35
LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN Nama Peneliti: I Nyoman Norken I Ketut Suputra I Gusti Ngurah Kerta Arsana Program Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana 2015 i

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

LAPORAN

HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK:

STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL,

KABUPATEN TABANAN

Nama Peneliti:

I Nyoman Norken

I Ketut Suputra

I Gusti Ngurah Kerta Arsana

Program Magister Teknik Sipil

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

2015

i

Page 2: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

ii

Page 3: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

3

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Subak di Bali sudah dikenal sangat lama sebagai lembaga tradisional yang memiliki

aktivitas pengelolaan usaha tani di lahan sawah. Subak diyakini telah ada sejak

diperkirakan mulainya dikenal persawahan di Bali yaitu pada sebelum abad ke IX

dengan adanya tulisan tentang “huma” yang berarti sawah dan “kasuwakan” yang

dalam kasanah bahasa Bali dapat berubah menjadi “kasubakan” yang artinya

organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun

subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya sudah berlangsung ribuan

tahun, namun subak hingga saat ini merupakan perkumpulan petani pemakai air untuk

irigasi (persawahan) yang masih berfungsi dan beraktivitas dengan cukup baik dan

telah diakui sebagai warisan budaya dunia.

Subak pada prisipnya adalah merupakan masyarakat adat di Bali yang bersifat sosio

agraris religius yang telah adad sejak lama dan berkembang terus sebagai organisasi

yang mengatur air untuk persawahan. Dalam prakteknya filosopi subak dalam

melaksanakan berbagai kegiatan sangat erat dengan filosopi desa adat yang ada di

Bali yaitu landasan filosopi Tri Hita Karana. Dalam agama Hindu di Bali konsep Tri

Hita Karana merupakan falsapah hidup yang sangat tangguh dan universal dalam

menjalani kehidupan berdasarkan ajaran kebenaran (dharma) yang bertujuan untuk

mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan

secara lahir dan bathin (moksa) yang disebut: moksartham dan jadatdhita. Tri Hita

Karana berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan

“Karana” yang berarti penyebab, dengan demikian Tri Hita Karana berarti “tiga

penyebab terciptanya kebahagiaan” atau keharmonisan. Selanjutnya ketiga penyebab

terciptanyan kebahagiaan atau keharmonisan tersebut meliputi keharmonisan

hubungan manusia dengan Tuhan/Pencipta disebut Parahyangan, hubungan manusia

dengan alam sekitar disebut Palemahan dan hubungan manusia dengan manusia

lainnya disebut Pawongan. Berkaitan dengan subak, keharmonisan hubungan

manusia dengan Tuhan atau Parahyangan ditandai dengan dibangunnya tempat

Page 4: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

4

ibadah (pura) dalam wilayah subak dan diikuti dengan aktivitas keagamaan/ritual

dalam melaksanakan kegiatan. Hubungan manusia dengan lingkungan dan alam

sekitar atau Palemahan yang dalam hal ini adalah wilayah subak itu sendiri terkait

berbagai aspek pisik seperti: pemberian dan pengaturan air, lahan dan aktivitas dalam

pelaksanaan kegiatan usaha tani pada lahan persawahan. Sementara hubungan antara

manusia dengan manusia atau Pawongan yang dalam hal ini adalah para petani

anggota subak yang disebut kerama subak sebagai pelaksana kegiatan usaha tani, hak

dan kewajubanya diatur dalam aturan subak yang disebut awig-awig serta

kesepakatan yang disebut pasuare.

Berkaitan dengan Parahyangan yaitu hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan

dalam subak, para kerama/anggota subak melaksanakan kegiatan atau ritual

keagamaan dalam satu siklus masa tanam padi atau satu siklus peananaman padi

yaitu mulai saat membuka pintu air pada sumber air irigasi ( sungai atau mata air) dan

mengalirkanya ke saluran irigasi sampai saat menyimpan padi di tempat penyimpanan

(disebut lumbung). Soken dkk (2010) menguraikan ada dua kategori jenis ritual yang

dilakukan antara lain: ritual yang dilaksanakan secara berkelompok oleh seluruh

anggota subak dan ritual yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota subak.

Ritual yang dilaksanakan secara berkelompok adalah mapag toya dan magurupiduka

di pura Ulunsuwi/Ulun Empelan dan marekang toya, nangluk merana, pangawiwit,

dan ngusaba di pura Bedugul. Adapun ritual yang dilaksanakan secara pribadi atau

sendirisendiri adalah ngendagin, ngurit, mubuhin, ngulapin, nangluk mrana, ngiseh,

mabahin, nyangket, mantenin dan Rsi Ghana. Selanjutnya Pitana (1993) menguraikan

upacara yang dilakukan pada secara bersama pada tingkat tempek atau subak maupun

subak gede antara lain: mendak/mapag toya, mebalik sumpah, merebu, ngusaba,

nangluk merana, pakelem serta odalan. Sedangkan rituan yang dilakukan secara

individual meliputi: ngendagin, ngurit, nuasen, neduh, biukukung, mebanten manyi

dan mantenin. Sementara Martiningsih (2011) menyatakan bahwa selama ini anggota

subak melaksanakan upacara keagamaan (ritual) yang telah dilaksanakan secara turun

temurun seperti: mendak toya, ngendagin, mewinih, nangluk merana hingga upacara

yang terbesar yaitu ngusaba. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaanya

berbagai upacara ritual tersebut dilaksanakan dengan berbagai variasi namun

mempunyai hakekat atau makna yang sama, yang disebut desa, kala, patra yang

berarti di sesuai dengan tempat, waktu dan kondisi di tempat masing-masing.

Sementara kapan dan bagaimana berbagai jenis kegiatan ritual tersebut dilakukan

Page 5: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

5

secara detail dalam satu periode masa tanam padi secara keseluruhan belum diuraikan

secara rinci, serta apakah berbagai jenis ritual tersebut masih dilakukan pada saat ini

pada era yang sudah sangat modren. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut untuk mengetahui rangkaian upacara keagamaan (ritual) yang dilakukan oleh

para anggota subak, serta sejauh mana ritual tersebut masih dilakukan saat ini.

Penelitian mengambil tempat di Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel,

Kabupaten Tabanan, yang merupakan subak dengan luas yang relatif sangat kecil dan

pelaksanaan ritual saat ini masih dilaksanakan secara konsisten dan turun temurun.

2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:

1) Apa saja rangkaian ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung

Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

2) Apa makna dan sarana masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling,

Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

3) Berapa besar dan sumber dana yang digunakan masing masing ritual yang

dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten

Tabanan.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui rangkaian ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa

Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

2) Untuk mengetahui makna dan sarana masing masing ritual yang dilaksanakan

oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

3) Untuk mengetahui besar dan sumber dana yang digunakan masing masing ritual

yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel,

Kabupaten Tabanan.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

1) Sebagai informasi aktivitas ritual yang masih dilaksanakan oleh Subak Piling,

Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

Page 6: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

6

2) Sebagai upaya untuk melestarikan subak sebagai salah satu warisan budaya dunia.

5. Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada:

1) Penelitian hanya dilakukan pada Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel,

Kabupaten Tabanan.

2) Penelitian hanya berfokus kepada aspek aktivitas tradisional keagamaan yang

dilakukan oleh subak tersebut.

Page 7: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistem dan Sejarah Subak

1) Sistem Subak.

Walaupun sistem subak di Bali telah dikenal sangat lama, namun definisi tentang

subak secara resmi dijelaskan pada Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Bali No.

02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi Daerah Provinsi Bali, memberi batasan bahwa

subak adalah: “masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris religius

yang secara historis didirikan sejak dahulukala dan berkembang terus sebagai

organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain di dalam

suatu daerah”. Selanjutnya pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali, Nomor 9

Tahun 2012, Tentang Subak mendefinisikan bahwa: Subak adalah organisasi

tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada

masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang secara

historis terus tumbuh dan berkembang. Sementara berbagai peneliti subak juga

memberikan definisi subak dengan berbagai sudut pandang seperti: Geertz (1967)

dalam Pitana (1993) memberi batasan bawha subak adalah areal persawahan yang

mendapatkan air adri satu sumber. Selanjutnta Sutawan dkk (1986) dalam Pitana

(1993) mejelaskan bahwa subak adalah organisasi petani lahan basah yang

mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura

Bedugul (untuk memuja Dewi Sri, manifestasi Tuhan sebagaai Dewi Kesuburan),

serta mempunyai kebebasan di dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun

di dalam berhubungan dengan pihak luar. Sementara Grader (1979) dalam

Griadhi, dkk (1993) menyatakan bahwa subak merupakan: kumpulan sawah-

sawah dari saluran yang sama atau dari cabang yang sama dari suatu saluran,

mendapat air dan merupakan pengairan. Selanjutnya juga dijelaskan pandangan

Sutha, 1978, bahwa persubakan adalah: organisasi kemasyarakatan yang disebut

Seka Subak adalah suatu kesatuan sosial yang teratur di mana para anggotanya

merasa terikat satu sama lain karena adanya kepentingan bersama dalam

hubungannya dengan pengairan untuk persawahan, mempunyai pimpinan

(pengurus) yang dapat bertindak ke dalam dan ke luar serta mempunyai harta baik

Page 8: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

8

material maupun immaterial. Selanjutnga Pitana (1993) menjelaskan bahwa subak

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air irigasi untuk anggota-

anggotanya

Subak mempunyai pengurus dan aturan-aturan (awig-awig), baik tertulis

maupun tidak tertulis.

Subak mempunyai sumber air bersama.

Subak mempunyai areal persawahan.

Subak mempunyai otonomi baik internal maupun external.

Subak mempunyai satau atau lebih Pura Bedugul (tempat persembahyangan

pada areal subak).

Dari uraian di atas sangat jelas bahwa subak pada dasarnya adalah satu organisasi

kemasyarakatan yang bersifat tradisional religius yang otonum baik internal

maupun external serta dibentuk untuk mengatur air dari sumbernya untuk

mengairi satu daerah persawahan. Namun saat ini seperti yang dijelaskan oleh

Purwita (1993) dan Griadhi dkk (1993) organisasi subak juga dibentuk untuk

mengatur organisasi pertanian bukan persawahan (perkebunan) yang dikenal

dengan nama “subak abian” yang mengelola lahan perkebunan.

2) Sejarah Subak.

Seperti yang dijelaskan oleh Purwita (1993), sangat sulit melacak kapan

sesungguhnya sistem irigasi tradisional subak yang ada di Bali mulai di bangun,

namun diyakini bahwa subak telah ada sejak diperkirakan mulainya dikenal

persawahan di Bali yaitu pada abad ke 9 (prasasti Sukawana A.I, tahun 882 M)

yang telah menyebut kata “huma” yang berarti sawah, sementara pada prasasti

Bebetin AI tahun 986 M yang menyebutkan “undagi pangarung” yang bearti

tukang membuat terowongan air atau dalam bahasa Bali disebut aungan,

selanjutnya dijelaskan pula dari beberapa prasasti (Pandak Badung tahun 1071 dan

Klungkung tahun 1072), tulisan tentang “kasuwakan” yang dalam kasanah bahasa

Bali dapat berubah menjadi “kasubakan” yang artinya organisai subak, atau suatu

daerah irigasi. Berkaitan dengan pengelolaan subak, Purwita (1993) dalam Norken

dkk (2010), menguraikan bahwa setelah Pulau Bali berada dibawah naungan

Kerajaan Majapahit pada tahun 1343 M, sistem pengelolaan pertanian mengalami

perkembangan lagi, sejak saat itu di angkat seorang Asedahan yang bertugas

Page 9: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

9

mengoganisasikan beberapa subak, yang juga disebut Pasedahan, sebutan

asedahan dikemudian hari berubah sebutannya menjadi sedahan yang saat itu

mendapat kepercayaan untuk mengurus pungutan upeti yangdisebut suwinih atau

tigasana atau pajak untuk pertanian.

2. Organisasi Subak

Sebagai organisasi pada umumnya, subak juga mempunyai struktur organisasi. Walau

bentuknya sangat sederhana tetapi cukup efektif dalam mengatur kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh para petani anggota subak atau disebut kerama subak. Pemimpin dalam subak

biasanya disebut prajuru. Seperti yang diuraikan oleh Pitana (1993), untuk subak yang kecil

cukup hanya dipimpin oleh seorang ketua yang disebut kelihan subak atau pekaseh.

Sedangkan untuk subak lebih besar maka prajuru terdiri dari:

Pekaseh (ketua).

Petajuh (wakil ketua). Tidak semua subak dilengkapi dengan wakil ketua.

Penyarikan atau juru tulis (sekretaris).

Patengen atau juru raksa (bendahara).

Kasinoman atau juru arah (penyalur informasi)

Saya (pembantu khusus), biasanya dipilih berkitan dengan kegiatan keagamaan.

Untuk subak yang sangat besar disebut subak gede, biasanya dilengkapi pekaseh gede dan

wakil pekaseh gede. Sementara organisasi subak yang mencakup seluruh dalam satu daerah

aliras sungai (DAS) disebut Subak Agung dan dipimpin oleh Pekaseh Subak Agung.

Subak juga dapat dibagi-bagi lagi dengan bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut tempek

dan dipimpin oleh kelihan tempek, kelihan tempek berada dibawah pekaseh.

Dimasa lalu pembinaan subak dilakukan oleh yang disebut Sedahan Yeh pada tingkat

kecamatan yang juga merupakan petugas pemungut pajak (dulu dinamakan IPEDA),

sedangkan ditingkat kabupaten pembinaan dilakukan oleh Sedahan Agung dan

merupakan pembina teringgi dari subak, biasanya langsung dijabat oleh Kepala Dinas

Pendapatan Kabupaten. Salah satu peran yang paling menonjol peranan dari Sedahan

dan Sedahan Agung adalah dalam mengatur pendistribusian air antar subak maupun

antar bangunan pengambilan air/bendung, umumnya para anggota subak sangat

mematuhi keputusan Sedahan dan Sedahan Agung dalam pengaturan air dan mereka

sangat berwibawa dan disegani oleh para anggota subak. Namun sejak

dicanangkannya Pemerintahan Otonomi Daerah di tingkat Kabupaten pada tahun

2000an, Sedahan maupun Sedahan Agung sebagai aparat pemerintah pembina subak

tidak jelas keberadaanya (Norken, dkk, 2010).. Hal ini menyebabkan para pengurus

Page 10: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

10

subak kehilangan koordinasi dalam menyelesaikan berbagai masalah sehingga sering

kali menimbulkan konflik dalam pemanfaatan air diantara subak. Selain itu subak juga

dibina oleh Dinas Pekerjaan Umum yang dalam hal ini dilakukan oleh Sub Dinas Pengairan

berkaitan dengan pembangunan atau pemeliharaan bangunan-bangunan irigasi. Sedangkan

untuk hal-hal yang berkaitan dengan pertanian dibina oleh Dinas Pertanian, serta yang

berkaitan dengan masalah adat-istiadat dibina oleh Dinas Kebudayaan. Pembinaan ini

dilakukan sejak sektor pertanian mendapat perhatian yang cukup intensif dari pemerintah

(sejak tahun 1970an), yang sebelumnya hanya dilakukan oleh Sedahan dan hanya berkaitan

dengan pajak. Pembinaan-pembinaan tersebut sangat membantu para petani dalam

pengoperasian bangunan-bangunan irigasi, seperti pintu-pintu air, serta meningkatkan

pengetahuan para petani dalam melakukan intensifikasi pertanian, sehingga para petani dapat

meningkatkan produksi. Pada saat ini berdasarkan Perda Provinsi Bali, Nomor 9 Tahun

2012, Tentang Subak, tugas dan kewenangan pembinaan subak dilakukan Gubernur

berkoordinasi dan bekerjasama Bupati/Walikota dibantu oleh lembaga dan instansi

teknis yang terkait. Struktur organisasi subak dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 11: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

11

Gambar 1. Struktur Organisasi Subak (Sushila 1996).

3. Jaringan Irigasi Subak

Jaringan irigasi subak tidak jauh berbeda dengan jaringan irigasi pada umumnya yang

terdiri dari empelan (bendung), bungas (bangunan pengambilan), telabah (saluran)

serta aungan (terowong), tembuku (bangunan bagi), bangunan pelengkap seperti:

abangan (talang), pekiyuh/pepiyuh (bangunan pelimpah samping), petaku (bangunan

Rapat Anggota Subak (Paruman Kerama)

Pekaseh/Kelihan Subak (Ketua Subak)

Pangliman/Petajuh (Wakil Ketua)

Penyarikan/Juru Surat (Sekretaris)

Petengan/Juru Raksa

(Bendahara)

Kesinoman/Juru Arah (Pembantu Umum)

Pesayahan/Penyade (Kelompok Kerja)

1. Bidang Umum 2. Bidang Pembangunan 3. Bidang Agama dll.

Kelihan Tempek (Ketua Kelompok)

Kelihan Tempek (Ketua Kelompok)

Kelihan Tempek (Ketua Kelompok)

Kerama Subak (Anggota Subak yang Berkelompok dalam Tempek)

Kekuasaan tertinggi

Prajuru /Pimpinan

Pembantu Pimpinan

Pelaksana

Page 12: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

12

terjun), jengkuwung (gorong-gorong), keluwung (urung-urung), titi (jembatan

penyebrangan) dan telepus (siphon).

Gambar 2. Jaringan Irigasi Subak (Suputra, 2008).

4. Distribusi dan Pengelolaan Air dalam Subak

Sumber air pada subak umumnya bersumber dari aliran sungai atau mata air.

Kemudian dari sumber air dialirkan melalui pengambilan bebas, untuk selanjutnya ke

saluran (telabah) atau terowongan (aungan). Air yang masuk ke saluran atau

Pura Ulun Empelan

Pura Bedugul

Empelan (Bendung Subak)

Aungan (Terowongan)

Telabah Gede (Saluran Primer)

Tembuku Aya (B.Bagi Primer)

Tembuku Pemaron (B.Bagi

Sekunder)

Telabah Pemaron (Saluran

Sekunder)

Tembuku Cerik (B. Sadap)

Telabah Cerik (Saluran Tersier)

Telabah Pengutangan (Saluran Pembuang)

Tukad (Sungai)

Page 13: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

13

terowongan sangat tergantung dari tinggi muka air sungai yang mengalir di sungai

atau besar kecilnya mata air, semakin besar sumber air saat musim hujan, semakin

besar air yang masuk ke saluran, hal ini terjadi karena pengambilan air merupakan

pengambilan bebas (free intake). Sebagai sistem irigasi tradisional yang dibangun

jauh sebelum sistem irigasi teknis dikenal, cara pembagian dan pendistribusian

airpun digunakan cara-cara tradisional. Saat ini cara pembagian air sudah

ditingkatkan dengan teknik konstruksi yang lebih modern dan dapat berfungsi lebih

baik.

Untuk pendistribusian air pada bagunan bagi (tembuku), sistem subak menggunakan

perbandingan luas sawah yang diairi, dengan satuan yang dipakai disebut ayahan,

yaitu satuan yang didasarkan atas jumlah pemakaian benih (wit). Satuan ayahan

artinya satu satuan tenaga kerja (orang) yang harus dikeluarkan bila para petani

anggota subak mengadakan aktivitas, misalnya memperbaiki telabah, bangunan bagi

atau aktivitas lain. Ayahan setara dengan satu ukuran benih (wit tenah), yang kira-kira

sama dengan luas sawah yang memerlukan benih lebih kurang sebanyak 25 kg (0,3-

0,5 Ha). Satu ayahan berhak atas air sebesar satu tektek atau satu kecoran. Tektek atau

kecoran adalah air yang mengalir lewat penampang berlebar kurang lebih empat jari

tangan atau 8-10 cm, dengan kedalaman kurang lebih 1 cm. Satu tektek tidak selalu

sama untuk subak satu dengan subak lainnya. Kadang-kadang satu tektek dipakai

panjang rentang ujung ibu jari dengan ujung jari manis atau (kilan) (Norken, 1993).

Gambar 3. Pembagian Air dengan Sistem Tektek (Norken, dkk 2015).

Pada sistem subak, yang ditekankan adalah keadilan dalam memperoleh air. Oleh

karena itu satuan tetek ini masih ditambah dengan kesepakatan para petani para

Page 14: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

14

anggota subak melalui musyawarah, dengan mempertimbangkan jauh dekatnya sawah

yang diairi serta porositas tanah. Apabila air yang mengalir tidak cukup untuk

mengairi seluruh areal sawah dalam satu subak, maka pemberian air dilakukan

dengan cara pergiliran atau rotasi, yaitu subak dibagi-bagi menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil yang disebut tempek (subak dibagi menjadi 2 atau 3 bagian),

selanjutnya diadakan pergiliran (rotasi) pemberian air pada masing-masing tempek.

Pola rotasi biasanya diawasi oleh patelik atau pangliman (petugas yang ditunjuk

untuk mengawasi pergiliran air). Selain dengan cara rotasi, pada sistem subak juga

dikenal pengaturan pemberian air dengan sistem nyorog atau juga disebut nugel

bungbung, yaitu dengan mengatur waktu tanam tidak bersamaan. Subak yang luas,

atau beberapa subak yang sumber airnya berasal dari satu bendung (empelan) dibagi

menjadi 3 blok/bagian (hulu, tengah dan hilir). Subak yang berada di bagian hulu

mendapat air paling dahulu (disebut ngulu), subak yang berada dibagian tengah

memperoleh air setelah bagian hulu selesai mengolah tanah (disebut maongin),

selanjutnya subak yang paling hilir memperoleh air setelah subak bagian tengah

selesai mengolah tanah (disebut ngasep). Perbedaan pemberian air masing-masing

bagian berkisar antara 2 sampai 4 minggu. Apabila subak hanya memanfaatkan air

tirisan/air buangan sisa dari subak-subak yang ada dibagian hulunya, maka subak

semacam ini dinamakan subak natak tiyis. Air tirisan yang sudah dipakai oleh subak

kemudian ditampung atau disalurkan melalui saluran pembuangan (pengutangan).

Saluran pembuangan subak ini oleh subak dibagian hilirnya dimanfaatkan sebagai

saluran pembawa (telabah), kemudian dibangun bangunan bagi (tembuku) untuk

mengalirkan pada subak natak tiyis tersebut.

Dalam hal pengaturan pola tanam, umumnya sangat bergantung pada ketersediaan air

yang tergantung dari musim, pada musim hujan dilakukan penanaman padi secara

serempak pada saat musim hujan (kerta masa), sedangkan pada musim kemarau saat

air berkurang dilakukan dengan mengatur jadwal penanaman (nyorog atau nugel

bumbung ) atau dengan sistem bergilir (gadon). Organisasi subak mengatur jadwal

dan pola tanam secara rinci, melalui limit waktu mulai menyemai benih padi (ngurit),

limit waktu mulai menanam padi (nandur) sampai batas akhirnya, termasuk jenis padi

yang boleh ditatam, padi berumur panjang/padi Bali (tebak/tebek taun) atau padi

dengan umur pendek (tebak/tebek cicih). Pengaturan pola tanam ini dituangkan dalam

awig-awig atau dengan kesepakatan (perarem) setelah dilakukan melalui rapat

anggota (paruman) yang dilakukan sebelum penanaman padi dilakukan, apabila ini

Page 15: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

15

dilanggar maka petani bersangkutan akan dikenai sangsi berupa denda sesuai dengan

yang diatur dalam awig-awig atau perarem. Dalam hal pengelolaan sumber daya air

pada subak, pengaturan air dilakukan oleh para pengurus subak dalam wilayah subak

atau antar wilayah subak melalui kesepakatan. Apabila terjadi ketidak sepakatan

diantara pengurus subak atau antar wilayah subak, maka Sedahan dan Sedahan Agung

sebagai pembina subak mempunyai peranan yang sangat penting dalam koordinasi

pengaturan dan pemanfaatan air antar subak. Pada umumnya para pengurus dan

anggota subak sangat mematuhi keputusan Sedahan dan Sedahan Agung dalam

pengaturan air dan mereka sangat berwibawa dan disegani oleh para anggota subak.

Akan tetapi, saat ini fungsi dan peran sedahan dan sedahan agung sebagai aparat

pemerintah pembina subak tidak jelas keberadaanya. Hal ini menyebabkan para

pengurus subak kehilangan koordinasi dalam menyelesaikan berbagai masalah

sehingga sering kali menimbulkan konflik dalam pemanfaatan air diantara subak

(Norken dkk, 2010).

Table 1.Pengaturan Pola Tanam dengan Sistem Nyorog pada Subak Agung Yeh Ho. Luas Blok

Nama Subak Tanaman

Padi

Ngulu Maongin Ngesep Waktu Mulai

Penanaman Padi

ha ha ha ha

1. Aya 644 644 Blok I (Ngulu)

Padi I: Des, Jan

Padi II: Juli, Agu

2. Penebel 731 731

3. Riang 25 25

4. Jegu 111 111

5. Caguh 1093 1093 Blok II (Maongin)

Padi I: Jan, Feb

Padi II: Agu, Sep 6. Meliling 142 142

7. TelagaTunjung

Blok III (Ngasep)

Padi I: Feb, Mar

Padi II: Okt, Nov

Meliling 420 420

Sungsang 430 430

Gadungan 485 485

8. Lambuk 1187 1190

Total Luas (ha) 5270 1510 2140 1620

Sumber: Norken dkk (2015).

Page 16: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

16

5. Siklus dan Rangkaian Ritual pada Subak

1) Siklus Ritual.

Siklus ritual yang dilaksanakan pada sistem subak adalah siklus masa tanam padi,

baik itu masa tanam padi saat musim hujan maupun musim tanam saat musim

kemarau. Masa tanam pada musim hujan berkisar antara bulan Oktober sampai

bulan April, yang disebut masa atau kerthamasa, atau juga disebut tebak/tebek

taun. Sedangkan masa tanam pada musim kemarau berkisar antara bulan Mei

sampai dengan bulan September, yang disebut gadon/gegadon atau disebut juga

tebak/tebek cicih. Masa tanam diatur dalam peraturan subak (awig-awig) yang

disebut dengan Indik Petanduran (Prihal Penanaman), sementara untuk penentuan

awal masa tanam serta rangkaian upacaranya ditentukan melalui rapat anggota

subak yang dilaksanakan secara berkala sesuai dengan kebutuhan, dan hasilnya

berupa kesepakatan (perarem). Siklus ritual pada masa tanam padi merupakan

rangkaian kegiatan ritual yang mendukung pelaksanaan masa tanam padi mulai

dari permulaan pengaliran air dari sumber air ke saluran irigasi (telabah). Sumber

air tersebut bisa sungai atau bendung yang dibuat di sungai, atau mata air yang

merupakan sumber air untuk mengairi subak, didekat sumber air tersebut di

bangun tempat persembahyangan (pura) yang disebut Pura Ulun Empelan.

Upacara atau ritual yang dilakukan pada saat permulaan pengaliran air ke saluran

irigasi ini disebut mendak toya atau mapag toya (menjemput air) yang dilakukan

di Pura Ulun Empelan dan dilakukan dan dipilih pada hari baik (pedewasan)

sesuai dengan kepercayaan masyarakat di Bali yang disebut wariga yang

berkaitan dengan menanam tananaman (padi) dan ditentukan pada sasih (bulan)

dan panglong (tanggal) sesuai dengan kalender menurut adat-istiadat setempat

(Legawa, 1986). Setelah upacara mapag toya selanjutnya diikuti oleh rangkaian

ritual sampai pada upacara memanen padi (mebanten manyi) dan diakhiri dengan

ritual setelah padi disimpan di lumbung (upacara mantenin. Siklus dan rangkaian

upacara keagamaan tersebut diulang kembali sesuai dengan siklus masa tanam

padi (kehidupan tanaman padi) yang dilaksanakan oleh subak (Pitana, 1993).

Page 17: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

17

2) Tempat Upacara Keagamaan (Pura).

Untuk pelaksanaan rangkaian upacara/keagamaan dalam subak, setiap subak

mempunyai pura (disebut juga pelinggih atau sanggah). Setiap individu dalam

anggota subak mempunyai pura ulun carik atau sanggah catu atau sanggah

pengalapan, yang letaknya dibagian hulu sawah dan didekat pintu pengambilan

air dari saluran irigasi. Untuk keperluan pelaksanaan rituan secara bersama oleh

para anggota subak ada Pura Subak (Pura Bedugul) pada masing-masing areal

subak, Pura Ulun Empelan di dekat bangunan pengambilan air atau sumber air,

Pura Ulunsuwi atau Pura Masceti untuk subak besar (subak gede) atau beberapa

subak yang sumber airnya dari sumber yang sama dan terletak dibagian hulu dari

subak-subak yang dinaungi. Selain itu ada pura yang terkait dengan subak seperti:

Pura Ulun Danu Batur, Pura Ulun Danu Beratan, Ulun Danu Tamblingan, Pura

Pekendungan, Pura Tanah Lot dan sebagainya yang merupakan pura tempat

melakukan upacara ngerestiti bagi pengurus subak untuk mohon kepada Dewa

Wisnu representasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemelihara dunia yang wujud

pisiknya adalah air yang bersumber dari danau, sehingga danau yang ada dianggap

sebagai tempat suci yang harus dilestarikan karena merupakan sumber kehidupan

(Pitana, 1993, dan Sushila, 1987).

3) Rangkaian Upacara/Ritual

Rangkaian ritual dalam subak merupakan upacara keagamaan yang dilandasi

dengan agama Hindu di Bali yang tujuannya adalah memohon kepada Tuhan

Yang Maha Esa yang dipresentasikan sebagai Dewa Wisnu (Pemelihara

Kehidupan dalam wujud air) dan Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha

esa sebagai Dewi Kesuburan), agar diberikan karunia dan hasil panen yang

melimpah, serta rasa syukur selama dalam masa tanam yang dilaksanakan, dan

merupakan perwujudan dari pelaksanaan unsur Parahyangan dari Tri Hita Karana

(Pitana, 1993, dan Sushila, 1987). Pelaksanaan upacara dipimpin oleh seorang

pemuka/pemimpin agama yang disebut pemangku. Menurut Pitana (1993), Sushila

(1987), Soken dkk (2010), Martiningsih (2011) dan Putra (2014), jenis dan

rangkaian upacara/ritual yang dilakukan oleh subak meliputi:

a) Upacara bersama.

Mapag/mendak toya adalah upacara yang dilakukaan saat mulai

mengalirkan air dari sumber air kesaluran irigasi.

Page 18: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

18

Magurupiduka adalah upacara yang hanya dilakukan apabila terjadi

adanya orang meninggal disawah atau saluran irigasi.

Pangwiwit adalah upacara bersama saat mulai menanam padi.

Mebalik Sumpah (manca sanak) adalah upacara yang dilakukan apabila

terjadi atau ada pelanggaran besar.

Merebu adalah upacara membersihkan atau mensucikan alam sementa dan

manusia secara nyata (sekala) maupun tidak nyata (niskala).

Marekang toya atau nabdab toya adalah upacara membagi air sesuai

dengan kesepakatan bersama.

Ngerestiti adalah upacara yang dilakukan saat padi berumur 1 bulan dan

berumur 2 bulan.

Ngusaba adalah upacara menjelang dilakukannya panen padi, upacara ngusaba

bisa besar ataupun kecil tergantung masa tanam.

Nangluk Merana adalah upacara ini sebagai ritual untuk mengusir hama.

Pakelem adalah upacara yang dilakukan secara bersama-sama dengan seluruh

pekaseh yang dilakukan di Pura Ulun Danu.

Odalan adalah upacara yang dilakukan kadang-kadang saja yang juga

dilakukan saat ngusaba nini atau ngusaba bersama sama dengan subak lain

di pura Ulun Danu.

b) Upacara individu.

Ngendagin adalah upacara saat air pertama kali mengalirkan dari saluran

irigasi ke petak sawah.

Ngerasakin adalah upacara saat selesai membajak sawah sebelum

menyemai bibit padi (ngurit).

Mewinih adalah upacara saat membuat petak penyemaian atau tempat

penebaran benih padi.

Ngurit adalah upacara saat penyemaian atau penebaran benih padi.

Pengwiwit adalah upacara individu (pemilik sawah) yang ditunjuk

menjelang mulai menanam padi.

Nuansen adalah upacara individu (pemilik sawah) yang ditunjuk mulai

menanam padi pada hari yang baik (dewasa).

Ngeroras adalah upacara dilakukan setelah padi berumur 12 hari..

Page 19: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

19

Mebalik sumpah adalah upacara dilakukan setelah padi berumur dua

minggu.

Mubuhin adalah upacara yang diselenggarakan pada saat padi berumur 15

hari.

Ngulapin adalah upacara yang dilakukan setelah membersihkan hama

tumbuhan yang menggangu padi.

Neduh adalah upacara pada saat padi berumur satu bulan (35 hari).

Ngekambuhin, yaitu upacara meminta keselamatan anak padi yang baru

tumbuh yang dilakukan pada saat padi berumur 38 hari.

Pamungkah, yaitu upacara memohon keselamatan agar tanaman padi dapat

tumbuh dengan baik.

Nyiwa seraya adalah upacara yang diselenggarakan pada saat padi mulai

berbunga.

Ngiseh/ biukukung adalah upacara saat padi mulai berbuah.

Nyaeb/mecaru adalah upacara dilakukan agar padi tidak diserang hama

penyakit.

Nyungsung adalah upacara untuk mengusir hama/penyakit padi (mirip

dengan nangluk merana).

Nyangket/mebanten manyi/nuduk dewa/merebu adalah upacara

sebelum/menjelang panen dengan membuat Nini (seikat kecil bulir padi

yang disucikan dan melambangkan Dewi Sri/Dewi Padi/manifestasi

Tuhan sebagai Dewi Kesuburan) yang akan disimpan di lumbung.

Mantenin adalah upacara setelah padi disimpan di lumbung.

Rsi Gana adalah upacara apabila terjadi malapetaka atau berbagai masalah

pada sawah seseorang.

Rangkaian dan jenis upacara yang dilakukan oleh masing subak disesuaikan dengan

kebiasaan (dhresta) atau tradisi yang selama ini telah dilakukan secara turun menurun,

dan tidak sesalu sama antara satu subak dengan subak lainnya. Namun setiap subak

apabila akan melaksanakan masa tanam padi akan selalu dimulai dengan upacara

mapag toya atau menjemput air di tempat pengambilan air (intake), dan upacara/ritual

dilaksanakan di Pura Ulun Empelan yang dibangun didekat bangunan pengambilan air

atau didekat sumber air dari masing-masing subak.

Page 20: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

20

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten

Tabanan.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Primer yang

merupakan data yang diperoleh secara langsung dengan teknik wawancara dan diskusi

mendalam dengan Pekaseh dan Sekretaris (Penyarikan) Subak tentang aktivitas

tradisional serta upacara keagamaan, serta pengamatan langsung pelaksanaan upacara

yang dilakukan di Subak Piling selama musim tanam pada periode bulan Agustus

sampai November 2015 yang merupakan musim gadon atau merupakan tebak/tebek

cicih.

3. Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkaan melalui:

1) Wawancara tersetruktur dan mendalam yang meliputi:

Informasi umum dan kondisi pisik subak.

Persiapan penentuan masa tanam.

Rangkaian dan pelaksanaan kegiatan upacara keagamaan.

2) Pengamatan langsung terkait dengan:

Kondisi jaringan irigasi dan kondisi bangunan pelengkap.

Pelaksanaan upacara keagamaan.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Setelah seluruh data yang

terkumpul dilakukan kompilasi terhadap data kualitatif dan kuantitatif, kemudian

dikelompokkan dan diuraikan secara deskriptif kualitatif dan diharapkan mampu

menjawab topik dan tujuan penelitian dilakukaan.

Page 21: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Daerah Studi

Subak Piling terletak di Desa Biaung, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dengan

jarak sekitar 17 km dari pusat kota Tabanan kearah utara, atau sekitar 4 kilometer dari

Pusat Kota Kecamatan Penebel, tepatnya pada 8.404374 Lintang Selatan dan 115.160619

Bujur Timur. Persawahan pada subak Piling berteras dengan kemiringan lahan yang

relatif landai. Subak Piling merupakan subak dengan luas yang sangat kecil yaitu seluas

17 hektar dengan jumlah petani sebanyak 42 orang. Subak Piling menggunakan sumber

air dari mata air yang terletak di Desa Senganan yang berjarak sekitar 5 kilometer dari

hulu areal subak. Potensi air sangat berfluktuasi sesuai dengan musim. Apabila musim

hujan air cukup besar sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi untuk seluruh areal

persawahan, sehingga seluruh petani bisa menanam padi secara serempak yang disebut

tebak/tebek taun, atau disebut juga kertamasa atau masa. Karena selain sumber air dari

mata air, Subak Piling juga menerima tirisan air dari beberapa subak di hulunya antara

lain: Subak Ganggangan, Subak Aya II dan Subak Pumahan. Namun pada musim

kemarau sebagian petani para anggota subak menanam padi dengan umur pendek atau

palawija (jagung) yang disebut tebak/tebek cicih juga disebut gadon. Kondisi jaringan

irigasi sebagian besar berupa saluran saluran tanah/alam dan sebagian saluran terbuat

pasangan batu kali terutama pada saluran primer (telabah gede) dari sumber air sampai ke

Bangunan bagi (tembuku) primer. Saluran yang terbuat dari batu kali sebagian dalam

kondisi rusak, karena umur saluran sudah cukup lama (lebih dari 20 tahun), talang air

(abangan) telah dibuat dari pipa baja maupun pipa paralon. Pembagian air menggunakan

satuan tektek/kecoran dimana setiap tektek setara dengan lebih kurang 4 cm lebar ambang

dengan aliran secara kontinyu, dan setiap tetek aliran air digunakan untuk mengairi sawah

seluas 40 are (0,4 hektar). Dalam upaya pemenuhan air untuk keperluan mengairi sawah,

Subak Piling tidak mengenal rotasi, apa bila air tidak mencukupi (terutama pada musim

kemarau/tebek cicih), seluruh air yang ada dibagi secara adil dan merata menurut satuan

tektek yang telah disepakati. Konsekwensi dari pembagian yang merata tersebut adalah

bahwa para petani kadang-kadang tidak bisa mengairi seluruh sawahnya karena

keterbatasan air, sehingga sebagian sawah akan ditanami palawija (jagung).

Page 22: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

22

Gambar 4. Areal persawahan Subak Piling

(a)

(b)

Gambar 5. Pemabagian air dengan sistem tektek di Subak Piling, (a) sistem tektek pada

saluran tersier/telabah cerik, (b) sistem tektek pada saluran primer/telabah gede.

Page 23: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

23

Berkaitan dengan kepengurusan, Subak Piling hanya dikelola oleh seorang Kelihan

Subak, seorang Penyarikan/Sekretaris dan seorang Petengen/Juru Raksa atau Bendahara.

Subak Piling tidak memiliki Balai Subak untuk melakukan aktivitas petemuan karena

kemampuan yang sangat terbatas dari para anggota subak. Dengan tidak adanya Sedahan

dan Sedahan Agung sebagai Pembina Subak seperti dimasa yang lalu, pengelola subak

Piling seakan akan kehilangan tempat untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang

dihadapi, sehingga praktis saat ini segala sesuatu berbagai aktivitas mulai dari aktivitas

tradisional keagamaan serta pemeliharaan serta pengembangan subak semata-mata

dilakukan oleh pengurus subak bersama-sama para petani sebagai anggota (kerama)

subak yang saat ini dipimppin oleh I Nyoman Suwendra sebagai Kelihan Subak, I

Nyoman Sukarsana sebagai Sekretaris (Penyarikan) dan I Waya Suarta sebagai

Petengen/Bendahara Subak Piling. Para anggota (kerama) Subak Piling berasal dari

berbagai desa di Kecamatan Penebel seperti: Desa Biaung, Desa Sunantaya, Desa

Pumahan dan Desa Dadia, disamping itu umur rata-rata kerama subak sebagian besar di

atas usia 60 tahun, hanya beberapa yang masih berumur sekitar 50 tahun. Sehingga

dengan kondisi dan kemampuan yang sangat terbatas, maka peluang untuk

pengembangan sarana dan prasarana untuk melaksanakan kegiatan termasuk

pembangunan Balai Subak, serta perbaikan salauran yang semakin lama semakin kritis,

praktis mereka hanya bisa pasrah dan berharap satu waktu ada perhatian dari pemerintah

atau pihak lain dimasa-masa yang akan datang.

2. Penentuan Masa Tanam dan Permulaan Acara Ritual

Penentuan masa tanam selalu diawali dengan paruman yang dilakukan setelah selesai

melakukan upacara ngusaba/mesaba pada masa tanam sebelumnya. Dalam menentukan

dimulainya masa tanam tebek cicih tahun 2015 dilakukan rapat (paruman) seluruh

anggota subak yang dilakukan pada awal bulan Juli 2015, yang disepakati masa tanam

dimulai dengan upacara mapag toya pada purnama karo (bulan purnama pada bulan

kedua (sasih karo), menurut kalender Bali yang berbasis tahun Caka dengan 12 bulan

kalender yang jatuh hari jumat keliwon (sukra keliwon) pada tanggal 30 Juli 2015, yang

dianggap atau merupakan hari baik (dewasa ayu) untuk memulai mengadakan upacara

mapag toyo di sumber mata air Subak Piling dalam menyosong dimulainya pekerjaan

turun ke sawah. Selanjutnya diikuti dengan mulai mengalirkan air ke saluran (telabah)

Page 24: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

24

dan diikuti dengan berbagai kegiatan pertanian penanaman padi serta berbagai upacara

ritual keagamaan lainnya.

3. Rangkaian Ritual

Rangkaian ritual keagamaan yang dilaksanakan oleh Subak Piling secara turun-temurun

merupakan bagian dari pelaksanaan unsur Parahyangan dalam menjalankan berbagai

kegiatan subak dalam satu masa tanam padi. Rangkaian upacara ritual yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

1) Mapag Toya.

Upacara mapag toyo dilaksanakan di Pura Ulun Empelan atau Pura Ulun Suwi yang

dibangun didekat mata air dan di samping bangunan pengambilan Subak Piling yang

terletak di Desa Senganan, sekitar 3 km di sebelah utara area subak. Sarana upacara

meliputi: prasitan biokaonan jangkep, suci a soroh, datengan, canang tapakan,

ketipat daksina dan sagi-sagi. Untuk kerama/warga anggota subak membawa canang

raka dan sesari. Upacara dipimpin oleh Jero Mangku (Pemimpin Agama Hindu),

disaksikan dan diikuti dengan persembahyangan oleh seluruh anggota subak.

Upacara mapag toyo merupakan permohonan restu dan anugrah kepada Dewa

Wisnu/Dewa Pemelihara Kehidupan yang di manifestasikan dalam Wujud Air (toya)

agar diberikan air yang melimpah dalam melaksanakan masa tanam padi. Setelah

upacara mapag toya pada hari-hari berikutnya anggota subak sudah dapat mulai

mengerjakan sawahnya masing-masing.

Page 25: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

25

(a)

(b)

Gambar 6. Kegiatan pengolahan lahan setelah upacara mapag toya, (a) dengan bajak

tradisional, (b) dengan traktor.

Page 26: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

26

2) Pengwiwit/Pengiwit.

Upacara pengwiwit adalah upacara yang dilakukan untuk memulai menanam padi

(disebut pengwiwit nandur) setelah semua anggota subak selesai kegiatan pengolahan

lahan sawah. Upacara pengwiwit nandur mencari hari baik (dewasa ayu) sesuai

dengan pawukon (manurut kalender Bali berbasis Wuku, yang mempunyai 30 Wuku

dan dengan siklus selama 210 hari) yang pada saat ini jatuh pada tanggal 23 Agustus

2015. Upacara pengwiwit hanya boleh dilaksanakan oleh satu orang yang ditunjuk

oleh Kelihan Subak. Upacara dilaksanakan di Pura Bedugul dengan sarana upacara

(sesajen) berupa ketipat daksina dan canang raka serta nunas tirta (mohon air suci)

yang akan dilanjutkan dengan memercikan air suci (tirta) tersebut di sawah yang

dipercaya sebagai anggota yang mengawali penanam padi tersebut. Pada saat upacara

pengwiwit, semua aktivitas diseluruh area subak ditutup selama satu hari, pada esok

harinya dan hari hari berikutnya dilanjutkan kegiatan menanam padi (nandur) oleh

para anggota subak yang dilanjutkan dengan upacara nuasen, setelah seluruh anggota

(kerama) subak selesai nandur (menanam padi).

Gambar 7. Pura Subak (Pura Bedugul) Subak Piling

Page 27: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

27

Gambar 8. Menanam padi (nandur) setelah upacara pengwiwit.

3) Nuasen.

Upacara nuasen dilaksanakan oleh masing-masing anggota subak di pura ulun carik

(sanggah catu atau sanggah pengalapan) yang bertempat di bagian hulu dan pada

saluran pengambilan air di sawah masing-masing. Pemilihan hari saat melaksanakan

upacara nuasen disesuaikan dengan hari lahir menurut kalender Bali dengan siklus

210 hari atau disebut otonan/weton masing masing anggota subak, yang biasanya

dilakukan sehari setelah otonan. Sarana upacara (sesajen/banten) saat uapacara

nuasen meliputi: ketipat kelanan, tegteg, suyuk me ulam (be) kakul, canang wangian

lan canang raka, nunas tirta di Pura Bedugul (dengan sarana: tipat kelanan, lan

canang sari/canang raka), jajan (berupa jajan bali, laklak, bendu, tape ketan dan

kelepon), segehan putih kuning. Setelah anggota subak melaksanakan upacara nuasen,

tidak diperbolehkan lagi ada kegiatan menanam padi pada sawah masing-masing

anggota subak. Apabila ada anggota subak yang melanggar, sesuai dengan

kesepakatan (perarem) para anggota subak, maka akan dikenakan denda berupa

melaksanakan upacara korban suci (caru manca sanak) di Pura Subak (Pura

Bedugul).

Page 28: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

28

Gambar 9. Pura Ulun Carik (Sanggah Catu/Sanggah Pengalapan).

4) Ngerestiti I.

Upacara Ngerestiti I (ke pertama) dilaksanakan setelah 42 hari (1 bulan dan 7 hari

menurut kalender Bali dengan siklus 210 hari) sejak upacara pengwiwit dilakukan.

Tujuan dari upacara Ngerestiti I ini adalah agar tanaman padi yang ada di sawah luput

atau tidak diserang oleh hama atau sejenisnya. Upacara Ngerestiti I dilaksanakan di

Pura Bedugul. Sebelum upacara Ngerestiti I, dilakukan upacara mendak/nunas tirta

(mohon dan mengambil air suci) di Pura Batur di Puri Tabanan yang terletak di Kota

Tabanan, Pura Kahyangan Besi Kalung yang terletak di Desa Babahan Kaecamatan

Penebel sekitar 3 km di sebelah utara Subak Pilin yang merupakan Pura Kayangan

Jagat/Seluruh Umat beragama Hindu. Pura Pucak Pekendungan juga merupakan Pura

Kayangan Jagat yang terletak di Desa beraban Kecamatan Kediri sekitar 20 km

kearah selatan dari Subak Piling. Sarana upacara yang di bawa ke masing-masing

Pura antara lain:

Page 29: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

29

Pura Batur di Puri Tabanan dengan sarana upacara: ngaturan sarin tahun

(mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep,

daksina pejati dan canang raka sejangkepnyane.

Pura Kayangan Besi Kalung dengan sarana upacara: ngaturan sarin tahun

(mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep,

daksina pejati dan canang raka.

Pura Pucak Pekendungan dengan sarana upacara: ngaturan sarin tahun

(mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep,

daksina pejati dan canang raka.

Upacara nunas tirta dilakukan bersama-sama 5 (lima) subak antara lain: Subak Kebon

I, Subak Kebon II, Subak Selonding, Subak Biaung dan Subak Piling yang masing-

masing diwakili oleh 2 (dua) orang Prajuru Subak atau saya (orang yang ditugaskan

untuk upacara tersebut). Setelah selesai nunas tirta dilanjutkan dengan

upacara/persembahyangan dan nunas tirta bersama oleh kerama (anggota) subak di

Pura Subak (Bedugul) masing-masing dengan sarana upacara: presitan jangkep,

ketipat daksina dan canang raka, yang dibawa oleh masing anggota subak.

Selanjutnya adalah upacara di sawah oleh masing-masing anggota subak yang

dilakukan di pura/sanggah pengalapan dengan urutan sebagai berikut:

Ulan Tanduran I dengan sarana canang burat wangi, ketipat plaesai, dan

segehan putih kuning sawen don temen.

Puri Tabanan dengan sarana canang wewangian, ketipat daksina dan segehan

berumbun.

Pucak Pekendungan dengan sarana canang wewangian, canang gantal,

segehan warna lima dadi atanding, sawen muncuk dadap dan muncuk lidi.

Besi Kalung dengan sarana canang wewangian, ketipat belekok dan segehan

warna lima dadi atanding.

Makna dari upacara Ngerestiti I ini adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa

serta manifestasiNya sebagai Dewi Sri/Dewi Padi atau Dewi Kesuburan/Kemakmuran

agar padi yang telah berumur 42 hari dapat berkembang dengan baik dan subur serta

tidak diganggu oleh hama/penyakit penyerang padi. Setelah selesai melaksanakan

upacara di atas diikuti dengan penyepian (tidak boleh melakukan kegiatan di sawah)

selama 2 (dua) hari. Tujuan dari upacara penyepian ini adalah agar hama tanaman

padi dan sejenisnya tidak menganggu lagi dan tanaman padi dapat tumbuh subur.

Page 30: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

30

Apabila ada pelanggaran oleh anggota subak dikenakan denda dengan melakukan

korban suci berupa caru manca sanak di Pura Bedugul.

5) Ngerestiti II.

Upacara Ngerestiti II (kedua) dilakukan setelah padi berumur 3 (tiga) bulan di saat

padi hampir atau baru mulai berbuah (bulir padi mulai keluar dari bungkus batang).

Tujuan dari upacara Ngerestiti kedua ini adalah agar tanaman padi yang ada luput

atau tidak diserang oleh hama atau sejenisnya dan buahnya cepat berisi. Upacara

Ngerestiti ke dua ini juga dilaksanakan di Pura Bedugul. Sebelum upacara, dilakukan

upacara mendak/nunas tirta (mohon dan mengambil air suci) di Pura Pucak Sari yang

terletak di Desa Sangketan Kecamanan Penebel sekitar 13 km ke arah barat dari

Subak Piling. Upacara nunas tirta ii juga dilakukan bersama-sama 5 (lima) subak

antara lain: Subak Kebon I, Subak Kebon II, Subak Selonding, Subak Biaung dan

Subak Piling yang masing-masing diwakili oleh 2 (dua) orang Prajuru Subak atau

saya. Sarana upacara yang di bawa ke Pura Pucak Sari antara lain: ngaturan sarin

tahun (mempersembahkan hasil panen berupa beras sebangai 25 kg), sesayut jangkep,

daksina pejati dan canang raka sejangkepnyane. Setelah selesai nunas tirta

dilanjutkan dengan upacara/persembahyangan dan nunas tirta bersama oleh kerama

(anggota) subak di Pura Subak (Bedugul) dengan sarana upacara: presitan jangkep,

ketipat daksina dan canang raka, yang dibawa oleh masing anggota subak.

Selanjutnya adalah upacara di sawah oleh masing-masing anggota subak dengan

urutan sebagai berikut: Ulan Tanduran ke dua dengan sarana ketipat lepet, dan

segehan putih kuning, sawen dadap dan muncuk lidi. Pucak Sari dengan sarana

canang wewangian, ketipat sai sari dan segehan poleng me ulam bawang jae, sawen

kayu tulak dan kayu sisih. Makna dari upacara Ngerestiti II ini adalah juga memohon

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta manifestasiNya sebagai Dewi Sri/Dewi Padi atau

Dewi Kesuburan/Kemakmuran agar padi yang telah mulai berbuah dapat

berkembang dengan baik dan tumbuh subur dan memberikan hasil yang baik serta

tidak terserang hama dan penyakit tanaman padi lainnya.

6) Ngusaba/Mesaba.

Upacara Ngusaba/Mesaba dilakukan setelah padi kuning. Upacara dilakukan di Pura

Bedugul dan di Pura Pengalapan oleh masing-masing anggota subak. Upacara

Mesaba bersama di Pura Subak (Bedugul), menurut kebiasaan di Subak Piling di

bedakan menjadi 2 (dua) kategori yaitu: Mesaba yang jatuh saat penanaman padi

umur pendek (tebek cicih) dan Mesaba saat penanaman padi berumur panjang (tebek

Page 31: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

31

taun). Mesaba saat tebek cicih sarana upacaranya adalah: bebek siap, presitan

jangkep, ketipat daksina, pengulapan pengambean, cau banten pengangon.

Sedangkan mesaba saat tebek taun sarana upacaranya adalah: babi guling, presitan

jangkep, ketipat daksina, pengulapan pengambean, cau banten pengangon.

Sementara mesaba yang dilakukan oleh masing-masing anggota subak sarana

upacaranya adalah: pengambean, cau, tipat daksina; ketipat belayag, banten

pengangon; pajegan jerimpen kelukuh andongan, ceniga lan tamiang, ulam ayam.

Mesaba yang dilakukan oleh masing-masing kerama suba juga dilakukan pembuatan

Nini yaitu seikat kecil bulir padi yang disucikan dan dibalut dengan kain putih kuning

yang melambangkan Dewi Sri/Dewi Padi yang merupakan manifestasi Tuhan sebagai

Dewi Kesuburan) yang akan disimpan di lumbung. Upacara ini ditempat lain juga

disebut upacara nyangket atau mebanten manyi. Makna upacara Mesaba sebagai

ungkapan rasa syukur kepada Dewi Sri/Dewi Padi yang merupakan manifestasi Tuhan

sebagai Dewi Kesuburan/Kemakmuran) bahwa penanaman padi telah berhasil dengan

baik.

7) Mantenin.

Sesudah upacara mesaba dan sesudah padi dipanen serta padi sudah bersih dan

disucikan dalam bentuk Nini dan disimpan di tempat penyimpanan (lumbung)

dilakukan upacara terakhir yaitu upacara mantenin oleh anggota subak dirumah

masing-masing. Sarana upacara mantenin terdiri dari: pengambean, ketipat daksina;

punjung kuning, cau gede cau cerik, banten dari, kelukuh andongan, banten bilang

bucu, teteg jaga dan canang tapakan. Makna upacara mantenin padi di lumbung

adalah ungkapan terimakasih dan rasa syukur dan ngelinggihan (mensemayamkan)

Dewi Sri/Dewi Padi yang merupakan manifestasi Tuhan sebagai Dewi

Kesuburan/Kemakmuran) dalam wujud Nini, bahwa telah diberikan hasil padi yang

baik sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan bagi para anggota petani.

8) Nangluk Merana.

Upacara nanggluk merana adalah merupakan upacara yang dilakukan setiap 5 (lima)

tahun sekali. Untuk upacara nangluk merana di Subak Piling dilakukan 4 bulan yang

lalu bersama sama dengan subak lain, yang terdiri dari 5 subak yaitu Subak Kebon 1,

Subak Kebon 2, Subak Selonding, Subak Biaung dan Subak Piling. Upacara

nanggluk merana dimaksudkan untuk memohon kepada Dewi Sri agar merana (hama)

yang menyerang padi di sawah hilang. Dalam upacara nanggluk merana raja

(cokorde) tabanan turun kesawah ditandu dan diikuti oleh kerama (anggota) subak

Page 32: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

32

bersama sama ngastawa (memohon) di Pura Bedugul agar padi yang ditanam terbebas

dari hama penyakit.

9) Pakelem.

Upacara pakelem (ngaturan pakelem) adalah upacara yang dilakukan untuk memohon

bererkah ke pada Dewi Danu/ Dewi Sumber Kemakmuran/Sumber Air (Tuhan dalam

manifestasi sebagai Penguasa Danau/Sumber Air) agar diberikan air secara terus

menerus untuk kesuksesan subak dalam menanam padi. Untuk Kabupaten Tabanan

dilakukan oleh seluruh Pekaseh Se Kabupaten Tabanan dan di Pura Ulun Danu yang

bertempat di Danau Tamblingan di Kabupaten bersama-sama dengan Raja (Cokorde)

Tabanan, Bupati Pemerintah Kabupaten Tabanan serta Bupati Pemerintah Kabupaten

Buleleng. Sarana upacara (sesajen) berupa: pregembal jangkep (1 soroh), suci selem

(1 soroh), siap selem, bebek selem dan kerbau (1 soroh), sesayut trigangga (1 soroh),

prarapan sanghyang kal suniya (1 soroh), kuwangen 9 mejinah 9 keteng maka sia

anggen muspa ring sang adruwe karya.

4. Pembiayaan Ritual

Untuk membiayai kegiatan upacara yang menjadi tanggung jawab bersama dan masing

masing individu anggota subak sesuai dengan jenis upacara . Sumber pembiayaan untuk

upacara bersama diambil dari kas subak yang diperoleh dari peternak bebek yang

berternak di area Subak Piling sebesar Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah) sampai Rp.

2000.000,- (dua juta rupiah) setiap masa tanam. Selain itu diperoleh dari

pemungutan/iuran yang besarnya adalah Rp 2000, per are (setiap 100 meter persegi)

sawah per masa tanam. Sementara untuk kegiatan upacara yang menjadi tanggung jawab

masing masing para anggota (kerama) subak ditanggung sendiri-sendiri yang besarnya

sekitar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) setiap masa tanam.

Page 33: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan.

1) Subak Piling merupakan subak yang mempunyai areal yang sangat kecil yaitu seluas

17 hektar dengan jumlah kerama subak (petani) sebanyak 42 orang, namun hingga

saat ini masih terus melakukan kegiatan tradisi ritual keagamaan yang berbasis agama

Hindu dan merupakan implementasi dari aspek parahyangan dalam tri hita karana

sebagai filosopi yang di anut pada sistem subak di Bali.

2) Ritual keagamaan yang dilakukan setiap mulai masa penanaman padi yang waktunya

disesuaikan dengan kesepakan (perarem) pada rapat anggota (paruman kerama)

subak yang diadakan sebelum mulai masa penanaman padi.

3) Jenis ritual yang dilakukan meliputi: mapag toyo, pengwiwit, nuasen, ngerestiti

sebanyak 2 (dua kali), ngusaba/mesaba dan mantenin.

4) Jenis ritual yang dilakukan bersama dengan subak lain adalah ritual nangluk merana

dan ritual pakelem yang disertai dengan Raja (Cokroda) Tabanan.

5) Pembiayaan ritual bersama diperoleh dari iuran kerama (petani) yang disesuaikan

dengan luas sawah yang dimiliki dan pungutan/sumbangan dari peternak itik

(pengangon bebek) yang beternad di area subak Piling.

2. Saran.

1) Ritual yang dilakukan secara tradisi dan turun temurun perlu terus dilestarikan

sebagai ciri khas subak di Bali yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia.

2) Seluruh subak yang ada di Tabanan dan di Bali termasuk Subak Piling yang sangat

kecil perlu secara terus menerus mendapat perhatian dan bimbingan dari pemerintah

sebagai wujud kepedulian negara terhadap nilai budaya dan subak sebagai sistem

irigasi di Bali.

Page 34: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

34

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1972, Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Bali No. 02/PD/DPRD/1972 tentang

Irigasi Daerah Provinsi Bali.

Anonim, 2012, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali, Nomor 9 Tahun 2012, Tentang

Subak.

Bandana, I Gde Wayan Soken., I Nengah Budiasa., I Wayan Tama., Ida Bagus Ketut

Maha Indra., Ni Ketut Partami., 2010, Wacana Ritual Pertanian Sebagai Usaha

Pelestarian Bahasa Dan Budaya Bali: Sebuah Kajian Linguistik Etnologi, Laporan

Penelitian, Kementrian Pendidikan nasional, Pusat Bahasa Balai Bahasa Denpasar.

http://km.ristek.go.id/assets/files/NEW/30N/30.pdf

Griadhi, I Ketut Wirta., I Nyoman Sirtha., I Made Suastawa D.. 1993, Subak Dalam

Perspektif Hukum, dalam: I Gde Pitana (Editor), Subak Sistem Irigasi Tradisional

Bali, Penerbit, Upada Sastra, Denpasar.

Legawa, I Made Rada, 1986, Peranan berbagai bentuk Kepercayaan Petani dan Upacara

Keagamaan Subak dalam Program-Program Pembangunan, Makalah dalam Seminar

Peranan Berbagai Program Pembangunan dalam Melestarikan Subak di Bali 12-13

Desember 1986, Universitas Udayana, Denpasar.

Martiningsih, Ni Gst. Ag. Gde Eka., 2011, Perempuan Bali Dalam Ritual Subak,

Program Pascasarjana Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/732/1/D_902009009_Judul.pdf.

Norken., N ,1993. Subak dan Pengembangan Sumberdaya Air di Bali, dalam: I Gde

Pitana (Editor), Subak Sistem Irigasi Tradisional Bali, Penerbit, Upada Sastra,

Denpasar.

Norken I.N., I.K.Suputra, and I.G.N.Kerta Arsana , 2010, The History and

Development of Sedahanas A Coordinator Of Water Management for Subakin Bali,

Paper pada International Conference, ICID, Yogyakarta, Indonesia.

Norken I.N., I.K.Suputra, and I.G.N.Kerta Arsana , 2015, Water Resources Management

of Subak Irrigation System in Bali, Jurnal Applied Mechanics and Materials Vol 776 pp

139-144, Trans Tech Publications, Switzerland.

Page 35: LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · organisai subak, atau suatu daerah persawahan atau irigasi (Purwita, 1993). Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya

35

Pitana, I Gde., 1993, Subak, Sistem Irigasi Tradisional Bali (Sebuah Deskripsi Umum),

dalam: I Gde Pitana (Editor), Subak Sistem Irigasi Tradisional Bali, Penerbit, Upada

Sastra, Denpasar.

Purwita, Ida Bagus Putu., 1993, Kajian Dejarah Subak di Bali, dalam: I Gde Pitana

(Editor), Subak Sistem Irigasi Tradisional Bali, Penerbit, Upada Sastra, Denpasar.

Putra, Agus Muriawan., 2014, Mitos Sebagai Sarana Efektif Implementasi Tri Hita

Karanadi Desa Jatiluwih Kabupaten Tabanan Menuju Pariwisata Berkelanjutan, Jurnal

Perhotelan dan Pariwisata, Januari - Juni 2014, Vol.4 No.1 hal.14, Sekolah Tinggi

Pariwisata Triatma Jaya, Mangupura Badung.

Sushila, jelantik., 1987, Ciri-Ciri Khas Dari Subak Sistem Irigasi di Bali, Sub Dinas

Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Daerah Tingkat I Bali, Denpasar.

Suputra, I.K. 2008, Efektivitas Pengelolaan Sumber Air Untuk Kebutuhan Air Irigasi

Subak di Kota Denpasar, Thesis pada program Pascsarjana, Universitas Udayana,

Denpasar.

http://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana.

http://rumahhindu.blogspot.com/2012/04/moksartham-jagadhita-tujuan-akhir.html