ANALISIS UJI KINERJA EMITTER CINCIN (RING IRRIGATION)
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PAKCOY (Brassica rapa L)
Novia Maharani Ika Lestari1, Sirajuddin Haji Abdullah2, Asih Priyati2
1Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri,
Universitas Mataram 2Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri,
Universitas Mataram
ABSTRAK
Sistem irigasi cincin adalah sistem irigasi yang merembeskan air pada tanaman dengan debit yang
kecil di daerah perakaran tanaman dan menjaga kelembaban tanah dengan media yang berbentuk
cincin sebagai emiter. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja emiter cincin terhadap
pertumbuhan tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) dan mengukur pertumbuhan dan produktivitas
tanaman pakcoy pada berbagai jenis bahan porus emiter. Metode penelitian menggunakan metode
eksperimental dengan percobaan di lapangan. Penelitian menggunakan 3 perlakuan dengan jenis
kain berbeda, yaitu kain oskar, parasut, dan flanel. Setiap perlakuan terdiri dari 5 tanaman.
Parameter penelitian yang diamati yaitu konduktivitas bahan porus emiter, debit dan keseragaman
emiter, efisiensi irigasi, pertumbuhan tanaman, dan produktivitas tanaman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan nilai konduktivitas bahan porus emiter tertinggi pada jenis kain
oskar, dan terendah pada kain parasut. Berdasarkan efisiensi penggunaan air tertinggi pada jenis
kain parasut, dan efisiensi penyimpanan air tertinggi pada jenis kain oskar. Hal tersebut disebabkan
karena perbedaan jumlah debit air yang disalurkan oleh masing-masing jenis kain. Tinggi tanaman
pakcoy pada kain oskar yaitu 16,64 cm, pada kain parasut 11,84 cm, dan kain flanel 14,26 cm;
jumlah daun jenis kain oskar adalah 16 helai, kain parasut 12,2 helai, dan kain flanel 15,6 helai;
produktivitas tanaman pakcoy yang terbaik terdapat pada jenis kain oskar yaitu 423,63 gr/m2.
Kata kunci: efisiensi irigasi, irigasi bawah permukaan, irigasi cincin
ii
PERFORMANCE TEST ANALYSIS OF RING IRRIGATION
ON GROWTH OF PAKCOY PLANT (Brassica rapa L)
Novia Maharani Ika Lestari1, Sirajuddin Haji Abdullah2, Asih Priyati2
1Students at Study Program of Agricultural Engineering, Faculty of Food and Agroindustrial
Technology, University of Mataram 2Lecturer at Study Program of Agricultural Engineering, Faculty of Food and Agroindustrial
Technology, University of Mataram
ABSTRACT
Ring irrigation system is a process that water seeps into plants with a small debit in the rooting
area of the plant and maintain the ground’s moisture with a ring-shaped medium as an emitter.
This study aims to analyze the performance of ring emitters on the growth of pakcoy plants
(Brassica rapa L.) and to measure the growth and productivity of pakcoy on various types of
porous emitters. The research method uses experimental methods with experiments in the field.
The study used 3 treatments with different types of material, namely oscar, parachute, and flannel.
Each treatment consisted of 5 plants, the research parameters observed were conductivity of porous
emitters, debit and variety of emitters, irrigation efficiency, plant growth, and plant productivity.
The results showed that based on the conductivity value, the highest porous were in the oscar type
of material and the lowest is in the parachute type. That the highest water use efficiency was in the
type of parachute material, and the highest water storage efficiency is in the oscar one. This is due
to the differences in the amount of water debit that channeled by each type of material. The height
of pakcoy on oscar material is 16.64 cm, on parachute was 11.84 cm, and 14.26 cm on the flannel;
the number of leaves of oscar material is 16 strands, parachute 12.2 strands, and 15.6 strands on
flannel; The best productivity of pakcoy plants were found on oscar material, which is 423.63
gr/m2.
Keywords: irrigation efficiency, subsurface irrigation, ring irrigation
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan komponen yang
sangat penting dalam bidang pertanian
yaitu untuk pertumbuhan tanaman. Pada
musim hujan, ketersediaan air untuk
memenuhi kebutuhan air tanaman bukanlah
menjadi suatu masalah. Namun pada saat
musim kemarau, ketersediaan air untuk
memenuhi kebutuhan tanaman menjadi
salah satu masalah utama dalam bidang
pertanian. Hal ini dikarenakan sulitnya
menemukan sumber air dan banyaknya
penggunaan air untuk kebutuhan lain.
Air harus dimanfaatkan secara
efektif dan efisien dalam bidang pertanian.
Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi
masalah keterbatasan air. Pemilihan sistem
irigasi yang diaplikasikan dalam bidang
pertanian merupakan salah satu cara untuk
mengefisienkan penggunaan air. Pada
sistem irigasi permukaan, hanya 20% air
yang dapat dimanfaatkan sedangkan 80%
air tidak dimanfaatkan karena hilang akibat
perkolasi dan evaporasi (Magfirah, 2018).
Salah satu cara pemberian air
secara efisien adalah dengan sistem irigasi
tetes dimana pemberian air pada tanaman
secara langsung baik pada permukaan
tanah maupun di dalam tanah secara
sinambung dengan debit yang kecil
(Prastowo, 2010). Sistem irigasi yang
hemat air lainnya adalah irigasi kendi
(pitcher irrigation) yang telah
dikembangkan sebagai upaya
meningkatkan efisiensi penggunaan air
irigasi untuk tanaman hortikultura di
Indonesia (Setiawan, 1998).
Sistem pemberian air secara efisien
masih terus dikembangkan baik dari segi
teknologi maupun sistem manajemen
penggunaan air. Selain penggunaan air
yang efisien, juga mempertimbangkan
teknologi yang dihasilkan bisa
diaplikasikan dan dikembangkan atau ditiru
oleh petani baik skala kecil maupun skala
besar yang tentunya bahan dan komponen
yang digunakan bisa diperoleh di daerah
setempat. Oleh karena itu dibutuhkan
teknologi sistem irigasi sederhana dan
dapat dirakit oleh petani sendiri.
Kain legasi merupakan jenis kain
yang umum digunakan untuk pembungkus
atau bantalan sofa. Kain legasi banyak
dimanfaatkan karena termasuk jenis kain
yang bagus dan tahan lama dalam
penggunaannya. Reskiana (2014)
sebelumnya dalam penelitiannya tentang
uji kinerja emitter irigasi cincin telah
melakukan percobaan dengan beberapa
jenis kain, salah satunya adalah dengan
menggunakan kain legacy.
Berdasarkan permasalahan di atas,
penelitian ini mencoba untuk menghasilkan
emitter yang berbentuk cincin (irigasi
cincin) dimana air dirembeskan oleh bahan
porus (kain) secara sirclle-shape yang
ditempatkan di bawah permukaan tanah
(sub-surface irrigation) di daerah
perakaran tanaman. Emitter ini juga mampu
menjaga kelengasan tanah pada rentan air
tersedia bagi akar tanaman dengan
meminimalisasi laju evaporasi, aliran
permukaan dan perkolasi. Penelitian ini
menggunakan tiga jenis bahan porus yaitu
kain oskar, parasut dan flannel.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis kinerja emitter cincin
terhadap pertumbuhan tanaman pakcoy
(Brassica rapa L.)
2. Mengukur pertumbuhan dan
produktivitas tanaman pakcoy
(Brassica rapa L.) pada berbagai jenis
bahan porus emitter.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diperoleh dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Strata 1 di
Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.
2) Dapat menambah wawasan bagi petani
ataupun masyarakat tentang sistem
irigasi bawah permukaan.
3) Sebagai sumber ataupun referensi bagi
penelitian selanjutnya.
METODELOGI
2
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juni - Juli 2019 di Sakra, Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu pipa ½”, bak
penampung, stop kran, selang benang, 3
jenis kain tekstil (kain flanel, oskar, dan
parasut), lem, selang transparan 5 mm,
gunting, cutter, bor, gergaji, penggaris,
stopwatch, dan polibag sebagai tempat
media tanam.
Bahan-bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan
adalah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.),
tanah, sekam dan kompos sebagai media
tanam dengan perbandingan 2:1:1, dan air.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan
adalah metode eksperimental dengan
percobaan di lapangan menggunakan 3
jenis kain yaitu flannel, oscar dan parasut.
Parameter Penelitian Parameter yang akan diukur pada
penelitian ini adalah:
Analisis Konduktivitas Bahan Porus
Emitter
Metode pengukuran
Konduktivitas bahan porus emiter cincin
merupakan metode pengukuran
konduktivitas tanah jenuh di laboratorium
yaitu metode tinggi permukaan air
menurun. Konduktivitas hidrolika tanah
(Ks) jenuh diukur dengan menggunakan
metode falling head dengan persamaan
berikut:
Ks = 2.3 x 𝑎∗𝑙
𝐴∗𝑡log
ℎ1
ℎ2…….(1)
Dimana:
Ks = konduktifitas hidrolik jenuh
(cm/detik)
A = luas permukaan sample tanah
(cm2)
a = luas permukaan buret (cm2)
l = ketebalan sample tanah (cm)
t = waktu (detik)
h1 = tinggi awal (cm)
h2 = tinggi pada waktu t (cm)
Debit Emitter
Penentuan debit masing-masing
emitter, dihitung dengan cara mengukur
debit air yang ke luar dari tiap-tiap emitter
selama 1 jam. Debit aliran pada emitter
dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
𝑄 =𝑣
𝑡 ………………………(2)
Dimana:
Q = debit aliran
v = volume aliran
t = waktu aliran
Keseragaman Debit Emitter (Emission
Uniform)
Keseragaman debit emiiter
dilakukan dengan cara menentukan nilai
jangkauan basah dari masing-masing
emitter kemudian diambil nilai rata-
ratanya. Perhitungan dapat dilakukan
dengan persamaan:
EU= 100% ( qn
qa ) …….……(3)
Dimana:
EU = Emission Uniform (%)
qn = Jangkauan basah rata-rata seperempat
terendah (cm)
qa = Jangkauan rata-rata keseluruhan (cm)
Efisiensi Penggunaan Air (Ea)
Efisiensi penggunaan air dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut
(Magfirah, 2018):
Ea = Ws
Wf × 100% ………..……(4)
Dimana:
Ea = Efisiensi penggunaan air (%)
Ws = Air yang ditampung/diterima tanah
(jumlah air yang disalurkan–perkolasi) (ml)
Wf = Jumlah air yang disalurkan (ml)
Efisiensi Penyimpanan Air (Es)
Efisiensi penyimpanan air dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut (Magfirah, 2018):
Es = Ws
Wn × 100% …………….…(5)
Dimana:
Es = Efisiensi penyimpanan air (%)
Ws = Air yang ditampung/diterima tanah
(kadar air setelah pemberian air irigasi –
kadar air awal) (%)
Wn = Kadar air kapasitas lapang – kadar air
awal (%)
3
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal
batang pakcoy sampai ujung daun tertinggi.
Jumlah Daun (helai)
Daun pakcoy dihitung sejak
tanaman pakcoy memiliki daun sejati.
Berat Tanaman
Pada saat panen pakcoy ditimbang daun
batang dan akarnya.
Produktivitas Tanaman (g/m2)
Produktivitas tanaman pakcoy
dihitung dengan cara berat tanaman pakcoy
dibagi dengan luas tanam. Luas polibag
dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut (Magfirah, 2018):
L = πr2 ……………………..…(6)
Dimana:
L = Luas lingkaran (m2)
r = jari-jari lingkaran (m)
Produktivitas Air (Kg/m3)
Produktivitas air tanaman adalah
perbandingan antara hasil yang diperoleh
dengan jumlah air yang diberikan terhadap
tanaman, dengan satuan gram-hasil perliter
air yang digunakan.
Ep = 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑒𝑚𝑖𝑡𝑒𝑟 (𝐾𝑔)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑖𝑟𝑖𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑚3)
Rancangan Sistem Irigasi
Gambar 1. Rancangan Irigasi Cincin
(Tampak Samping)
Gambar 2. Rancangan Irigasi Bawah
Permukaan (Tampak 45o)
Gambar 3. Rancangan Emitter Cincin
Gambar 4. Rancangan Dalam Polibag
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Alat Irigasi
Sistem irigasi cincin adalah sistem
irigasi yang merembeskan air pada
tanaman dengan debit yang kecil di daerah
perakaran tanaman dan menjaga
kelembaban tanah dengan media yang
berbentuk cincin sebagai emitter. Irigasi
cincin adalah sistem irigasi yang
menggabungkan prinsip kerja dari irigasi
tetes dan irigasi kendi yaitu merembeskan
dan memberikan air langsung pada daerah
perakaran. Dimensi cincin tergantung pada
luas daerah perakaran tanaman dan dari
hasil analisis konduktivitas emitter. Jenis
material cincin yang digunakan
memberikan peranan penting dalam
mengendalikan laju air irigasi ke dalam
tanah, terutama pada karakteristik
konduktivitas hidrolikanya. Material yang
digunakan adalah bahan yang porus, dapat
berupa bahan keramik seperti irigasi kendi
(Reskiana, 2014) ataupun dari bahan tekstil
yang memiliki tingkat permeabilitas
tertentu agar mampu mempertahankan
rembesan air yang menyebar di seluruh
permukaan cincin dan mempertahankan
kelembaban tanah. Bak penampung pada
irigasi yang dirancang menggunakan
tabung mariotte. Penggunaan tabung
7,5
cm
7,5 cm d= 15
cm
12cm
2mm
2m
m
4
mariotte untuk memasok air irigasi ke
pemancar cincin, memungkinkan air
mengalir pada tekanan konstan
(Sumarsono, 2018).
Jaringan irigasi dirancang dengan
bak penampung menggunakan tabung
mariote berkapasitas 60 liter yang
diletakkan di atas dudukan setinggi 40 cm,
sehingga air akan mengalir secara gravitasi.
Bak penampung air dihubungkan dengan 3
pipa PVC utama yang berdiameter ½”
dengan panjang 20 cm, tinggi 10 cm dan
memiliki stop kran masing-masing. Pipa
utama dihubungkan dengan 3 pipa pembagi
yang dimana ukurannya sama dengan pipa
utama yaitu ½”. Pipa pembagi memiliki
panjang 120 cm. Pada masing-masing pipa
pembagi dibuat 5 lubang dengan jarak antar
lubang pada pipa pembagi adalah 20 cm
dan diameter lubang 5 mm sebagai tempat
meletakkan selang transparan yang telah
terhubung dengan emitter cincin. Emitter
cincin memiliki panjang 40 cm dan
berdiameter 15 cm, lubang emitter
berjumlah 4 lubang dengan diameter 2 mm
dan jarak antar lubang 7,5 cm. Lubang pada
emitter berfungsi sebagai jalan keluarnya
air untuk diresapkan ke tanaman dengan
dibalut menggunakan 3 jenis kain yaitu
flanel, oskar dan parasut.
Konduktivitas Bahan Porus Emitter
Konduktivitas bahan porus adalah
kemampuan suatu kain dapat melewatkan air
Analisis Konduktivitas material emitter
dilakukan dengan menggunakan metode
falling head dan mengukur volume air
yang dilewatkan oleh bahan material
emitter pada setiap waktu (detik)
(Reskiana, 2014). Sehingga diperoleh nilai
konduktivitas material emitter yang dapat
dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Nilai Konduktivitas (Ks) Bahan
Emitter
No Jenis bahan kain Ks (cm/jam)
1
2
3
Oskar
Parasut
Flanel
6,11
0,24
5,64
Pada pengujian nilai konduktivitas
material emitter yang terdiri dari 3 jenis
bahan kain, maka diperoleh nilai
konduktivitas material yang paling kecil
adalah bahan parasut dengan nilai K = 0,24
cm/jam, bahan flannel K = 5,64 dan nilai K
terbesar pada bahan oskar dengan nilai K =
6,11 cm/jam Suripin (2001), menyatakan
bahwa laju konduktivitas (permeabilitas)
dikelompokkan menjadi beberapa kriteria
yaitu untuk kategori lambat (kurang dari 0.5
cm/jam), agak lambat (0.5 – 2.0 cm/jam),
sedang (2.0–6.25 cm/jam), agak cepat (6.25
– 12.5 cm/jam), cepat (lebih dari 12.5
cm/jam). Berdasarkan pengelompokan laju
konduktivitas kain oskar dan flannel
termasuk laju konduktivitas kategori
sedang, sedangkan kain parasut tergolong
laju konduktivitas kategori lambat.
Nilai konduktivitas bahan emitter
sangat penting diketahui untuk mengetahui
kemampuan bahan porus tersebut
merembeskan air ke tanah untuk
pertumbuhan tanaman. Semakin besar nilai
konduktivitas maka semakin cepat
merembeskan air karena memiliki
pori/rongga yang lebih besar. Nilai
konduktivitas akan mempengaruhi teknik
penyiraman dan jenis tanaman yang akan
ditanam. Dimana nilai konduktivitas kain
yang digunakan akan disesuaikan dengan
kebutuhan air tanaman dan karakteristik
tanaman. Oleh karena itu uji nilai
konduktivitas bahan porus sangat penting
dilakukan sebelum penanaman. Pada ketiga
jenis bahan porus, nilai konduktivitas
tertinggi dimiliki oleh kain oskar dan
konduktivitas yang paling rendah dimiliki
oleh kain jenis parasut. Tinggi ataupun
rendahnya nilai konduktivitas akan
mempengaruhi debit air yang akan
dirembeskan oleh masing-masing jenis
kain.
Debit Emitter dan Emission Uniform
(EU)
Debit adalah jumlah air yang
dialirkan dalam satuan waktu. Sedangkan
EU (Emission Uniform) merupakan
parameter yang memperlihatkan cara kerja
sebuah emitter bekerja pada sistem irigasi
cincin dalam keseragaman merembeskan
5
air. Hasil pengukuran debit dan EU
(Emission Uniform) dapat dilihat pada
diagram batang dan Tabel 2 di bawah ini:
Gambar 5. Debit Emitter Berdasarkan 3
Jenis Kain
Gamba 5. menunjukan debit air
terbesar terdapat pada emitter dengan
balutan kain oskar, sedangkan debit yang
paling kecil yaitu pada emitter dengan
balutan kain parasut. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan nilai konduktivitas yang
dimiliki oleh masing-masing jenis kain.
Dimana semakin besar nilai konduktivitas
suatu kain, maka semakin tinggi debit air
yang dirembeskan.
Tabel 2. Keseragaman emitter/EU
(Emission Uniform)
Emiter
Ke
Debit air (ml/jam)
Oskar Parasut Flanel
1 790 480 675
2 785 475 680
3 780 485 665
4 790 480 670
5 785 475 670
Total 3930 2395 3360
Rerata 786 479 672
EU 99,23% 99.16% 98.95%
Tabel 2. menunjukkan nilai
keseragaman emitter pada ketiga jenis kain
yang sangat tinggi yaitu diatas 90%. Pada
ketiga jenis kain memiliki nilai
keseragaman (EU) yang sangat tinggi. Hal
tersebut menandakan bahwa jaringan
irigasi ini layak digunakan karena nilai
debit yang ke luar dari masing-masing
emitter pada setiap pipa menunjukkan
tingkat keseragaman yang sangat baik.
Tingkat keseragaman rembesan
diklasifikasikan sesuai kriteria, menurut
Franata dkk (2014), sebagai berikut: Sangat
baik bila nilai EU (94-100) %; Baik bila
nilai EU (81-87) %; Cukup baik bila (68-
75) %; Kurang baik bila nilai EU (56-62) %
dan tidak layak bila nilai EU <50%.
Keseragaman pada irigasi cincin
dipengaruhi oleh tekanan, cara pembuatan
emitter cincin dalam hal ini ketepatan
pelubangan rembesan air, teknik
pembalutan kain pada emitter, panjang
pipa, jarak emitter dan jumlah emitter pada
irigasi cincin. Untuk mengatur tekanan,
digunakan tabung mariotte yang berfungsi
untuk menstabilkan tekanan pada jaringan
irigasi.
Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi merupakan
indikator kinerja dari sistem irigasi.
efisiensi irigasi untuk setiap fase
pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 3.
Febrina, (2013) menyatakan bahwa
efisiensi pada jaringan irigasi tetes
diperkirakan lebih dari 90%, lebih besar
dari metode irigasi lainnya.
Tabel 3. Efisiensi irigasi pada kain oskar,
parasut, dan flannel
Fase Ke
Bahan Porus Emiter
Oskar Parasut Flanel
Ea
(%)
Es
(%)
Ea
(%)
Es
(%)
Ea
(%)
Es
(%)
Awal 93.9 70.56 98.54 41.67 96.13 66.16
Tengah 95.17 99.78 99.38 66.59 97.17 93.75
Akhir 94.53 86.1 98.13 54.14 97.03 77.67
Keterangan:
Ea = Efisiensi penggunaan air (%)
Es = Efisiensi penyimpanan air (%)
Efisiensi penggunaan air (Ea)
merupakan perbandingan antara air yang
disalurkan dengan air yang diterima oleh
tanaman. Tabel 3 diperoleh bahwa efisiensi
penggunaan rata-rata air irigasi pada setiap
fase pertumbuhan sangat tinggi yaitu lebih
besar dari 90%, dimana perkolasi yang
terjadi pada setiap polibag sangat sedikit
bahkan nol (tidak terjadi perkolasi). Hal ini
berarti bahwa air yang disalurkan pada saat
786
479
672
0
200
400
600
800
1000
Oscar (ml) Parasut(ml)
Flanel (ml)
Deb
it E
mit
ter
(ml/
jam
)
6
pemberian air dapat diterima seluruhnya
oleh tanaman tanpa ada banyak air yang
merembes atau perkolasi. Pemberian air
dengan irigasi cincin dilakukan dengan
memberikan air langsung pada zona
perakaran dengan emitter cincin yang
mengelilingi perakaran tanaman, sehingga
kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi dapat ditekan. Pemberian air
irigasi dilakukan selama 1 jam/hari yang
dilakukan pada sore hari mulai dari pukul
16.00-17.00.
Pada masing-masing fase diketahui
bahwa nilai efisiensi penggunaan air irigasi
(Ea) tertinggi yaitu 99,38% pada perlakuan
emitter bahan porus parasut fase tengah dan
yang terendah pada perlakuan bahan porus
oskar yaitu rata-rata 93,9% pada fase awal.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai
konduktivitas bahan porus berpengaruh
terhadap efisiensi penggunaan irigasi.
selain konduktivitas bahan porus, efisiensi
penggunaan air juga dipengaruhi oleh lama
penyiraman irigasi yang dalam hal ini
waktu pemberian air irigasi. Susanto
(2006), menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi efisiensi
penggunaan air seperti keseragaman tanah,
tekstur tanah, permeabilitas, metode
pemberian air irigasi, besarnya aliran
pemberian air irigasi, dan lamanya
pengairan.
Nilai efisiensi penyimpanan (Es)
pada setiap fase bervariasi dan tergolong
rendah pada salah satu jenis bahan porus
yaitu dibawah 90% pada ketiga fase. Nilai
efisiensi penyimpanan tertinggi terdapat
pada fase tengah dan yang terendah
terdapat pada fase awal. Masih rendahnya
efisiensi penyimpanan pada salah satu jenis
bahan porus ini berarti bahwa air yang
diberikan belum memenuhi air yang
dibutuhkan tanaman. Hal ini terjadi karena
perbedaan jumlah air yang diberikan oleh
masing-masing jenis kain. Selain itu,
efisiensi penyimpanan mungkin
dipengaruhi oleh waktu dan teknik
penyiraman yang tidak tepat. Faktor lain
kemungkinan terjadi karena perancangan
jaringan irigasi yang masih manual baik
dalam pelubangan emitter dan pemasangan
emitternya akan menyebabkan air yang
dikeluarkan menjadi kurang maksimal dan
terlalu banyak pada waktu yang singkat
sehingga air yang diberikan tidak dapat
memenuhi kebutuhan air tanaman selama
24 jam. Efisiensi penyimpanan dan
penggunaan irigasi sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan.
Pada 3 fase pertumbuhan tanaman, nilai
efisiensi penggunaan dan penyimpanan
irigasi yang diperoleh berbeda. Efisiensi
pemakaian yang diperoleh baik pada fase
awal, tengah, dan akhir sangat tinggi yaitu
diatas 90%. Sedangkan pada efisiensi
penyimpanan nila yang diperoleh rendah
yaitu rata-rata dibawah 90%. Keadaan
diatas menunjukkan bahwa besarnya nilai
efisiensi pemakaian dan penyimpanan tidak
seimbang. Nilai efisiensi penggunaan yang
tinggi tidak menjamin bahwa nilai efisiensi
penyimpanannya juga akan tinggi. Yang
berarti, sekalipun tanah dapat menerima
100% air yang diberikan oleh emitter
namun jumlah air tersebut belum dapat
memenuhi kebutuhan air tanaman tersebut
yang dalam hal ini merupakan kadar air
kapasitas lapang tanah. Hal ini tentu akan
mempengaruhi nilai produktivitas tanaman
yang dibudidayakan. Dari ketiga jenis kain
dapat dilihat bahwa nilai efisiensi irigasi
yang paling bagus ada pada emitter yang
bahan porusnya kain oskar, sedangkan yang
paling kurang bagus adalah emitter yang
bahan porusnya kain parasut, dimana pada
perlakuan emitter bahan parasut antara
efisiensi penggunaan dan efisiensi
penyimpanan sangat tidak seimbang.
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman Pakcoy
Pengukuran tinggi tanaman
dilakukan setiap 4 hari sekali dari umur ke-
8 hari hingga umur ke-28 hari. Pengukuran
tinggi tanaman sangat penting untuk
dilakukan agar dapat diketahui
perkembangan tanaman pada masing-
masing perlakuan ketiga jenis kain. Data
pertumbuhan tinggi tanaman dapat dilihat
pada grafik dan diagram batang di bawah
ini:
7
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Tinggi
Tanaman Dari Umur 8 Hari Hingga Panen
Gambar 7. Tinggi Tanaman Berdasarkan 3
Jenis Perlakuan Kain
Berdasarkan grafik pada Gambar 6.
pertumbuhan tinggi tanaman pakcoy rata-
rata 1-3 cm dalam waktu 4 hari. Pada
Gambar 7. Rata-rata tinggi tanaman
terendah 11,84 cm dan rata-rata tertinggi
16,64 cm. Perbedaan pertumbuhan tinggi
tanaman dipengaruhi oleh perbedaan
jumlah air yang diberikan, perbedaan
jumlah air yang diberikan dipengaruhi oleh
nilai konduktivitas bahan emitter yang
berbeda.
Jumlah Daun Tanaman Pakcoy
Pengamatan terhadap jumlah daun
dilakukan 4 hari sekali sejak tanaman
berumur 8 hari hingga tanaman berumur 28
hari (panen). Data jumlah daun pada
masing-masing kain dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:
Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Jumlah
Daun Dari Umur 8 Hari Hingga Panen
Gambar 9. Jumlah Daun Berdasarkan 3
Jenis Perlakuan Kain
Berdasarkan Gambar 8.
menunjukkan rata-rata pertumbuhan daun
tanaman dalam waktu 4 hari tumbuh 1-3
helai. Gambar 9. menunjukkan bahwa
jumlah rata-rata helai daun pada saat panen
adalah 16 helai, dan jumlah helai daun rata-
rata terendah adalah 12,2 helai. Perbedaan
pertumbuhan helai daun tanaman antar
jenis kain disebabkan karena masing-
masing kain memberikan jumlah air yang
berbeda yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan sehingga jumlah daun yang
tumbuh berbeda. Proses tumbuhnya daun
juga dipengaruhi oleh sinar matahari. Sinar
matahari yang didapat oleh tanaman kurang
maksimal karena letak penanaman yang
kurang mendapat penyinaran matahari.
Rukmana (1994), kondisi penyinaran
matahari dikehendaki untuk pertumbuhan
sawi adalah antara 10-13 jam per hari.
Jumlah helai daun juga mempengaruhi
tinggi dan berat pada tanaman, semakin
banyak helai daun yang tumbuh, maka
tinggi dan berat tanaman akan bertambah.
harike 8
harike 12
harike 16
harike 20
harike 24
harike 28
harike 32
harike 36
Oskar 2.48 4.34 7.22 10.1 11.84 12.76 14.82 16.64
Parasut 2.24 4 6 7.6 8.66 9.56 10.94 11.84
Flanel 2.16 3.88 6 7.6 10.72 11.74 13 14.26
02468
1012141618
Tin
ggi
Tan
aman
(cm
)
16.64
11.8414.26
0
5
10
15
20
Oskar Parasut Flanel
Jenis kain
Tin
ggi
Tan
aman
(cm
)
harike 8
harike12
harike16
harike20
harike24
harike28
harike32
harike36
Oskar 4 5 6.4 7.8 11.2 12.2 14 16
Parasut 3.8 4.8 6.4 7.8 8.8 9.8 11 12.2
Flanel 3 4 5.4 8 9.2 11.8 13.4 15.6
02468
1012141618
Jum
lah D
aun (
cm)
16
12.2
15.6
0
5
10
15
20
Oskar Parasut Flanel
Jenis kain
Jum
lah D
aun
(hel
ai)
8
4.5.3. Berat Tanaman Pakcoy
Berat tanaman ditimbang pada saat
tanaman dipanen yaitu saat tanaman
berumur 28 hari. Berat tanaman pakcoy
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Berat Tanaman Pakcoy
Berdasarkan 3 Jenis Perlakuan Kain
Berdasarkan Gambar 10. dapat
dilihat bahwa berat tanaman pada kain
parasut lebih rendah daripada berat
tanaman pada kain oskar dan flannel. Hal
ini terjadi karena perbedaan jumlah air yang
diberikan oleh masing-masing jenis kain
sehingga mempengaruhi berat tanaman
yang dihasilkan. Berat tanaman pakcoy
tersebut dapat dikatakan cukup rendah
karena menurut Magfirah (2018), berat
rata-rata tanaman pakcoy adalah 110 gram
dengan masa panen 45 hari setelah semai.
Berat tanaman yang rendah terjadi karena
air yang diberikan belum memenuhi
kebutuhan air tanaman yang disebabkan
tidak seimbangnya nilai efisiensi
pemakaian dan penyimpanan irigasi
dimana efisiensi penyimpanannya rendah.
Selain karena adanya perbedaan suhu,
penyinaran matahari yang kurang maksimal
juga mempengaruhi dimana menurut
Rukmana (1994), kondisi penyinaran
matahari dikehendaki untuk pertumbuhan
sawi adalah antara 10-13 jam per hari.
Sedangkan kondisi tempat penelitian
cenderung kurang mendapat sinar matahari.
Oktavia, (2013) yang menyatakan bahwa
kebutuhan air tanaman pakcoy secara
agronomi untuk satu tanaman adalah 1–2
liter/hari dan dengan drainase yang lancar.
Karena hal tersebut pertumbuhan tanaman
pakcoy dapat dikatakan kurang maksimal.
Untuk meningkatkan hasil tanaman
selanjutnya dianjurkan untuk penyiraman
dengan debit yang lebih rendah dengan
penyiraman secara kontinyu dengan
menggunakan bahan kain yang
konduktivitasnya sesuai dengan jenis
tanaman.
Produktivitas Tanaman Pakcoy
Produktivitas merupakan jumlah
produksi tanaman dalam berat tanaman per
satuan luas lahan tanam. Berat dan
produktivitas tanaman pakcoy pada jenis
kain oskar, parasut dan flannel dapat dilihat
pada Gambar di bawah ini:
Gambar 11. Produktivitas Tanaman
Pakcoy Berdasarkan 3 Jenis Perlakuan
Kain
Nilai produktivitas tanaman didapat
dengan nilai berat tanaman dibagi dengan
luas media tanam. Nilai produktivitas
tanaman tertinggi terdapat pada jenis kain
oskar yaitu 423,63 g/m2 dan nilai
produktivitas tanaman terendah pada
tanaman dengan emitter jenis kain parasut
yaitu 366,60g/m2. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan jumlah debit air yang
diberikan oleh masing-masing jenis kain.
Adanya perbedaan jumlah air yang
diberikan oleh masing-masing jenis kain
mempengauhi produktivitas tanaman yang
dihasilkan.
Produktivitas Air
Hal yang paling penting dalam
manajemen irigasi adalah penggunaan air
irigasi yang sedikit dengan peningkatan
produksi tanaman. Hal ini akan tercapai
dengan penerapan konsep produktivitas air
tanaman (CWP).
20.8
10.6
18
0
5
10
15
20
25
Oskar Parasut Flanel
Jenis kain
Ber
at T
anam
an (
gram
)
423.63
215.89
366.60
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
Oskar Parasut FlanelPro
du
ktif
itas
tan
aman
(g
/m2 )
Jenis Kain
9
Gambar 12. Produktivitas Air Berdasarkan
3 Jenis Perlakuan Kain
Berdasarkan hasil produksi
tanaman pakcoy yang dibudidayakan
dengan irigasi cincin, diperoleh
produktivitas air tanaman dari rasio berat
tanaman pada setiap emitter dengan air
yang diberikan selama masa tumbuh hingga
panen sebesar 0,791 g/liter-0,957 g/liter.
Produktivitas air tanaman paling rendah
diperoleh dari tanaman pakcoy yang dialiri
oleh emitter cincin berbahan parasut
dimana produktivitas air tanaman sebesar
rata-rata 0,791 g/liter. Sedangkan
produktivitas air tanaman paling tinggi
diperoleh dari tanaman pakcoy yang dialiri
oleh emitter cincin berbahan flannel
dimana produktivitas air tanaman sebesar
rata-rata 0,957 g/liter. Berdasarkan hal
tersebut dalam segi produktivitas air emitter
berbahan kain flannel paling bagus
dibandingkan dengan kain oskar dan
parasut. Hal tersebut berarti dengan debit
yang diberikan oleh kain flannel yang lebih
rendah dari kain oskar namun lebih besar
dari kain parasut ternyata lebih efisien
dengan hasil yang lebih baik dari pada
kedua jenis kain lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kain oskar memiliki nilai konduktivitas
tertinggi dibandingkan dengan jenis kain
parasut dan kain flannel yaitu, kain oskar
6,11 m/jam, parasut 0,24 m/jam, dan
flannel 5,64 m/jam.
2. Sistem irigasi cincin memiliki tingkat
keseragaman yang sangat tinggi yaitu
sebesar > 95%.
3. Besar nilai efisiensi pemakaian dan
penyimpanan irigasi tidak seimbang,
dimana nilai efisiensi pemakaian
tertinggi yaitu pada ketiga fase rata-rata
sebesar 99,38% pada kain parasut, dan
yang terendah pada fase awal sebesar
93,9% pada kain oskar, sedangkan nilai
efisiensi penyimpanan tertinggi yaitu
pada fase tengah sebesar 99,78% pada
kain oskar dan yang terendah terdapat
pada fase awal sebesar 41.67% pada
kain parasut.
4. Pertumbuhan tinggi dan helai daun rata-
rata dalam 4 hari tumbuh 1-3cm dan 1-
3 helai daun. Pertumbuhan tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan kain
oskar dan terendah pada perlakuan kain
parasut.
5. Produktivitas tanaman tertinggi terdapat
pada jenis kain oskar sebesar 423,63
g/m². sedangkan produktivitas air yang
paling baik adalah kain flannel yaitu
sebesar 0,957 g/liter.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan terdapat kendala pada proses
pemberian air. Penelitian selanjutnya
diharapkan dapat mengurangi jumlah
lubang yang ada pada emitter dan
menggunakan kain yang nilai
konduktivitasnya sesuai dengan jenis
tanaman sehingga pemberian air pada
tanaman dapat dilakukan secara continue
serta pemberian irigasi yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA.
Febrina, dkk. 2013. Analisis Efisiensi
Irigasi Tetes Dan Kebutuhan Air
Tanaman Sawi (Brassica Juncea)
Pada Tanah Inceptisol. Jurnal
Teknologi Pertanian. Universitas
USU Medan. Vol.2 No. 1 Th. 2013.
Franata R., Oktafri, dan Tusi Ahmad. 2014.
Rancangan Bangun Sistem Irigasi
Tetes Otomatis Berbasis Perubahan
Kadar Air Tanah dengan
oskarparasu
tFlanel
Series1 0.945 0.791 0.957
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2P
rod
ukt
ivit
as A
ir (
g/lit
er)
oskar
parasut
Flanel
10
Menggunakan Mikrokontroler
Arduino Nano. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung Vol. 4. No 1;
19-26. Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. Lampung.
Magfirah, Azizah. 2018. Analisis Efisiensi
Irigasi Bawah Permukaan Pada
Berbagai Tekstur Tanah Untuk
Tanaman Pakcoy (Brassica Rapa
L.). Mataram. Universitas Mataram.
Oktavia, R. 2013. Aplikasi Hidroponik
pada Budidaya Tanaman Pakcoy
Hijau (Brassica Rapa L.) Secara
Vertikal di PT. Parung Farm Bogor.
Bogor: Jurusan Teknologi Pertanian
Politeknik Pertanian Universitas
Andalas.
Prastowo. 2010. Irigasi Tetes Teori dan
Aplikasi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Reskiana. 2014. Desain dan Uji Kinerja
Emitter Irigasi Cincin. Tesis.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rukmana, R. 1994. Sawi dan Petsai.
Kanisius, Yogyakarta.
Setiawan B.I. 1998. Sistem Irigasi Kendi
untuk Tanaman Sayuran di Daerah
Kering. Laporan Riset Unggulan
Terpadu IV. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor,
125 hlm
Sumarsono, Joko., dkk. 2018. Ring-typed
emitter subsurface irrigation
performances in dryland farmings.
Article in International Journal of
Civil Engineering and Technology.
January 2018
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya
Tanah dan Air. ANDI. Yogyakarta.
Susanto, E. 2006. Teknik Irigasi dan
Drainase. Medan: Jurusan
Teknologi Pertanian Universitas
Sumatera Utara.