27
1. PEMBUATAN BIOETANOL A. Tujuan 1. Mahasiswa di harapkan memahami prosedur pembuatan bioetanol 2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan uji kinerja destilator B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan: Bahan yang digunakan: - Destilator - Tetes tebu/limbah cair - Pengukur waktu (jam) - Ragi - Gelas ukur - Pupuk urea, ZA, NPK - Alkoholmeter C. Ruang Lingkup Pembuatan bioetanol merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah organik yang dihasilkan dari kegiatan industri perkebunan. Proses pembuatan bioetanol dilakukan melalui tahapan destilasi dari limbah cair yang telah difermentasi. Masing-masing bahan destilasi sebanyak 800 ml, selanjutnya bioetanol yang dihasilkan diukur volumenya dan kadar alkohol dengan alat alkoholmeter. D. Dasar Teori Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Limbah pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian dan biasanya kurang termanfaatkan. Secara umum, limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol adalah yang mengandung pati atau gula seperti tetes tebu dan singkong melalui proses fermentasi dan destilasi (Diana, 2010).

PROSEDUR PRAKTIKUM PSDA

Embed Size (px)

Citation preview

1. PEMBUATAN BIOETANOL

A. Tujuan

1. Mahasiswa di harapkan memahami prosedur pembuatan bioetanol

2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan uji kinerja destilator

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan: Bahan yang digunakan:

- Destilator - Tetes tebu/limbah cair

- Pengukur waktu (jam) - Ragi

- Gelas ukur - Pupuk urea, ZA, NPK

- Alkoholmeter

C. Ruang Lingkup

Pembuatan bioetanol merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah organik yang

dihasilkan dari kegiatan industri perkebunan. Proses pembuatan bioetanol dilakukan

melalui tahapan destilasi dari limbah cair yang telah difermentasi. Masing-masing bahan

destilasi sebanyak 800 ml, selanjutnya bioetanol yang dihasilkan diukur volumenya dan

kadar alkohol dengan alat alkoholmeter.

D. Dasar Teori

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Limbah pertanian dan

perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian dan

biasanya kurang termanfaatkan. Secara umum, limbah pertanian yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol adalah yang mengandung pati atau gula

seperti tetes tebu dan singkong melalui proses fermentasi dan destilasi (Diana, 2010).

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia

berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau

didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih.

Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian

didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah

akan menguap lebih dulu. Adapun rendemen bioetanol dihitung dari hasil pengukuran

volume bioetanol yang diperoleh dari destilasi hasil fermentasi dibagi dengan volume

bahan dasar/produk awal (Suastini, 1994).

E. Prosedur Fermentasi, Operasional Alat dan Destilasi

Prosedur Fermentasi

Tetes Tebu (apabila menggunakan tetes tebu sebagai bahan baku)

1. Siapkan tetes tebu sebanyak 300 ml, tambahkan dengan air 750 ml.

2. Siapkan ragi roti sebanyak 0,1% ; urea 0,1% dan NPK 0,05% dari volume

larutan, dimana berat jenis larutan 1,012 gr/ml.

3. Larutkan ragi, urea dan NPK ke dalam air hangat secukupnya.

4. Masukkan larutan ragi, urea dan NPK ke dalam larutan tetes tebu yang telah

diencerkan dan aduk secara merata.

5. Tuangkan larutan tersebut ke dalam botol aqua 1,5L dan lakukan fermentasi

selama 3 hari.

Limbah Cair (apabila memanfaatkan limbah cair sebagai bahan baku)

1. Siapkan limbah cair sebanyak 1000 ml.

2. Siapkan ragi tape sebanyak 1% ; urea 1% dan NPK 1% dari volume larutan.

3. Larutkan ragi, urea dan NPK ke dalam air hangat secukupnya.

4. Masukkan larutan ragi, urea dan NPK ke dalam larutan limbah cair kopi dan

tuangkan larutan tersebut ke dalam botol aqua 1,5 Liter. Lakukan fermentasi

selama 3 hari.

Prosedur Destilasi

Gambar 1.1. Destilator

Keterangan Gambar

1 Broiler

2 Termometer

3 Kolom fraksi

4 Kolom kondensor

5 Selang untuk mengalirkan air

pada kondensor

6 Selang untuk mengalirkan

bioetanol ke dalam botol

1. Pasang saringan 3 tingkat pada kolom fraksi

2. Masukkan larutan fermentasi ke dalam broiler, tutupkan rapat, usahakan tidak

ada bagian yang bocor pada boiler.

3. Hubungkan selang pada ujung kondensor untuk mengalirkan bioetanol ke dalam

botol

4. Hidupkan kompor listrik, alirkan air melalui selang ke kondensor.

5. Amati termometer, usahakan suhu pada broiler pada kisaran 79 – 81oC.

6. Ukur volume bioetanol dan kadar alkohol bioetanol yang dihasilkan

7. Ulangi langkah 1 s.d 6 menggunakan saringan 2 tingkat

8. Hitung rendemen bioetanol menggunakan persamaan berikut:

Rendemen (%) =

..

Tabel 1. 1. Data Destilasi

Perlakuan Volume larutan

destilat (ml)

Waktu destilasi

(menit)

Volume

Bioetanol (ml)

Kadar Alkohol

Bioetanol (%)

30 60 90 30 60 90 30 60 90

Tanpa plat

2 Plat

3 Plat

F. Daftar Pustaka

Diana,U. 2010. Studi Pembuatan Bioetanol dari Limbah Buah Pisang. Skripsi. Jurusan

Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.

Dwinarso, B. 2010. Rancang Bangun Alat Destilasi Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skipsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

2. FITOREMEDIASI SISTEM BATCH

A. TUJUAN:

1. Mahasiswa memahami prosedur fitoremediasi sistem batch.

2. Mahasiswa mengetahui karakteristik limbah cair tahu pada proses fitoremediasi

sistem batch.

3. Mahasiswa mengetahui karakteristik tanaman kiambang, eceng gondok, dan

kangkung air pada proses fitoremediasi sistem batch.

4. Mahasiswa mengetahui nilai efisiensi total penurunan konsentrasi limbah cair

kopi pada proses fitoremediasi menggunakan tanaman kiambang, eceng

gondok, dan kangkung air.

B. ALAT DAN BAHAN:

Alat:

1. Akuarium batch

2. Gelas Ukur

3. Jerigen

4. Timbangan Digital

Bahan:

1. Limbah Cair Tahu

2. Tanaman Hijau (Kangkung Air, Kiambang, dan Eceng Gondok)

C. RUANG LINGKUP

Praktikum fitoremediasi sistem batch dilaksanakan di Rumai Koi Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Jember. Setiap kelompok praktikum melakukan analisis

TSS, COD dan BOD) pada awal dan akhir pengamatan di Laboratorium TPKL serta

pengamatan harian di Greenhouse. Pengamatan dilaksanakan selama 14 hari dengan

parameter harian yang diamati meliputi pH, kekeruhan, TDS, Suhu, dan kondisi

tanaman.

D. DASAR TEORI

Menurut Nurrandani (2007:28), fitoremediasi merupakan upaya pengurangan

kadar kandungan limbah dalam sebuah perairan atau mengendalikan pencemaran air

dengan menggunakan sebuah tanaman dengan menggunakan kolam buatan maupun in-

situ atau terjadi di perairan bebas pada tanah atau daerah yang tercemar limbah.

Hartanti et al. (2013:32) menyatakan fitoremediasi merupakan teknik pemulihan lahan

tercemar dengan menggunakan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, dan

mentransformasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa organik.

Fitoremediasi Sistem aliran batch memiliki keunggulan dalam melakukan

pengoperasiannya lebih mudah dan hasilnya cukup baik dalam penurunan konsentrasi

zat pencemar dalam limbah.

E. PROSEDUR KERJA

1. Menimbang tanaman hijau (kangkung hijau, eceng gondok, dan kiambang)

dengan timbangan digital sebanyak 300 gram/10 liter limbah cair tahu.

2. Memasukkan 500 ml limbah cair tahu ke dalam botol sampel untuk analisis

awal (TSS, BOD, dan COD).

3. Memasukkan 10 liter limbah cair tahu ke dalam akuarium batch.

4. Memasukkan 300 gram eceng gondok ke dalam akuarium batch.

5. Melakukan pengamatan harian selama 14 hari.

6. Pada hari ke-14 melakukan analisis akhir (TSS, COD, dan BOD).

7. Menghitung efisiensi proses fitoremediasi sistem batch.

F. TABEL PENGAMATAN

Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Proses Fitoremediasi Sistem Batch pada Tanaman...............

Hari

Ke

Parameter

pH Kekeruhan

(NTU)

TDS

(mg/l)

TSS

(mg/l)

COD

(mg/L)

BOD

(mg/L)

Suhu

(oC)

Volume

air (mm3)

0

1

2

3

4

5

6

7

Efisiensi

Tabel 2.2. Karakteristik Tanaman ......

Hari

ke Panjang akar

(mm) Jumlah daun

Jumlah daun yang busuk

Warna daun

Jumlah tunas

Panjang tunas (mm)

0

1

2

3

4

5

6

7

Ket : K = Kuning H = Hijau C = Coklat

G. DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, P.I., Haji, A.T.S. dan Wirosudarmo, R. 2013. Pengaruh Kerapatan Tanaman

Eceng Gondok (Eichornia Crassipes (Mart.) Solm) Terhadap Penurunan Logam

Chromium Pada Limbah Cair Penyamakan Kulit. Jurnal Sumberdaya Alam Dan

Lingkungan.Vol. 1 (1) : 31-37.

Nurrandani, H. 2007. Fitoremediasi Phospat Dengan Pemanfaatan Enceng Gondok

(Eichornia Crassipes (Mart.) Solm). Jurnal Presipitasi. Vol. 2 (1): 28-33.

3. FITOREMEDIASI SISTEM BATCH DENGAN AERASI

A. TUJUAN:

1. Mahasiswa memahami prosedur fitoremediasi sistem batch dengan aerasi.

2. Mahasiswa mengetahui karakteristik limbah cair tahu pada proses fitoremediasi sistem

batch dengan aerasi.

3. Mahasiswa mengetahui karakteristik tanaman kiambang, eceng gondok, dan kangkung air

dalam proses fitoremediasi sistem batch dengan aerasi.

4. Mahasiswa mengetahui nilai efisiensi total penurunan konsentrasi limbah cair kopi pada

proses fitoremediasi dengan aerasi menggunakan tanaman kiambang, eceng gondok, dan

kangkung air.

B. ALAT DAN BAHAN:

Alat:

1. Akuarium batch

2. Gelas Ukur

3. Jerigen

4. Timbangan Digital

5. Aerator

Bahan:

1. Limbah Cair Tahu

2. Tanaman Hijau (Kangkung Air, Kiambang, dan Eceng Gondok)

C. RUANG LINGKUP

Praktikum Fitoremediasi sistem batch dengan aerasi dilaksanakan di greenhouse Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Jember. Setiap kelompok praktikum melakukan analisis TSS, COD

dan BOD) pada awal dan akhir pengamatan di Laboratorium TPKL serta pengamatan harian di

Greenhouse. Pengamatan dilaksanakan selama 14 hari dengan parameter harian yang diamati

meliputi pH, kekeruhan, TDS, Suhu, dan kondisi tanaman.

D. DASAR TEORI

Menurut Nurrandani (2007:28), fitoremediasi merupakan upaya pengurangan kadar

kandungan limbah dalam sebuah perairan atau mengendalikan pencemaran air dengan

menggunakan sebuah tanaman dengan menggunakan kolam buatan maupun in-situ atau terjadi di

perairan bebas pada tanah atau daerah yang tercemar limbah. Hartanti et al. (2013:32) menyatakan

fitoremediasi merupakan teknik pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan tumbuhan untuk

menyerap, mendegradasi, dan mentransformasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun

senyawa organik. Untuk membantu proses fitoremediasi dalam proses penanganan limbah secara

alami di dalam perairan, maka digunakan salah satu cara penambahan oksigen yang dimasukkan ke

dalam cairan limbah sehingga proses penanganan limbah ini bisa berjalan dengan optimal. Metode

tersebut adalah metode aerasi, aerasi merupakan sebuah metode penambahan oksigen yang

dimasukkan ke dalam perairan yang bertujuan untuk mengikat senyawa-senyawa yang sangat

berbahaya yang terdapat di dalam suatu limbah, sehingga kadar berbahaya yang terdapat di dalam

suatu limbah bisa berkurang atau bahkan hilang (Manasika, 2015)

E. PROSEDUR KERJA

1. Menimbang tanaman hijau (kangkung hijau, eceng gondok, dan kiambang) dengan

timbangan digital sebanyak 300 gram/10 liter limbah cair tahu.

2. Memasukkan 500 ml limbah cair tahu ke dalam botol sampel untuk analisis awal (TSS, BOD,

dan COD).

3. Memasukkan 10 liter limbah cair tahu ke dalam akuarium batch.

4. Memasang aerator ke dalam akuarium batch.

5. Memasukkan 300 gram eceng gondok ke dalam akuarium batch.

6. Melakukan pengamatan harian selama 14 hari.

7. Pada hari ke-14 melakukan analisis akhir (TSS, COD, dan BOD).

8. Menghitung Effisiensi Fitoremediasi sistem batch dengan aerasi.

F. TABEL PENGAMATAN

Tabel 3.1. Pengamatan Parameter Fitoremediasi Sistem Batch dengan aerasi pada Tanaman.....

Hari

Ke

Parameter

pH Kekeruhan

(NTU)

TDS

(mg/l)

TSS

(mg/l)

COD

(mg/l)

BOD

(mg/l) Suhu

Volume

air (mm3)

0

1

2

3

4

5

6

7

Efisiensi

Tabel 3.2. Karakteristik Tanaman ......

Hari ke Panjang akar

(mm)

Jumlah

daun

Jumlah daun

yang busuk Warna daun Jumlah tunas

Panjang

Tunas (mm)

0

1

2

3

4

5

6

7

Ket : K = Kuning

H = Hijau

C = Coklat

G. DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, P.I., Haji, A.T.S. dan Wirosudarmo, R. 2013. Pengaruh Kerapatan Tanaman Eceng Gondok

(Eichornia Crassipes (Mart.) Solm) Terhadap Penurunan Logam Chromium Pada Limbah Cair

Penyamakan Kulit. Jurnal Sumberdaya Alam Dan Lingkungan.Vol. 1 (1) : 31-37.

Manasika, A. P. 2015. Analisis Pengaruh Variasi Densitas Eceng Gondok(Eichornia Crassipes (Mart.)

Solm) Pada Fitoremediasi Limbah Cair Kopi. Jember: Universitas Jember.

Nurrandani, H. 2007. Fitoremediasi Phospat Dengan Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichornia

Crassipes (Mart.) Solm). Jurnal Presipitasi. Vol. 2 (1): 28-33.

4. KOMBINASI PROSES FITOREMEDIASI DAN PROSES FISIK

A. Tujuan.

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur penanganan limbah melalui kombinasi proses

fitoremidiasi dan penanganan fisik.

2. Mahasiswa mengetahui karakteristik limbah cair tahu pada proses kombinasi proses

fitoremediasi dan penanganan fisik

3. Mahasiswa mampu menggunakan alat dan bahan Laboratorium dengan prosedur yang benar

4. Mahasiswa mampu menghitung nilai efisiensi total penurunan konsentrasi limbah pada

kombinasi proses fitoremidiasi dan penanganan fisik limbah cair

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

- 1 buah Akuarium berukuran 40 x 30 x 30 cm

- Bak penampung limbah

- Pompa

- Selang

- Rol Kabel

- Timbangan Digital

Bahan yang digunakan :

- Sampel limbah yang digunakan pada praktikum ini adalah limbah cair tahu sebanyak 40 liter

- Tumbuhan air :

1) 600 gr Kangkung (Kelas A)

2) 600 gr Kiambang (Kelas B)

3) 600 gr Eceng Gondok (Kelas C)

- Pasir Silika

- Batu Kali

- Saringan (kain Tile)

C. Ruang Lingkup.

Praktikum penerapan penanganan limbah dengan kombinasi proses fitoremidiasi dan

penanganan fisik menggunakan pasir silika dan batu kali. Setiap kelompok praktikum mengamati

parameter COD, BOD, TDS, TSS, pH dan kekeruhan sebelum dan sesudah dilakukan proses

penanganan fisik.

D. Dasar Teori

a. Penanganan Fisik

Penanganan fisik dapat dilakukan dengan penyaringan (filtrasi). Penyaringan adalah

pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan pada media

yang porous. Kedalaman penyaringan menentukan derajat kebersihan air yang disaringnya. Akan

tetapi penyaringan ini banyak dijumpai sebagai pengolahan ketiga air limbah setelah mengalami

proses biologis atau proses fisika kimia. Penyaringan akan memisahkan zat padat dan zat kimia yang

dikandung air limbah. Penanganan fisik pada praktikum ini menggunakan batu kali dan pasir silika

dan penanganan biologi dapat dilakukan dengan proses fitoremidiasi. Menurut Kristanto (2004:195),

filtrasi (penyaringan) merupakan suatu bentuk metode pengolahan untuk menghasilkan effluent

limbah dengan efisiensi tinggi. Penyaringan ini menggunakan media seperti pasir dan kerikil yang

bertujuan mengurangi kandungan padatan tersuspensi, kekeruhan, BOD, COD dan parameter

lainnya.

Pada praktikum ini menggunakan prinsip saringan pasir cepat dimana air limbah yang masuk

akan melewati batu kali terlebih dahulu dan kemudian melewati pasir silika. Arah aliran yang

digunakan dalam saringan pasir cepat ini dari arah aliran bawah ke atas (up flow). Dibagian atas

terdapat proses fitoremidiasi dengan menggunakan tumbuhan air (kangkung/kiambang/eceng

gondok).

b. Pasir Silika dan Batu Kali

Kegunaan pasir silika untuk menghilangkan sifat fisik air, seperti kekeruhan atau air berlumpur

dan menghilangkan bau pada air. Pada umumnya pasir silika digunakan pada tahap awal sebagai

saringan dalam pengolahan air kotor menjadi air bersih. Sedangkan dalam proses filtrasi batu kali

berfungsi sebagai pengendap dan penyaring kotoran – kotoran yang terkandung didalam air

(Sumarwoto, 1993).

Gambar 4.1. Rangkaian komponen penanganan fisik dan fitoremediasi

E. Prosedur Operasional Alat dan Langkah Kerja Praktikum

a. Persiapan alat dan bahan

1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Menyusun dan menempatkan alat sesuai dengan gambar rangkain komponen penanganan fisik

(Gambar 1)

3. Memasang pompa pada bak penampung limbah awal

4. Meletakkan dan menyusun batu kali dengan ketinggian 5 cm dan ketinggian pasir silika sebesar

10 cm pada akuarium.

5. Memasukkan tumbuhan air (kangkung/kiambang/eceng gondok) pada bagian atas pasir silika.

b. Langkah Kerja Praktikum

1. Masing-masing kelompok menyiapkan limbah cair dan tumbuhan air yang telah ditentukan oleh

dosen, asisten atau laboran.

2. Masukkan limbah cair ke dalam bak penampung, masing-masing kelompok menyiapkan sampel

limbah sebanyak 40 liter

3. Mengatur stop kran untuk menentukan besar debit yang akan digunakan. Debit yang digunakan

dalam praktikum ini adalah 4,1 ml/detik.

4. Hidupkan pompa sampai limbah mengisi penuh akuarium, dan limbah hasil proses penanganan

fisik keluar dari pipa pengeluaran yang selanjutnya akan ditampung pada bak penampung

limbah akhir

5. Limbah awal merupakan limbah yang berada dalam bak penampung awal (limbah cair tahu asli)

sedangkan limbah hasil dari penanganan fisik dianggap sebagai limbah akhir.

6. Pengukuran parameter limbah awal dan akhir (pH, suhu, TDS, TSS, Kekeruhan, COD, dan BOD).

7. Data hasil pengukuran dimasukkan ke dalam tabel berikut.

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan

Jenis Tanaman Air :

Parameter Limbah Awal Limbah Akhir Nilai Efisiensi

pH

TDS

Suhu

Kekeruhan

COD

BOD

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan TSS

a (mg) b (mg) C (ml) Zat Padat Terlarut

(mg/l)

Limbah awal

Limbah Akhir

Nilai efisiensi

Tabel 4.3. Hasil Pengamatan BOD

a (ml) N (ek/l) V (ml) OT

(mg O2/l)

Limbah awal

Limbah Akhir

Nilai efisiensi

*BOD dianalisis pada BOD 0 dan BOD 5

F. Daftar Pustaka

Alaerts, G dan Santika, Sri Simestri. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Offset

Sumarwoto. O. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Air Limbah Industri. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

5. PROSES ANAEROBIK METODE BATCH

A. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami proses anaerobik menggunakan metode batch

2. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari penumbuhan inokulan dan proses anaerobik

pada limbah cair.

3. Mahasiswa mampu menganalisis pengaruh proses anaerobik pada penangnan limbah cair

serta menghitung volume total biogas yang terbentuk.

4. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis reaktor dan sistem kerja reaktor batch.

5. Mahasiswa mampu menggunakan alat dan bahan Laboratorium dengan prosedur yang

benar.

B. Teori Dasar

Pengelolaan air limbah merupakan upaya yang dilakukan untuk melestarikan lingkungan.

Terdapat penanganan limbah yang dapat menghasilkan limbah. Penangnan tersebut adalah

proses anaerobik. Proses anaerobik akan menghasilkan biogas. Biogas merupakan gas hasil

proses anaerobik berupa gas metan, gas karbondioksida, hidrogen dan hidrogen sulfida. Bahan

dasar dari biogas yaitu bahan organik yang jumlahnya diindikasikan oleh nilai COD dan BOD pada

limbah cair akan difungsikan untuk sumber karbon sebagai media pertumbuhan bakteri. Pada

dasarnya produksi biogas akan melewati beberapa tahapan yaitu hidrolisi sehingga bahan organik

menjadi senyawa yang lebih sederhana. Kemudian senyawa-senyawa tersebut akan dirombak

oleh bakteri asam menjadi asam-asam lemak.

Bakteri yang berperan pada tahapan ini adalah Pseudomonas, Flavobacterium

Alkaligenesis, Escherechia dan Achetobacter (Sa’id, 1987: 298). Kemudian dilanjutkan dengan

proses metanogensis atau pembentukan gas metan. Bakteri-bakteri tersebut yaitu

Methanobacterium Methanosarcina dan Metanococcus yang berfungsi untuk merubah asam

lemak menjadi gas metan sedangkan Desulvabrio akan merombak sulfur menjadi hidrogen sulfida

(Sa’id, 1987:298). Waktu fermentasi yang dapat menghasilkan gas metan optimal yaitu 3 minggu

atau 25 hari dengan suhu 30-50 ᵒC yang menghasilkan komposisi gas sebesar 36% metan,

hidrogen sulfida 19%, karbondioksida 31% dan hidrogen 3,3%. Menurut Seadi, dkk., (2008:25),

hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biogas yaitu suhu dengan tingkat keamanan

40-60 ᵒC, pH dengan nilai optimum 6,4-7,4. Indikator pembentukan biogas dapat diketahui jika

sudah muncul volume dan tekanan biogas. Secara umum pengukuran tekanan biogas dilakukan

dengan metode bejana berhubungan atau pembacaan pada manometer (Potter, 2009:25).

a. Proses Anerobik

Perombakan bahan organik berdasarkan keterkaitan oksigen dibedakan menjadi dua yaitu

proses aerobik (reaksi dengan oksigen) yang menghasilkan ammonia dan proses anaerobik (reaksi

tanpa oksigen) yang menghasilkan gas metan. Pada dasarnya, proses anaerobik akan berkaitan

dengan mikroorganisme dengan tahapan yang meliputi hidrolisis, pembentuakan asam (asidifikasi)

dan metanogenesis (Wahyuni, 2013:17). Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa proses

tersebut.

a. Hidrolisis merupakan proses pemecahan bahan organik dengan senyawa-senyawa mudah larut

seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan

bakteri hidrolotik. Pada proses ini, bakteri mesophilik bekerja pada suhu 30-40 ᵒC sedangkan

bakteri termophilik bekerja pada suhu 50-60 ᵒC dengan pH 6- 7 (Sa’id, 1987:295). Berikut ini

merupakan reaksi dari hidrolisis.

(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6)

b. Pembentukan asam atau asidifikasi merupakan tahap kedua sebagai proses lanjutan hidrolisis.

Proses ini merubah senyawa-senyawa sederhana oleh mikroorganisme pembentuk asam

menjadi asam yang mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat dan asam propinat.

Mikroorganisme pembentuk asam pada tahap ini adalah sub divisis acid/farming bacteria dan

acetogenic bacteria (Manurung, 2004:4). Pada tahapan ini pH akan cenderung menurun namun

pH akan relatif netral karena terbentuk buffer alkali yang dapat menetralkan keasamaan. untuk

mencegah penurunan pH yang spontan dilakukan penambahan kapur. Berikut ini merupakan

reaksi dari tahapan asidifikasi.

C6H12O62CH3CHOHCOOH

(Asam Laktat)

C6H12O6CH3CH2CH2HCOOH + 2CO2 + 2H2

(Asam Butirat)

C6H12O6CH3CH2HCOOH + 2CO2 (Asam Propinat)

C6H12O6(Asam Asetat)

CH3COOH

c. Metanogenesis merupakan tahapan ketiga pada proses anaerobik. Proses ini terjadi

perombakan asam organik oleh bakteri metagenik yang terdiri atas methanococus,

methanosarcina dan methano bactherium menjadi biogas berupa gas metan, karbondiokasida,

air dan gas hidrogen sulfida (Manurung, 2004: 6). Berikut ini merupakan rekaksi dari

metagenesis.

CH3COOH(Metan)

CH4 + CO2

2H2 + CO2(Metan)

CH4 + 2H2O

Berdasarkan tahapan proses anaerobik di atas dapat dirumuskan suatu alur urutan proses dari ketiga

tahapan yang disajikan pada gambar 1.

Lemak Lignin Protein

Asam Lemak

Rantai PanjangAromatik Asam Amino

Siklus Asam Kreb

Asam Piruvat

Asam Butirat

Asam Keto

Karbohidrat

Alkohol

Asam Laktat

Asam Propanat

Asam Asetat

Asam Format

Gas MetanGas

Karbondioksida

Gambar 5.1. Reaksi biokimia proses pemecahan bahan organik menjadi metan dan karbondioksida

(Sumber: Sa’id, 1987: 296)

b. Jenis-Jenis Digester

Digester merupakan media yang dapat dikontrol untuk pertumbuhan mikroorganisme, jenis-

jenis fermentor disajikan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Jenis-jenis fermentor

No. Model Digester Jenis Karakteristik

1) Konstruksi a. Digester bak tertutup

memiliki penutup untuk merangkap gas serta pipa yang digunakan untuk menyalurkan gas dan konsentrasi kepadatan cairan <3%

b. Complete mix digester

konstruksi tangki dari baja yang ditaman di dalam tanah yang dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk mekanis serta konsentrasi kepadatan cairan 3-10%

c. Plug-flow digester

Berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan tempat pengumpulan bahan, tempat pencampuran dan tangki digester serta konsentrasi kepadatan cairan 11-13%

2) Pengisian bahan baku

a. Batch feeding Pengisian dilakukan sekali hingga reaktor penuh dan ditunggu hingga terbentuk biogas

b. Countinous feeding

Pengisian bahan baku dilakukan secara rutin setiap hari dengan volume tertentu

3) Bahan digester a. Fixe dome Terdiri atas batu bata, batu dan semen yang dibentuk seperti kubah

b. Digester silinder

Terdiri atas sumur pencerna dari drum dan penampung gas

c. Digester Balon Memiliki fermentor dengan fungsi ganda d. Digester fiber

glass Berasal dari fiber glass

(Wahyuni, 2013:29-37)

Berdasarkan pengisian bahan baku biogas juga dikenal metode semikontinyu (Widyastuti

dan Betanursanti, 2011:1). Metode semikontinyu merupakan teknik pengisian bahan baku biogas

yang dilakukan dengan periode dan volume tertentu. Hal tersebut akan memberikan kondisi jumlah

biomassa dan biogas yang konstan.

c. Mikroorganisme Pembantu atau Strater

Biogas dihasilkan dari penguraian bahan organik secara anaerobik oleh bantuan

mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan biogas adalah bakteri

metagenik. Bakteri tersebut hidup dalam lingkungan tanpa oksigen dengan memanfaatkan karbon

dan nitrogen. Sehingga rasio C/N memiliki pengaruh relatif penting terhadap biogas yang akan

diproduksi. Rasio C/N yang realtif sesuai dalam pembentukan biogas yaitu sebesar 20-30 (Budiyono,

dkk., 2013:8), hal ini disebabkan jika nilai C/N ratio relatif tinggi akan meningkatkan pertumbuhan

bakteri yang berakibat pada pembentuk gas karbondioksida yang tinggi sedangkan jika nilai rasio

C/N rendah maka nitrogen akan berakumulasi untuk membentuk gas ammonia. Selain itu, kadar

COD dan BOD memiliki pengaruh pada jumlah pengubahan bahan organik menjadi gas metan oleh

bakteri metagenik. Bakteri metagenetik dapat diperoleh dari kotoran ruminansia atau manusia

dengan cara isolasi atau dimanfaatkan secara langsung. Hasil isolasi berupa inokulan (Wahyuni,

2013:21). Berikut ini meruapakan nilai rasio karbon dan nitrogen pada beberapa bahan yang

disajikan pada table 5. 3.

Tabel 5.3. Rasio karbon dan nitrogen pada berbagai bahan

No. Bahan Kandungan C/N

1) Kotoran bebek 8

2) Kotoran manusia 8

3) Kotoran ayam 10

4) Kotoran kambing 12

5) Kotoran babi 18

6) Kotoran domba 19

7) Kotoran sapi/kerbau 24

8) Eceng gondok 25

9) Kotoran gajah 43

10) Batang jagung 60

(Sumber: Padang, dkk., 2011:55)

d. Reaktor Manual Proses Anerobik

Reaktor anaerobik pada praktikum ini dibuat dari galon dan dilengkapi dengan instalasi biogas.

Kapasitas rekator tersebut memiliki volume total 19-20 liter. Volume inokulan yang dari formulasi

antara air dan limbah sebesar 10 liter. Desain struktural menunjukkan desain keseluruhan alat yang

meliputi rangka alat, komponen-komponen statis, komponen dinamis dan komponen pelengkap.

Rangka utama reaktor berasal dari botol kaca atau plastik berkapasitas 19-20 liter yang dilengkapi

dengan silt (karet) penutup dan terdapat dua saluran yang terbuat dari selang. Saluran pertama

difungsikan sebagai input dan selang kedua difungsikan sebagai saluran gas. Reaktor ini tidak

memiliki outlet, hal ini dikarenakan penumbuhan inokulan menggunakan metode batch. Berikut ini

merupakan gambar reaktor yang disajikan pada gambar 5.4.

Volume total 19-20 liter

Plastik Penampung Gas

Hopper dengan

penutup

Saluran Uji

Bakar

Saluran

kontrol pHSilt karet

Gambar 5.4. Reaktor Anaerobik

e. Metode Proses Anaerobik Pada Penanganan Limbah Cair Pengolahan Kopi

Inokulan diperoleh dari kotoran sapi. Penumbuhan inokulan dilakukan pada reaktor 1

dengan volume kotoran sapi dan air sejumlah 10 liter. Perbandingan kotoran sapi dan air adalah 1:1.

Waktu fermentasi selama 18-21 hari. Hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah kondisi pH

dan suhu serta jumlah biogas. Variabel awal limbah cair kopi yang diukur yaitu suhu, pH, BOD, COD,

dengan menggunakan alat ukur mekanis atau digital dan analisis laboratorium serta pengukuran

volume gas.

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk praktikum:

6 buah reaktor yang terbuat dari galon, botol sampel, termometer, beaker glass 500 ml, labu

ukur 1000 ml dan 500 ml, COD reaktor, spektrofotometer dan gelas winkler.

Bahan yang digunakan untuk praktikum:

Pada praktikum ini sampel limbah cair yang digunakan adalah limbah cair tahu dan kotoran

sapi. Untuk mengatur tingkat pH digunakan H2SO4 dan NaOH dan Aquades digunakan untuk

mensterilkan limbah cair tahu.

D. Prosedur kerja

a. Limbah cair sebanyak 500 ml dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml.

b. Limbah cair diukur pada parameter awal (Temperatur, pH, COD dan BOD).

c. Limbah cair diatur pada pH optimal dengan menggunakan 0,1 N H2SO4 atau dengan 0,1 N

NaOH. Dalam penambahan NaOH atau H2SO4 dilakukan dengan metode trial and error

hingga diperoleh jumlah NaOH dengan volume yang sesuai pada penetralan pH limbah cair

pengolahan tahu dengan nilai 6,4-7,4.

d. Pembuatan inokulan dan reaktor:

- Inokulan 1 diperoleh dari kotoran sapi. Pembuatan inokulan dilakukan dengan cara

volume kotoran sapi dan air sejumlah 10 liter. Perbandingan kotoran sapi dan air adalah

1:1.

- Inokulan 2 diperoleh dari kotoran sapi dan limbah cair pengolahan tahu. Pembuatan

inokulan dilakukan dengan cara volume kotoran sapi dan limbah cair pengolahan tahu

sejumlah 10 liter. Perbandingan kotoran sapi dan air adalah 1:1.

e. Waktu fermentasi selama 14 hari. Hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah

kondisi suhu serta jumlah biogas.

f. Pengukuran volume gas dilakukan dengan mengukur volume biogas yang terbentuk yang

ditampung pada plastik penampung, pengukuran volume biogas pada plastik penampung

dilakukan dengan cara memasukkannya kedalam gelas Erlenmeyer 500 ml yang diisi air

minimal 100 ml. Penambahan volume air pada gelas erlenmeyer merupakan volume biogas

yang terbentuk.

g. Paramater harian yang diamati yaitu suhu dan volume gas dan parameter pengukuran pada

limbah awal dan akhir adalah suhu, pH,COD dan BOD.

Tabel 5.1. Hasil Pengamatan harian

No. Parameter

Suhu (0C) Volume Biogas (ml)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Tabel 5.2. Hasil Pengamatan awal dan akhir

Inokulan Parameter

pH COD (mg/L) BOD (mg/L)

Inokulan 1

Awal

Akhir

Inokulan 2

Awal

Akhir

Daftar Pustaka

Budiyono, Pratiwi, E., M., dan Sinar, I., N., Y. 2013. Pengaruh Metode Fermentasi, Komposisi Umpan, pH Awal dan Variasi Pengenceran Terhadap Produksi Biogas dari Vinasse. Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 9(1): 1-12.

Manurung, R., 2004. Proses Anerobik sebagai Alternatif untuk Mengolah Limbah Sawit. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Padang, Y., A., Nurcahyati dan Suhandi. 2011. Meningkatkan Kualitas Biogas dengan Penambahan Gula: Icreasing Biogas Quality with Addition Sugar. Jurnal Teknik Rekayasa, Vol. 12(1): 53-62.

Potter, M., C. 2009. Fluid Mechanics Demystified. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Sa’id. E., G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Cetakan I. Jakarta: PT Madiyatama

Sarana Perkasa. Seadi, Rutz, Prassl, Kottner dan Finsterwalder. 2008. Biogas Handbook. Denmark: University of

Sourthen Denmark Esbjerg. Wahyuni, S. 2013. Biogas: Energi Alternatif Pengganti BBM, Gas dan Listrik. Cetakan I. Jakarta: PT

Agromedia Pustaka. Widyastuti dan Betanursanti, I. 2011. Uji Biorekator Semikontinyu untuk Pembuatan Biogas pada

Pengelolaan Sampah. Seminar Nasional Teknologi dan Komunikasi Terapan ISBN 979-26-0255-0. Kebumen: Sekolah Tinggi Teknologi Muhamamadiyah Kebumen.

6. PROSES KOAGULASI FLOKULASI

A. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami proses koagulasi dan flokulasi.

2. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari proses koagulasi dan flokulasi

3. Mahasiswa mampu menganalisis pengaruh koagulan terhadap limbah pada proses koagulasi

dan flokulasi.

4. Mahasiswa mampu memahami sistem kerja Jar Test.

5. Mahasiswa mampu menggunakan alat dan bahan Laboratorium dengan prosedur yang

benar.

B. Teori Dasar

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.

Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus

dapat dioperasikan dan dipelihara terutama oleh industri terkait yang menghasilkan air limbah.

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan

dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut

secara umum biasa dikenal dengan pengolahan secara kimia.

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel

yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun;

dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut

pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat

diendapkan menjadi mudah diendapkan (koagulasi- flokulasi), baik dengan atau tanpa reaksi

oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. Pengendapan bahan tersuspensi

yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang

berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga

akhirnya dapat diendapkan (Risdianto, 2007).

a. Koagulasi-Flokulasi

Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan

bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. dimana partikel-partikel koloid ini tidak

dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan

dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan

pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga

proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan

setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan

sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi.

Penggoyahan partikel koloid ini akan terjadi apabila elektrolit yang ditambahkan dapat diserap oleh

partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi netral. Penetralan muatan partikel oleh koagulan

hanya mungkin terjadi jika muatan partikel mempunyai konsentrasi yang cukup kuat untuk

mengadakan gaya tarik menarik antar partikel koloid. Proses flokulasi berlangsung dengan

pengadukan lambat agar campuran dapat membentuk flok-flok yang berukuran lebih besar dan

dapat mengendap dengan cepat. Keefektifan proses ini tergantung pada konsentrasi serta jenis

koagulan dan flokulan, pH dan temperatur.

b. Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai prosesdestabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi

termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang

dapat diendapkan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses

koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran

zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat,

fero sulfat dan PAC.

Air mengandung partikel-partikel koloid yang terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu

singkat. Partikel-partikel koloid tersebut tidak dapat menyatu menjadi partikel yang lebih besar

karena pada umumnya partikel-partikel tersebut bermuatan elektris yang sama, sehingga

dibutuhkan penambahan bahan kimia seperti koagulan yang dapat mendestabilkan partikel-partikel

koloidal. Koagulasi adalah proses adsorpsi dari koagulan terhadap partikel koloid sehingga

menyebabkan destabilisasi partikel. Proses ini biasa disebut proses netralisasi.

Pada proses koagulasi Jartest digunakan untuk mencari bahan kimia apa yang cocok untuk

air limbah tertentu dan beberapa dosis yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang optimal.

Proses koagulasi ini dengan pengadukan cepat supaya terjadi turbulensi yang baik agar bahan kimia

dapat menangkap partikel-partikel koloid. Pengadukan cepat hanya dilakukan sebentar saja ± 30-60

detik pada kecepatan putaran 400 Rpm (Hasanah et al. 2014).

Gambar 6.1. Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan.

c. Flokulasi

Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan

pengelompokan/ aglomerasi antara partikeldengan koagulan (menggunakan proses pengadukan

lambat atau slow mixing). Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok

yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan (Risdianto, 2007).

Setelah selesai dengan proses koagulasi, proses yang terjadi dilanjutkan pada tahap ke dua

yaitu proses flokulasi dimana terjadi penggabungan partikel-partikel yang tidak stabil sehingga

membentuk flok yang lebih besar dan lebih cepat dapat dipisahkan. Sering kali flok yang terbentuk

tidak begitu bagus sehingga dibutuhkan bahan kimia tambahan yang dapat membantu

penggabungan flok-flok tersebut sehingga menjadi flok yang lebih besar. Flokulasi dilakukan pada

pengadukan lambat dengan waktu 15 menit pada kecepatan putaran 150 Rpm (Hasanah et al. 2014).

Gambar 6.2. Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan

d. Jar Test

Jartest adalah rangkaian test untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi dan flokulasi serta

menentukan dosis pemakaian bahan kimia.

Gambar 6.3. Jar Test

Pada pengolahan air bersih atau air limbah dengan proses kimia selalu dibutuhkan bahan

kimia tertentu pula untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam air atau air limbah.

Penambahan bahan kimia tidak dapat dilakukan sembarang, harus dengan dosis yang tepat dan

bahan kimia yang cocok serta harus memperhatikan pHnya. Sehingga jartest bertujuan untuk

menpotimalkan pengurangan polutan dengan :

mengevaluasi koagulan dan flokulan

menentukan dosis bahan kimia

mencari pH yang optimal

e. Metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest

Standar nasional untuk metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest ditetapkan

dalam SNI 19-6449-2000 termasuk prosedur umum untuk pengolahan dalam rangka mengurangi

bahan-bahan terlarut, koloid dan yang tidak mengendap dalam air dengan menggunakan bahan

kimia dalam proses koagulasi flokulasi, yang dilanjutkan dengan pengendapan secara gravitasi.

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk praktikum:

Jart test, pH meter Calibration Check HI 223, Neraca Analitik OHAUS, Spectrofotometer,

Oven, Beaker glass 1000 ml, Desikator, Turbidimeter, Stopwatch, COD reactor, Multi parameter

probe.

Bahan yang digunakan untuk praktikum:

Pada praktikum ini sampel limbah cair yang digunakan adalah limbah cair tahu, Alumunium

Sulfat (Alum) sebagai koagulan. Untuk mengatur tingkat pH digunakan H2SO4 dan NaOH dan Aquades

digunakan untuk mensterilkan alat.

D. Prosedur kerja

h. Limbah cair sebanyak 500 ml dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml.

i. Limbah cair diukur pada parameter awal (Temperatur, pH, TDS, Kekeruhan, TSS, COD dan

BOD).

j. Limbah cair diatur pada pH optimal dengan menggunakan H2SO4 atau dengan NaOH

k. Pembuatan dosis

- Kel 1. 2000 Ppm

- Kel 2. 3000 Ppm

- Kel 3. 4000 Ppm

- Kel 4. 5000 Ppm

- Kel 5. 6000 Ppm

- Kel 6. 7000 Ppm

*setiap dosis dilakukan 2 (dua) kali pengulangan

l. Jar test dioperasikan sesuai dengan prosedur (jar test dihidupkan dalam power, lighting dan

pengaturan Rpm).

m. Beaker diletakkan pada Jar Test/ Flokulator

n. Dosis ditambahkan pada beaker glass sesuai dengan dosis masing-masing

o. Proses Koagulasi selama 60 detik dengan kecepatan putaran pada Jar Test 400 Rpm (Diamati

perubahannya).

p. Proses Flokulasi selama 15 Menit dengan kecepatan putaran pada Jar Test 150 Rpm (Diamati

Perubahanya).

q. Setelah proses koagulasi dan flokulasi diendapkan selama kurang lebih 60 menit (diamati

kecepatan pengendapan).

r. Pengukuran parameter limbah akhir (pH, Temperatur, TDS, Kekeruhan, TSS, COD, BOD dan

volume lumpur akhir).

Tabel 6.1. Hasil Pengamatan

E. Daftar Pustaka

Hasanah, T.L., Novita, E., dan Indarto. 2014. Optimasi penggunaan koagulan alami biji kelor (Moringa Oleifera) pada pengolahan limbah cair mocaf . Tidak diterbitkan. Skripsi. Jember: Lab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan (TPKL), PS Teknik Pertanian, FTP – UNEJ.

Risdianto, D. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi Untuk Pengolahan Air Limbah Industri

Jamu ( Studi Kasus Pt. Sido Muncul ). Tidak diterbitkan. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Parameter pH TSS (mg/l)

TDS (mg/l)

Kekeruhan (NTU)

COD (mg/l)

Vol. lumpur akhir (mm3)

Limbah Awal

Limbah Akhir

Pengukuran 1

Pengukuran 2

Nilai Rata-Rata

Efesiensi

(%)