17
DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667 ISSN : 1858-4063 EISSN : 2503-0949 Vol. 15, No. 2, Oktober 2019 Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 163 Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang Desi Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana [email protected] Tanti Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana [email protected] Yulius Yusak Ranimpi Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana [email protected] Abstract Living a happy life is everyone's dream. Happiness in psychology is termed Subjective Well-Being (SWB). SWB is a cognitive evaluation (life satisfaction) and affective (positive and negative effects). Nurses need to have a high Subjective Well-being in order to maximize the service of nurses in hospitals. The purpose of this study was to determine the SWB level of nurses working in mental hospitals RS. Dr. Soerojo Magelang. The method used is descriptive quantitative survey approach using a self-evaluation questionnaire that has been patented (has been adapted, modified, and changed into Indonesian). The self-evaluation questionnaire includes an adaptation of the Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) and The Satisfaction With Life Scale (SWLS) questionnaire. Data were processed using SPSS to test variables with a significance level of 0.05. For the level of well-being in the measurement of affect (positive and negative), 142 (54.0%) respondents often experience positive affect and in the measurement of life satisfaction, as many as 156 (59.3%) have high life satisfaction. Keyword : affects; life satisfaction; nurses; subjective well-being

Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 163

Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof. Dr.

Soerojo Magelang

Desi

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Kristen Satya Wacana

[email protected]

Tanti

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Kristen Satya Wacana

[email protected]

Yulius Yusak Ranimpi

Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

[email protected]

Abstract

Living a happy life is everyone's dream. Happiness in psychology is termed

Subjective Well-Being (SWB). SWB is a cognitive evaluation (life satisfaction) and

affective (positive and negative effects). Nurses need to have a high Subjective

Well-being in order to maximize the service of nurses in hospitals. The purpose of

this study was to determine the SWB level of nurses working in mental hospitals

RS. Dr. Soerojo Magelang. The method used is descriptive quantitative survey

approach using a self-evaluation questionnaire that has been patented (has been

adapted, modified, and changed into Indonesian). The self-evaluation

questionnaire includes an adaptation of the Scale of Positive and Negative

Experience (SPANE) and The Satisfaction With Life Scale (SWLS) questionnaire.

Data were processed using SPSS to test variables with a significance level of

0.05. For the level of well-being in the measurement of affect (positive and

negative), 142 (54.0%) respondents often experience positive affect and in the

measurement of life satisfaction, as many as 156 (59.3%) have high life

satisfaction.

Keyword : affects; life satisfaction; nurses; subjective well-being

Page 2: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 164

Abstrak

Menjalani hidup bahagia merupakan dambaan setiap orang. Kebahagiaan dalam

ilmu psikologi diistilahkan sebagai Subjective Well-Being (SWB). SWB

merupakan evaluasi kognitif (kepuasan hidup) dan afektif (afek positif dan

negatif). Perawat perlu memiliki Subjective Well-being yang tinggi guna

memaksimalkan pelayanan di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk

mengetahui tingkat SWB perawat yang bekerja di RS jiwa RS. Jiwa Prof. Dr.

Soerojo Magelang. Metode yang digunakan ialah kuantitatif deskriptif dengan

pendekatan survei menggunakan kuesioner evaluasi diri yang sudah paten (sudah

di adaptasi, dimodifikasi, dan diubah ke dalam bahasa indonesia). Kuesioner

evaluasi diri meliputi adaptasi kuesioner Scale of Positive and Negative

Experience (SPANE) dan The Satisfaction With Life Scale (SWLS). Data diolah

menggunakan SPSS untuk menguji variabel dengan taraf signifikansi 0.05. Untuk

tingkat well-being pada pengukuran afek (positif dan negatif), sebanyak 142 (54,0

%) responden sering mengalami afek positif dan pada pengukuran kepuasan

hidup, sebanyak 156 (59,3%) memiliki kepuasaan hidup yang tinggi.

Kata kunci : afek; kepuasan hidup; perawat; subjective well-being

Pendahuluan

Setiap orang menginginkan kesejahteraan (well-being) di dalam hidupnya,

sebagaimana menurut Ningsih (dalam Rohmad, 2014) bahwa setiap orang

memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna pemenuhan kepuasan dalam

kehidupannya. Well-Being sendiri dapat diartikan sebagai suatu keadaan positif

yang memungkinkan seseorang, kelompok, ataupun suatu negara menjadi

sejahtera. Diener (2009) menuliskan bahwa dalam konteks individu, well-being

mengacu pada keadaan psikologis, fisik dan sosial yang positif sehingga setiap

individu dapat menjalankan fungsi kehidupannya secara baik dan optimal. Konsep

well-being meliputi kebahagiaan (happiness) yang dalam psikologi positif

diistilahkan dengan Subjective Well-Being (SWB) yang mana SWB sendiri

merupakan evaluasi diri individu melalui aspek kognitif dan afektif. Aspek

kognitif yang dinilai meliputi kepuasan hidup (life satisfaction) seseorang baik di

masa lampau, sekarang ataupun hal-hal yang ingin dicapai di masa mendatang

(Diener, 2009). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi dan

penilaian tentang kualitas hidup atau kepuasan hidup individu dinilai secara

Page 3: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 165

keseluruhan. Kepuasan hidup yang dimaksud berupa keadaan sejahtera atau

kepuasaan hati yang merupakan kondisi hati yang menyenangkan, bila kebutuhan

dan harapannya terpenuhi (Hurlock, 2009).

Berikutnya adalah kriteria individu dalam SWB yaitu dari aspek afektif

dalam SWB. Aspek afektif dalam SWB ini terdiri dari afek positif dan afek

negatif. Afek positif berarti seseorang yang memiliki emosi positif (sifat yang

menyenangkan) sedangkan afek negatif berarti sebaliknya. Tanda-tanda seseorang

dengan afek positif yaitu seseorang yang menyenangkan (sukacita dan kasih

sayang) sedangkan afek negatif ditandai dengan seseorang yang memiliki emosi

negatif yang sering dan berkepanjangan bahkan tidak menyenangkan. Bentuk

utama dari reaksi negatif atau tidak menyenangkan itu adalah kemarahan,

kesedihan, kecemasan dan kekhawatiran, stres, frustrasi, rasa bersalah, rasa malu,

dan iri hati.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi well-being atau SWB

seseorang diantaranya adalah usia. Individu yang berusia dewasa atau produktif

cenderung memiliki skor well-being yang tinggi dalam hal mengalami

pertumbuhan pribadi yang artinya mereka sudah melewati tahap-tahap

perkembangan hidup dan menyadari tentang potensi-potensi diri yang sudah

dilakukan dalam menjalani maupun mengalami pertumbuhan dan perkembangan

hidup serta cenderung memiliki kemampuan penguasaan lingkungan dan otonomi

dalam dirinya (Desi, 2017).

Selain daripada itu SWB seseorang dipengaruhi oleh jenis kelamin.

Penelitian Ryff dan Keyes (1995) menunjukkan wanita lebih memiliki skor SWB

yang tinggi dibanding laki-laki. Ini menjadi salah satu aspek bahwa wanita dapat

membangun well-being mereka dengan menjalin hubungan baik dengan orang di

sekitar. Hubungan dan relasi yang merupakan salah satu komponen dalam

kesehatan mental seseorang sehingga kesehatan mental juga berperan dalam well-

being.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa wanita lebih memiliki

subjective well-being yang tinggi daripada laki-laki. Untuk itu dapat dinyatakan

bahwa setiap individu yang memiliki subjective well-being yang tinggi ternyata

Page 4: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 166

bisa membuat individu tersebut merasa bahagia dan senang dengan teman dekat

dan keluarga. Individu tersebut juga kreatif, optimis, pekerja keras, tidak mudah

putus asa, dan tersenyum lebih banyak daripada individu yang menyebut dirinya

tidak bahagia (Nurhidayah & Rini, 2012) dan (Rohmad, 2014).

Pada faktor pekerjaan diatas, Argyle dalam Oktavinur dan Fikri (2017)

mendefinisikan bahwa umumnya orang yang bekerja akan lebih memiliki

kebahagiaan yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Faktor

sosiodemografi lainnya yang juga mempengaruhi well-being adalah sosial

ekonomi. Hal itu yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kebahagiaan

dan sosial ekonomi. Wenas (2015) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa

sebagian besar responden termasuk yang ditelitinya masuk dalam kategori sosial

ekonomi tinggi yaitu 54 responden atau (60,0%). Dari hasil penelitian tersebut

dinyatakan sebagian besar responden yang ditelitinya dapat dinyatakan bahagia

serta dengan adanya sosial ekonomi yang tinggi segala sesuatu yang menjadi

kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dan masyarakat akan mengalami

kesejahteraan.

Selain itu, Weiten (2008) juga menjelaskan bahwa pernikahan

mempengaruhi SWB seseorang. Menurutnya orang yang sudah menikah

cenderung lebih bahagia jika dibandingkan dengan orang yang single atau cerai.

Pernikahan akan membuat individu mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan

hidup (Listian & Alhamdu, 2016). Bentuk dari kepuasaan hidup yang dirasakan

adalah afek positif atau emosi yang menyenangkan seperti perasaan bahagia

(Alhamdu, 2015). Selain dipengaruhi oleh sosiodemografi, SWB juga dipengaruhi

oleh kondisi kesehatan (Sahusilawane, 2017). Menurut Dewanto (dalam

Sahusilawane, 2017) penurunan kesehatan dan fungsi fisik seseorang

menyebabkan penurunan kesejahteraan. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten

Sidoarjo menggambarkan bahwa kondisi fisik yang terganggu membuat individu

terbatas dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan diri sendiri maupun

aktifitas sosial (Aini dan Aisyah, 2013). Kesejahteraan dapat didukung oleh

kesehatan fisik yang baik. Apabila kesehatan fisik berada dalam kondisi buruk,

maka akan meningkatkan perasaan sedih, patah semangat terhadap masa depan,

Page 5: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 167

serta mengalami penurunan kepercayaan diri (Sujana, 2015). Hal inilah yang

menjadi alasan bahwa setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh

kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat untuk mencapai subjective

well-being, salah satunya adalah kesehatan mental (Krisnawati, 2013).

Setiap individu penting untuk mencapai kesehatan mental termasuk

perawat yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa atau perawat yang menangani pasien

gangguan jiwa. Bagi perawat jiwa atau perawat jaga, menjaga tubuh dan pikiran

(kesehatan mental) untuk tetap sehat adalah hal yang harus dilakukan.

Berhubungan dengan banyak pasien dan bekerja dengan sistem shift, diomeli

pasien dan keluarga, serta tak jarang harus melayani pertanyaan pasien bisa

mengakibatkan berbagai macam keluhan, sekaligus stres (Dwiputra 2019).

Kondisi stres yang dialami oleh individu atau perawat dapat memunculkan

perasaan yang tidak menyenangkan (Fitria dan Anggun, 2015). Ketidakmampuan

dalam mengelola kondisi stres dan Perasaan tidak menyenangkan yang sering

muncul dapat berdampak pada SWB perawat dan mempengaruhi penilaian

perawat tersebut terhadap kepuasan hidup (Karasawa dkk, 2011). Penilaian

terhadap kepuasan hidup yang menyertakan afek positif dan negatif merupakan

salah satu indikator dari subjective well-being (Rumaningsih dan Mrirahayu,

2011).

Selain itu seorang perawat harus memiliki kemampuan untuk mendorong

pasien berpikir positif dalam proses penyembuhan penyakit pasien karena perawat

adalah ujung tombak dalam pelayanan kesehatan, harus optimis membawa

kenyamanan kepada pasien, baik di dalam lingkup rumah sakit maupun di luar.

(Sahusilawane, 2017).

Oleh karena itu penting bagi perawat untuk memiliki subjective well-being

guna menjalankan peran tugas sebagai perawat secara optimal sesuai dengan

tuntutan. Hal tersebut didukung oleh Pavot dan Diener (2004) yang menyatakan

bahwa subjective well-being berdampak pada kualitas hubungan sosial, kehidupan

kerja, dan kesehatan mental perawat. Individu dengan sujective well-being tinggi

mudah dalam mengolah dan mempertahankan persahabatan, hubungan romantis,

dan pernikahan.

Page 6: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 168

Menarik untuk diteliti bahwa subjective well-being menurut (Desi, (2017)

sangat diperlukan oleh seorang perawat untuk bisa menjalankan peran dan

tugasnya secara optimal sesuai dengan tuntutan serta dapat menjadi acuan bagi

tiap individu untuk berproses lebih baik di masa yang akan datang dengan

mempertahankan bahkan meningkatkan keadaan sejahtera yang sudah di capai.

Tujuan penelitian ini adalah upaya untuk mendeskripsikan tingkat

kesejahteraan perawat yaitu dengan mengukur afek positif dan negatif (SPANE)

serta kepuasaan hidup (SWLS). Pengukuran ini akan memampukan perawat untuk

mengidentifikasi, menguraikan dan mengukur kondisi kesejahteraan subjektif.

Metode

Penelitian yang telah dilakukan pada bulan Februari 2018 di Rumah Sakit

Jiwa di (RSJ) Prof. Dr. Soerojo Magelang dan telah mendapat ijin serta

persetujuan dari komisi etik penelitian FKIK.

Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling pada populasi

dengan memperhatikan strata (tingkatan) dalam populasi. Adapun teknik analisis

data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat untuk

mendeskripsikan karakteristik dari variabel yang ada. Sementara kriteria inklusi

responden dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di bangsal

keperawatan jiwa minimal 1 tahun dan memiliki jabatan sebagai perawat

pelaksana, kepala ruang, dan perawat supervisi. Dari kriteria tersebut diperoleh

275 perawat, namun yang bisa menjadi responden hanya sebanyak 263 orang,

karena ada beberapa perawat yang mendapat halangan, seperti cuti dan rotasi

ruangan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif

yang dilakukan dengan teknik : survey self-administered questionnaire.

Kuesioner ini sudah diadaptasi, dimodifikasi, diubah ke dalam Bahasa Indonesia,

dan sudah diuji validitas dan reliabilitasnya sehingga bisa digunakan dalam

pengambilan data. Kuesioner evaluasi diri yang digunakan meliputi SPANE

(Scale of Positive and Negative Experience) dan SWLS (Life Satifaction Scale of

Positive and Negative). Kuesioner SPANE yang digunakan dalam pengukuran

Page 7: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 169

SWB di sadur dari Diener dan Robert, (2009). Sementara untuk SWLS disadur

dari Diener, Emmon, Larsen, dan Griffy (2009).

Dalam instrumen SPANE terdapat 12 pernyataan (6 pernyataan positif

dan 6 pernyataan negatif) dan pemberian skornya berkisar 1-5. Pada skor SPANE,

skor (16) – (25) dinyatakan selalu memiliki perasaan positif, (6) – (15) adalah

sering, (-2) – (5) kadang-kadang, (-14) sampai (-3) jarang dan skor yang

dinyatakan tidak pernah memiliki perasaan positif berkisar (-24) sampai (-15)

sedangkan pada instrumen SWLS terdapat 9 pertanyaan. SWLS merupakan skala

yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasaan hidup perawat baik dalam hal

berpikir positif dan negatif. Kuesioner SWLS terdiri dari 9 pernyataan (4 positif

dan 5 negatif). Interpretasi hasil pada SWLS yaitu (38 – 45) dinyatakan memiliki

perasaan sangat puas, (31 – 37) dinyatakan sering memiliki perasan puas, (24 –

30) memiliki perasaan sedikit puas, (17 – 23) memiliki perasaan cukup puas, (9 –

16) memiliki perasaan tidak puas, dan 5 - 9 memiliki perasaan sangat tidak puas.

Hasil uji reabilitas SPANE mempunyai nilai cronbach alpha sebesar

0,868 dengan nilai uji validitas berkisar 0,463 – 0,812 sedangkan SWLS sebesar

0,729 dengan nilai uji validitas berkisar 4,98 – 707. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa pertanyaan SPANE pada no 1 sampai dengan no 12 dan pernyataan SWLS

adalah valid di karenakan R-hitung lebih besar dari R-tabel kecuali pada item

SWLS terdapat 1 pernyataan yang tidak valid yaitu item no 5. Hasil R-tabel

tersebut di dapatkan dari signifikasi 0,05 dengan uji 2 sisi dan N (responden) -2 =

28, maka didapat nilai r tabel adalah 0.3610. Data penelitian diolah menggunakan

uji univariat. Selain mengisi dua kuesioner diatas, responden juga mengisi lembar

profil sosiodemografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, jenis

pekerjaan, pendapatan per bulan, dan status perkawinan. Adapun teknik analisis

data dilakukan dengan analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk

mendeskripsikan karakteristik dari variabel yang ada.

Page 8: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 170

Hasil dan Pembahasan

Di bawah ini dipaparkan hasil penelitian yang meliputi keadaan

sosiodemografi, dan skor well-being (SPANE dan SWLS) yang terdiri dari

perasaan positif negatif, dan kepuasaan hidup.

A. Profil Sosiodemografi Responden

Profil sosiodemografi dikumpulkan dengan tujuan untuk melihat latar

belakang masing-masing dari responden. Sosiodemografi pada laki-laki lebih

banyak dengan jumlah 147 responden (55,9 %). Dari latar belakang pendidikan

responden, yang paling dominan adalah mereka yang berpendidikan diploma yaitu

meliputi sub variabel usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan

perbulan dan status perkawinan. Hasil penelitian ini dipaparkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Profil Sosiodemografi Responden

Karakterisktik Jumlah Responden (n=263)

Usia

1. 26-35 tahun

2. 36-45 tahun

3. 46-55 tahun

4. 56-65 tahun

5. >65 tahun

(n)

91

92

67

13

0

(%)

34,6 %

35,0 %

25,5 %

4,9 %

0 %

Jenis Kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

147

116

55,9 %

44,1 %

Pendidikan

1. Diploma

2. Sarjana (S1)

3. Profesi Ners

4. Pasca Sarjana

173

31

57

2

65,8 %

11,8 %

21, 7 %

0,7 %

Lama Bekerja

1. 1-3 tahun

2. 3 tahun 1 bulan – 6 tahun

3. 6 tahun 1 bulan – 9 tahun

4. 9 tahun 1 bulan ke atas

9

12

45

196

3,4 %

4,6 %

17,1 %

74,9 %

Status Perkawinan

1. Belum Menikah

2. Menikah

3. Cerai hidup

4. Cerai Mati

5. Nikah Siri

7

244

5

6

1

2,7 %

92,8 %

1,9 %

2,3 %

0,3 %

Page 9: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 171

Profil sosiodemografi dikumpulkan dengan tujuan untuk melihat latar

belakang masing-masing dari responden. Sosiodemografi perawat dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak dengan jumlah 147 responden (55,9 %). Dari latar

belakang pendidikan responden, yang paling dominan adalah mereka yang

berpendidikan diploma yaitu meliputi sub variabel usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan perbulan dan status perkawinan. Hasil

penelitian ini dipaparkan dalam tabel 1.1.

Berdasarkan tabel di atas, umur responden paling banyak berada dalam

kelompok 36 – 45 tahun, yaitu sebanyak 92 responden (35,0 %), responden

dengan jenis kelamin laki sebanyak 173 responden (65,8 %). Lamanya responden

bekerja paling banyak adalah 9 tahun 1 bulan ke atas yaitu sebanyak 196

responden (74,9 %). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden dengan

status menikah lebih banyak dari status yang belum menikah. Responden yang

memiliki status perkawinan menikah sebanyak 244 responden (92,8 %) sedangkan

yang belum menikah sebanyak 7 responden (2,7 %).

B. Well-Being

Well-Being merupakan suatu keadaan positif yang memungkinkan

seseorang, kelompok, ataupun suatu negara menjadi sejahtera. Dalam konteks

individu, well-being mengacu pada keadaan psikologis, fisik dan sosial yang

positif sehingga individu tersebut dapat menjalankan fungsi kehidupannya secara

baik dan optimal (Fiona, 2015). Well-being dalam penelitian ini dilakukan sebagai

upaya mengevaluasi kondisi sejahtera perawat yaitu dengan mengukur afek positif

dan negatif (SPANE) serta kepuasaan hidup yang terdiri dari pemikiran positif

dan negatif (SWLS). Evaluasi ini tentunya dapat menjadi acuan bagi tiap individu

untuk berproses lebih baik di masa yang akan datang dengan mempertahankan

bahkan meningkatkan keadaan sejahtera yang sudah dicapai (Desi, 2017). Berikut

adalah hasil penelitian ini:

Page 10: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 172

2.1 Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)

Skala ini digunakan untuk mengukur afek positif dan negatif seseorang

yang dirasakan selama 4 minggu terakhir, dan hasilnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 2. Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)

Berdasarkan tabel 2 dari 263 responden, sebagian besar, yaitu 142

responden (54,0 %) merasa sering mengalami perasaan positif. Sedangkan

yang memiliki perasaan kadang-kadang mengalami perasaan positif sebanyak

59 (22,4 %). Data ini menujukkan bahwa sebagian besar responden sudah

mengalami pengalaman memiliki perasaan positif secara ajeg.

2.2 Satisfaction With Life Scale (SWLS)

Skala ini merupakan skala yang digunakan untuk mengukur kepuasaan

hidup seseorang.

Tabel 3. Hasil Uji analisis SWLS

Skala

(SWLS)

Jumlah Responden

(n= 263)

(n) (%)

1. Memiliki perasaan sangat puas

2. Memiliki perasaan puas

3. Memiliki perasaan kurang puas

4. Memiliki perasaan tidak puas

5. Memiliki perasaan sangat tidak puas

39

156

65

3

0

14,8 %

59,3 %

24,7 %

1,2 %

0 %

Dalam perhitungan skala SWLS responden yang banyak memiliki

perasaan puas adalah 156 responden atau 59,3 %, sedangkan yang sedikit

memiliki perasaan tidak puas hanya 3 orang atau 1,2 %.

Skala

(SPANE)

Jumlah Responden

(n=263)

(n) (%)

1. Selalu mengalami perasaan positif

2. Sering mengalami perasaan positif

3. Kadang-kadang mengalami perasaan positif

4. Jarang mengalami perasaan positif

5. Tidak pernah mengalami perasaan positif

41

142

59

21

0

15,6 %

54,0 %

22,4 %

8,0 %

0 %

Page 11: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 173

Profil Sosiodemografi Responden

Di bawah ini dipaparkan pembahasan yang meliputi sosiodemografi, Scale

of Positif and Negative Experience (SPANE) dan Satisfaction with Life Scale

(SWLS) yang terdiri dari afek negatif positif serta kepuasaan hidup.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa jumlah

perawat laki-laki lebih banyak dibanding jumlah perawat perempuan yaitu; 147

(55,9 %) berbanding 116 (44,1%). Hal ini dikarenakan jumlah bangsal untuk

pasien laki-laki lebih banyak dibanding dengan bangsal rawat perempuan. Dari

hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 09 November 2018 dengan perawat

spesialis di RSJ. Dr. Soerojo Magelang, dikemukakan bahwa pasien laki-laki

dirawat oleh perawat laki-laki dan pasien perempuan dirawat oleh perawat

perempuan. Hal ini berkaitan dengan etika perawatan terhadap gender yang sama,

sehingga memudahkan dalam pemberian asuhan keperawatan, dan menjaga harkat

martabat pasien serta menjunjung kenyaman pasien. Selain itu untuk menghindari

tindakan asusila yang mungkin saja terjadi. Di samping itu juga dapat

menciptakan suasana kedekatan emosional pasien agar tidak merasa canggung

ketika berinteraksi dengan perawat dan mempermudah perawat dalam proses

berlangsungnya komunikasi terapeutik (BST, 2017).

Dari kuesioner yang disebarkan dalam penelitian ini dari total keseluruhan

263 responden didapatkan hasil bahwa perawat yang bekerja di RSJ. Prof. Dr,

Soerojo Magelang sebagian besar (65.8 %) adalah lulusan Diploma Keperawatan,

11,8 % adalah lulusan S1, Profesi Ners, dan 0.7 % adalah lulusan S2. Tingginya

lulusan perawat dengan pendidikan Diploma, akan sangat mempengaruhi

pelayanan asuhan keperawatan. Sedangkan ilmu pengetahuan terus berkembang,

untuk mengapai ilmu supaya dapat memberikan pelayanan kesehatan pada klien.

Untuk itu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia no 10 tahun 2015 membuat

suatu kebijakan tentang standar pelayanan keperawatan di rumah sakit. Kebijakan

yang di maksud adalah terkait pelayanan perawat kepada klien dengan cepat dan

tepat sasaran serta perawat terus belajar, baik formal maupun non formal seperti

belajar sendiri dari buku-buku atau jurnal terbaru guna menciptakan tenaga

perawat profesional dan kompeten sesuai teknologi dan keperawatan

Page 12: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 174

perkembangan ilmu yang ada. Hasil diatas tentunya dapat menjadi masukan bagi

instansi terkait untuk mewujudkan hak belajar perawat sesuai kode etik agar

perawat terus mengembangkan dirinya untuk memberikan pelayanan yang

profesional pula.

Tingkat Well-being

Scale of Positif and Negative Experience (SPANE)

Hasil SPANE dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengalami perasaan positif yaitu sebanyak 142 orang atau sekitar 54,0

% dari total sampling. Perasaan positif selalu di rasakan karena responden rata-

rata masih dalam usia produktif. Individu yang tergolong dalam kategori usia

produktif adalah individu yang memiliki pikiran yang matang dan hidup stabil,

bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, fleksibel serta mampu bekerja secara

efisien (Hurlock, 1994).

Responden dengan usia produktif masih didominasi oleh responden

berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dimungkinkan terjadi karena laki-laki lebih

mudah mengelola pola pikirnya untuk tetap positif, sehingga mampu mengontrol

perasaan marah dengan baik sehingga membuatnya lebih nyaman (Dini, 2011).

Jika seseorang mampu mengelola pola pikirnya dengan baik, ia dapat dikatakan

sebagai pribadi yang lebih banyak memiliki afek positif sehingga dapat

mengurangi afek negatif.

Dalam Sahusilawane (2017), jika seseorang memiliki perasaan positif

lebih banyak dari pengalaman negatif ia akan hidup lebih sejahtera. Berpikir

positif dan mengurangi pikiran negatif adalah hal yang dibutuhkan seseorang

untuk mencapai kesejahteraan (SWB). Jika seseorang tidak memiliki pikiran

positif dalam mengendalikan rasa amarah atau masalah yang dihadapinya, maka

dapat menyebabkan dampak negatif seperti sedih dan berujung pada penyesalan.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi perasaan positif responden adalah

lamanya ia bekerja. Menurut Afrilyan (2017) Semakin lama seseorang bekerja,

semakin banyak pengalaman yang di dapat. Dari pengalaman tersebut individu

bisa menyesuaikan diri sehingga mampu menghadapi setiap permasalahan

Page 13: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 175

termasuk dalam bidang pekerjaan yang di gelutinya dan dapat merasakan perasaan

positif (nyaman) dalam pekerjaannya.

Satisfaction with Life Scale (SWLS)

Dari 263 total keseluruhan jumlah responden berdasarkan data SWLS

yang didapat dalam penelitian ini adalah 74,1 %, responden merasa puas dengan

pendapatan diatas Rp. 3.500.00 dan disertai tunjangan tambahan yang mereka

terima/bulan. Menurut Setiawan & Sutanto (2013) juga mengemukakan bahwa

tingkat kepuasaan hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh pendapatan/gaji yang

diterimanya perbulan. Tentunya dengan pendapatan bulanan yang lebih besar dan

pengeluaran perbulan yang lebih kecil, ini sangat mempengaruhi tingkat kepuasan

seseorang dalam menunjang kebahagiaannya di dalam keluarganya.

Sedangkan 25.9 % dari responden tersebut ada yang merasa tidak puas

dikarenakan masih ada yang memiliki pendapatan perbulan di bawah Rp.

2.500.000 karna sesuai dengan masa kerja yang belum begitu lama/ masih

fressgraduate serta gaji yang diberikan juga disesuaikan dengan jenjang

pendidikan yang diembannya. Selain daripada itu di karenakan sebagian besar

responden yang sudah menikah. Individu yang sudah menikah lebih besar

pengeluarannya di banding individu yang belum menikah. Di dalam Artikel

ekonomi okezone (2017) menjelaskan tentang tinggi rendahnya pendapatan sangat

mempengaruhi tingkat kepuasaan maupun ketidakpuasaan seseorang.

Di samping itu juga, lama kerjanya seseorang ikut berpengaruh dalam

kenaikan gaji serta kenaikan jabatan juga mempengaruhi tingkat kepuasan seorang

perawat.

Sebagian besar respoden yang bekerja di RSJ. Prof Dr. Soreojo Magelang

memiliki lama kerja 9 tahun ke atas yaitu 196 (74,9 %) responden, sehingga

pendapatan gaji yang diterima dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Oleh sebab itu, inilah yang menjadi alasan utama bahwa semakin tingginya

pendapatan seseorang dapat mempengaruhi tingkat kebahagiaan dirinya, serta

memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memenuhi standar kebahagiaan

menurut versi mereka tersendiri, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidup

keluarga dan memberikan rasa kepuasan pada pasangan (Yorga, 2016).

Page 14: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 176

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan bahasan diatas dinyatakan bahwa

sebagian besar responden atau perawat yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr

Soerojo Magelang memiliki perasaaan positif dan memiliki perasaan puas yang

tinggi yang mana perasaan positif dan perasaan puas itu dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya adalah dipengaruhi usia yang produktif, lama kerja

atau pengalaman kerja serta pendapatan yang diperoleh. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa perawat di Rumah Sakit Prof. Dr Soerojo Magelang memiliki

kondisi SWB yang baik.

Saran

Faktor-faktor lain seperti budaya, spiritualitas, relasi dan dukungan sosial

mungkin dapat memiliki hubungan dengan subjective well-being yang dalam

penelitian ini tidak diujikan sehingga ini menjadi keterbatasan dalam penelitian

ini. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menganalisis lebih lanjut

terkait subjective well-being perawat dan kepuasaan kerja perawat berdasarkan

faktor seperti budaya orang lain, sesuai derajat dan kedudukannya. Faktor budaya

yang menjadi alasan untuk digali lebih dalam, guna mengetahui bagaiamana

pengaruh budaya Jawa yang rukun dan hormat tersebut terhadap kondisi

subjective well-being seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Afrilyan. B, (2017) Pengaruh Kompetensi, Pengalaman Kerja dan Penempatan

Kerja, Terhadap Komitmen Organisasi PT. Wahana Meta Riau Di

Pekanbaru. Fakultas Ekonomi, Universitas Riau, Pekanbaru Indonesia.

Jurnal JOM Fekom, Vol. 4 No.1. hlm. 153-166.

Aini S. N dan Aisyah S N. (2013). Psychologicall Well-Being Penyandang Gagal

Ginjal. Jurnal penelitian Psikologi. Program Studi Psikologi, Fakultas

Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Vol.4 No. 01.

Alhamdu. (2016). Subjective Well-Being Siswa Man 3 Palembang Yang Tinggal

Di Asrama. Psikis: Jurnal Psikologi Islami, 1(1), 95–104.

Page 15: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 177

.

(BST, R, 2017)BST, R, S. (2017). Penerapan Komunikasi Terapeutik Nonverbal

Perawat Dalam Penanganan Pasien Sakit Jiwa Di Rumah Sakit Khusus

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Studi Kasus Rumah Sakit Jiwa Dadi

Makassar). Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik Universitas Hasanuddin.

Desi. Ayub. P, dan Bagus, P, S, A. (2017). Well-being dan Strategi Koping; Studi

Sosiodemografi di Getasan. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan,

Vol. 9, No. hlm, 21-30.

Dini. (2011). Mengubah Amarah Jadi Positif. Di baca 20 November 2018.

Diener, E. Oishi, S. and Lucas, R. (2009). Subjective Well-Being: The Science of

Happiness and Life Satisfaction: The oxford Handbook of Positive

Psychology. Publication.

Fitria, W. A. dan Anggun, R. P. Hardiness dan Subjective Well-being pada

perawat. Fakulltas Psikologi, Universitas Diponegoro. Jurnal Empati,

Volume 4 (4), 73-74. [email protected]. 2015.

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. jakarta: erlangga.

Hurlock, E. B. (2009). Psikologi Perkembangan. jakarta: erlangga.

Istiningtyas, L. (2014). Humor Dalam Kajian Psikologi Islam. Jurnal Ilmu Agama

UIN Raden Fatah, 15(1), 37–59.

Karasawa, Churchan K B, Markus H R, Kitayama S S, Dienberg L G, Radler B T,

Ryff, C. D. (2011). Cultural perspectives on aging and well-being: A

comparison of Japan and the U.S. Int J Aging Hum Dev. 73 (1): 73.

Krisnawati, R . 2013. Kesejahteraan Subjective (Subjective Well-being) Buruh

Pabrik PT. Laksana Teknin Makmur Kabupaten Bogor. Skripsi Fakultas

Ilmu Pendidikan, Univeristas Pendidikan Indonesia.

Lubis, S. H. B. (2011). Hubungan Antara Self-Esteem Dengan Subjective Well-

Being Karyawan Uin Syarif Hidayahtullah Jakarta (Skripsi).

Listian. P. S dan Alhamdu (2016). Subjective Well-being Pada Pasangan yang

Menikah melalui Proses Ta’aruf. Jurnal Rap UNP, Vol. 7, No. 1, hlm.

78-79.

Page 16: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 178

Ningsih, D.A. 2013. Subjective Well-Being Ditinjau Dari Faktor Demografi

(Status Pernikahan, Jenis Kelamin, Pendapatan). Jurnal Online Psikologi,

Vol 1, No 02, di lihat 08 Juni 2018.

Nurhidayah, S dan Rini A. 2012. Kebahagiaan Lansia Di Tinjau Dari Dukungan

Sosial Dan Spiritualitas. Jurnal Soul, Vol. 5, No. 2.

Oktrina, S. (2015) Subjective Well-being. Di akses 8/5/18

Oktavianur S, dan Fikri H. T. (2017). Kebahagiaan pada istri yang menjalani

pernikahan jarak jauh. Jurnal PSYCHE 165 Fakultas psikologi, Vol 10,

No 1, hlm 19-28.

Pavot, W. and Diener E. (2004). Findings on subjective well-being: Applications

to public policy, clinical interventions, and educations. Dalam P. A

Linley & S. Joseph (Eds.), Positive psychology in pratice, 679-692. New

Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015. Standar

Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit Khusus Dengan Rahmat Tuhan

Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes. (2015). Standar Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit ; Menteri

Kesehatan Republik Indonesia.

Putra, D. (2019). Manfaat Meditasi untuk Perawat Jaga dan Manfaatnya.

Prasetia, Dimas et al. 2015. “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan

Tenaga Kerja Wanita Pada Industri Manik-Manik Di Desa Tutul

Kecamatan Balung Kabupaten Jember ( Analysis of Factors Affecting

Income Labor Women In Industry Handycraft In Tutul Village

Subdistrict Jember Balung).”

Ramdan, I. M., & Fadly, O. N. (n.d.). 2016. Analisis Faktor yang Berhubungan

dengan Burnout pada Perawat Kesehatan Jiwa. 4.

Rohmad. (2014). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan

Kesejahteraan Subjektif Pada Mahasiswa. Skripsi.

Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Fakultas Psikologi.

Rumaningsih, dan Mrirahayu, 2011. Pengaruh Faktor Organisasional Pada Stres

Kerja Para Perawat Dengan Pengalaman Kerja Sebagai Variabel

Pemoderasi (Studi Pada Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta). Jurnal

Manajemen Bisnis Syariah, No. 02/Th.V/Agustus 2011, hal. 955-967.

Page 17: Subjective Well-Being Perawat Yang Bekerja Di RS Jiwa Prof

DOI: 10.32528/ins.v15i2.1667

ISSN : 1858-4063

EISSN : 2503-0949

Vol. 15, No. 2, Oktober 2019

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 179

Ryff, C. D, Keyes, C, L. M. (1995). The structure of Psychology well-being

revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69(4), 719-727.

Sartika, M. & K., (2011). Kecamatan Gunungpati Semarang. Kerja, K.,

Puskesmas,

Sahusilawane L, Ranimpi, Y. Y, dan Desi. (2017). Hubungan antara

Psychologycal Well-being Perawat dengan Psychologycal Well-being

Pasien Anak, Jurnal Keperawatan Muhammdiyah Vol 2, No 2. ISSN :

2541-1390. E-ISSN : 2597-7539.

Sujana, Rima Christine. 2015. “Peningkatan Kesejahteraan Psikologis Pada

Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Menggunakan Group

Positive Psychotherapy Improvement Of Psychological Well-Being In

Patients With Type 2 Kesehatan Merupakan Hal Penting Dalam Hidup

Manusia . Ketika Terke.” 7 (2): 215–32.

Veenhoven R. (1996) The Study Of Life Satisfaction. In: Saris, W.E., Veenhoven,

R., Scherpenzeel, A.C. & Bunting B. (eds) 'A comparative study of

satisfaction with life in Europe. Eötvös University Press.

Visakha. D (2011). Subjective Well-being. Di akses pada tanggal 16 November

2018.

Willdani. (2014). Subjective Well-being. http. repository.Usu.ac.

id_bitstream_handle_123456789_33501_sequence=4.

Wenas, Gloria E, Henry Opod, and Cicilia Pali. 2015. “Hubungan Kebahagiaan

Dan Status Sosial Ekonomi.” 3(April).

Weiten, W (2008). Psychology Themes and Variantions Breifer Version. USA.

International. Student Edition.

Yorga. M (2015) Gajimu Bahagiamu: sebuah studi tentang kebahagiaan di

kalangan profesional muda di indonesia.

Wicahyani, P.Y. 2013. Hubungan Penyesuaian diri dengan Kebahagiaan

Perkawinan Istri Yang Tinggal dengan Ibu Mertua. Skripsi.Jurusan

Psikologi, Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana

Malik Ibrahim Malang.