keakraban yang sehat diantara mereka dan menciptakan

    suasana agar anak berusaha untuk saling membela diri sehingga dapat

    membangun kesadaran sebagai suatu bangsa yang mempunyai harga diri. Pater

    van Lith pernah berkata "selagi orang Jawa mau berteriak, mereka masih bisa

    ditolong. Namun, jika mereka tutup mulut, hampir tidak ada obatnya, dan kamu

    harus waspada."51

    Soegijapranata sangat terkesan dengan nasihat perihal

    mekanisme penegakan harga diri orang Jawa ini.Semangat yang mendasari

    perjuangan Romo Van Lith dalam merintis karya pendidikan bagi kaum pribumi

    tampak dihayati, dimiliki dan dijunjung tinggi oleh Soegijapranata serta kawan-

    kawannya. Semangat dan nilai luhur yang diperjuangkan oleh Romo Van Lith

    antara lain: rasa toleransi, disiplin pribadi, kejujuran, kesederhanaan, pengabdian

    tanpa pamrih, nasionalisme, dan sebagainya. Dalam mendidik para murid,Romo

    Van Lith menekankan pentingnya memperjuangkan martabat manusia yang di

    51

    Budi Subanar, op., cit. hlm.45.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    dalamnya termasuk memperjuangkan kesejajaran antar manusia serta

    membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan.

    Berbagai kegiatan diikuti Soegijapranata dan kawan-kawannya. Pada pagi

    hari ia mengikuti kegiatan belajar di kelas, sore hari ia berkebun dan melakukan

    kegiatan seni serta kegiatan lain, malam hari, ia masih melanjutkan kegiatan

    belajar dan semuanya berjalan seimbang. Setelah sekian waktu berada di asrama,

    suatu saat Soegijapranata menyatakan keinginannya untuk mengikuti pelajaran

    agama Katolik. Hal tersebut diungkapkan kepada Romo Mertens selaku pimpinan

    asrama Muntilan. Romo Mertens tidak segera mengiyakan keinginan

    Soegijapranata, namun untuk mengikuti pelajaran agama Katolik perlu izin dari

    orang tua.Alasan Soegijapranata untuk mengikuti pelajaran agama Katolik adalah

    karena merupakan bagian dari pembentukan yang ditawarkan Kolese Xaverius.

    Alasan itulah yang membuat Romo pimpinan mengizinkan Soegijapranata

    bergabung bersama teman-teman Katolik mengikuti pelajaran agama.

    Tiga bulan setelah mengikuti pelajaran agama, Soegijapranata menemui lagi

    Romo pimpinan asrama. Kali itu Soegijapranata mengungkapkan permintaan

    supaya ia diperbolehkan menerima babtisan. Sebuah jawaban seperti sebelumnya

    diperoleh Soegijapranata dari Romo rektor Kolese bahwa untuk itu Soegijapranata

    perlu mendapatkan izin dari orang tua. Lalu Soegijapranata mengusahakannya,

    akan tetapi orang tuanya tidak mengizinkan keinginan Soegijapranata. Suatu

    keinginan yang muncul dari dalam diri dan larangan dari orang tua menjadi bahan

    permenungannya. Pada hal Romo rektor juga menghendaki adanya izin orang tua.

    Akan tetapi, penjelasan para Romo tentang misteri Tritunggal yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    memperkayanya semakin mengisi khazanah batin Soegijapranata. Itulah yang

    makin menguatkan keinginan Soegijapranata untuk dibabtis. Sampai suatu saat

    Soegijapranata menghadap Romo mertens lagi, Soegijapranata mengemukakan

    kisah yang dialami Yesus ketika ia mengalami keterpisahan dari orang tuaNya

    saat berziarah ke Yerusalem. Pada Saat itu Yesus berusia 13 tahun. Yesus

    memberikan jawaban yang membuat orang tuaNya merenung ketika menemukan

    Yesus yang hilang.

    Ibu-Nya bertanya, ”Nak, mengapa Engkau berbuat demikian terhadap

    kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Yesus

    menjawab, “ Mengapa kamu mencari aku? Tidakkah kamu tahu

    bahwa Aku berada dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk 2:4-52).52

    Dengan kisah Yesus itulah Soegijapranata menyakinkan Romo Mertens

    untuk boleh menerima babtisan. Soegija sampai pada keputusan untuk meminta

    supaya Soegijapranata dibolehkan menerima babtisan. Risiko yang akan terjadi

    akan dihadapinya. Atas sikap dan pandangan itulah Romo Mertens mengizinkan

    Soegijapranata menerima babtisan. Sakramen Babtis diterima Soegijapranata

    pada tanggal 24 Desember 1910. Nama permandian yang dipakai adalah Albertus.

    Pada masa liburan Natal, peristiwa pembabtisan atas dirinya disampaikan

    Soegijapranata kepada orang tuanya disertai dengan permohonan maaf karena

    Soegijapranata telah menentang kehendak orang tua. Sang ayah dengan prinsip

    kejawaanya yang berpandangan bahwa semua agama itu baik akhirnya menyetujui

    apa yang telah dilakukan anaknya. Di tengah suasana kegembiraan keluarga besar,

    pada suatu kesempatan, seorang dari keluarga besar itu mengajukan pertanyaan

    terbuka kepada Soegijapranata bahwa apakah benar Soegijapranata telah menjadi

    52

    Ibid., hlm .40.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    Katolik. Saat itu suasana menjadi hening dengan adanya pertanyaan tersebut.

    Dengan segala keberanianya sebagai seorang anak, Soegijapranata membenarkan

    pertanyaan itu, “Ya, saya sekarang telah menjadi orang Kristen, saya telah

    dibabtis menj