Upload
praktikum-tpsusu
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
1/15
Acara I
SUSU PASTEURISASI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Nama: Donna Larissa Khuangga
NIM: 13.70.0171
Kelompok: B1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
2/15
1
1. TOPIK DAN TUJUAN
1.1. Topik
Praktikum Susu Pasteurisasi kloter B dilaksanakan pada Jumat, 20 Mei 2016 di
Laboratorium Rekayasa Pangan, sedangkan pengamatan dilakukan pada Sabtu, 21 Mei
2016. Asisten praktikum yang bertanggung jawab dalam praktikum ini adalah Graytta
Intannia dan Rr. Panulu P.M., serta didampingi oleh Tjan, Ivana Chandra dan Beatrix
Restiani. Pada praktikum ini, susu sapi segar dipasteurisasi dengan suhu dan waktu yang
berbeda. Selanjutnya, susu sebelum dan setelah pasteurisasi dianalisis secara
mikrobiologis untuk mengetahui jumlah total bakteri yang terdapat pada kedua susu
tersebut.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui efektivitas dari proses
pemanasan susu secara pasteurisasi dalam mengontrol jumlah bakteri.
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
3/15
2
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan analisis mikrobiologis susu pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Mikrobiologis Susu Pasteurisasi
Kel PerlakuanJumlah total bakteri
(CFU/ml)
B1 Susu sebelum pasteurisasi Spreader
Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
4/15
3
3. PEMBAHASAN
Susu segar adalah cairan hasil pemerahan sapi yang sehat secara kontinyu tanpa dikurangi
atau ditambah dengan bahan tertentu. Susu segar kaya akan kandungan nutrisi seperti
protein, lemak, karbohidrat, laktosa, mineral, dan vitamin yang sangat baik untuk
kesehatan dan pertumbuhan (Syarif & Harianto, 2011). Kandungan nutrisi yang tinggi ini
menyebabkan susu menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganisme tersebut akan menyebabkan perubahan kualitas susu segar
yang meliputi perubahan aroma, warna, dan rasa dari susu segar. Mikroorganisme yang
dapat tumbuh pada susu adalah bakteri dan kapang. Selain menimbulkan kerusakan pada
susu, bakteri dan kapang pada susu ini juga dapat menimbulkan bahaya kesehatan bagi
konsumen karena sifatnya yang patogen. Jenis bakteri yang sering ditemukan pada susu
adalah jenis Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Micrococcus sp.
Sementara bakteri yang patogen pada susu, antara lain Coxiella burnetii (penyebab
penyakit demam), Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit tuberkulosis), dan
Escherichia coli (penyebab penyakit pada pencernaan) (Srujana et al ., 2011). Tatini &
Kauppi (2003) dalam Adil & Eltaf (2013) menambahkan bahwa beberapa jenis
mikroorganisme seperti psikotrof gram negatif, koliform, dan bakteri patogen seperti
Escherichia coli, Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada susu.
Susu sapi segar sangat rentan ditumbuhi bakteri. Kontaminasi bakteri pada susu segar ini
dapat berasal dari kondisi yang tidak higienis selama handling susu, misalnya dari udara,
peralatan yang digunakan untuk pemerahan, serta kandang yang tidak bersih dari sisa
feses, tanah, dan rumput. Kondisi sanitasi yang kotor selama handling akan
mengakibatkan kontaminasi bakteri (Srujana et al ., 2011; Yadav et al ., 2014). Lu et al .,(2013) menambahkan bahwa kerusakan susu dapat disebabkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme akibat kurangnya sanitasi dan higienitas selama handling dan kondisi
selama proses distribusi. Sanitasi dan higienitas yang perlu diperhatikan meliputi
kebersihan kandang, kebersihan dan kesehatan sapi perah, kebersihan alat dan proses
pemerahan, serta higienitas selama distribusi. Suhu susu segar yang didistribusikan juga
harus selalu dikontrol karena suhu yang tinggi (hingga 40ºC) memungkinkan bakteri
mesofilik yang terdapat pada susu segar terus tumbuh.
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
5/15
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
6/15
5
mikroorganisme yang tidak diinginkan (Hadioetomo, 1993). Selanjutnya, susu pada botol
pertama dipasteurisasi dalam waterbath pada suhu 72ºC selama 15 detik, sedangkan susu
pada botol kedua dipasteurisasi dalam waterbath pada suhu 62ºC selama 3 menit.
Berdasarkan teori Syarif & Harianto (2011), pasteurisasi pada susu pertama dapat
digolongkan dalam metode pasteurisasi HTST karena menggunakan suhu tinggi dalam
waktu yang singkat, sedangkan pasteurisasi pada susu kedua dapat digolongkan dalam
metode LTLT karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi dalam waktu yang cukup
lama. Selanjutnya, sebanyak 1 ml susu yang telah dipasteurisasi diambil secara aseptis
untuk uji jumlah mikroba akhir. Setelah dianalisa, botol ditutup rapat dan disimpan dalam
refrigerator atau bisa langsung diminum. Menurut Millogo et al ., (2015) sebaiknya susu
disimpan pada suhu rendah, yaitu sekitar 4ºC. Hal ini bertujuan untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme selama proses penyimpanan sehingga susu memiliki umur
simpan yang lebih lama.
Pengujian susu secara mikrobiologis bertujuan untuk melihat jumlah total bakteri pada
susu segar sebelum dan setelah pasteurisasi dengan metode TPC (Total Plate Count ).
Metode TPC ini menggunakan media dalam cawan petri. Menurut Fardiaz (1992), dengan
metode cawan, hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung dan dapat menghitung
beberapa jenis mikroorganisme sekaligus. Hasil perhitungan metode ini menunjukkan
jumlah koloni sel (bukan jumlah sel sebenarnya). Susu sebelum dan setelah pasteurisasi
diambil masing-masing sebanyak 1 ml. Untuk susu sebelum pasteurisasi, susu diencerkan
dengan aquades steril hingga pengenceran 10 -6. Hasil pengenceran yang diinokulasikan
adalah pengenceran 10-5 dan 10-6. Untuk susu setelah pasteurisasi, susu diencerkan
dengan aquades steril hingga pengenceran 10 -3. Hasil pengenceran yang diinokulasikan
adalah pengenceran 10
-1
, 10
-2
, dan 10
-3
. Menurut Tamime (2009), pasteurisasi merupakanaplikasi panas pada susu untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat pada
susu sehingga jumlah mikroorganisme pada susu sebelum pasteurisasi seharusnya lebih
tinggi dibandingkan setelah pasteurisasi. Oleh karena itu, susu yang belum dipasteurisasi
diencerkan hingga konsentrasi larutan lebih rendah dibandingkan susu yang sudah
dipasteurisasi. Hal ini bertujuan untuk membantu pengamatan jumlah mikroorganisme.
Suriawiria (2005) menambahkan bahwa pengenceran sampel harus dilakukan hingga
beberapa kali sebelum ditumbuhkan pada media. Pengenceran sebaiknya dilakukan
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
7/15
6
hingga mencapai konsentrasi larutan yang terendah. Hal ini dikarenakan semakin rendah
konsentrasi larutan, maka semakin mudah untuk menghitung jumlah mikroorganisme
pada media karena jumlahnya lebih sedikit.
Proses inokulasi dilakukan secara aseptis dengan metode pour plate. Sebanyak 1 ml hasil
pengenceran diambil dan diinokulasikan ke dalam cawan petri steril menggunakan
mikropipet. Kemudian media NA steril dituang ke dalam cawan petri yang berisi
inokulum. Cawan petri ditutup dan diputar agar media dan inokulum tersebar merata,
kemudian ditunggu hingga media tidak basah. Setelah itu, cawan petri diinkubasi terbalik.
Hal ini berfungsi untuk menghindari adanya tetesan air yang mungkin melekat pada
dinding tutup cawan petri (Dwidjoseputro, 1987). Suriawiria (2005) menambahkan
bahwa pada metode pour plate, koloni yang terlihat lebih sedikit karena mikroorganisme
tumbuh di dalam medium. Inkubasi secara terbalik akan membantu kultur untuk tumbuh
dengan baik di dalam media dan tidak hanya menempel di bagian dasar cawan petri.
Metode pour plate yang dilakukan pada praktikum ini sudah sesuai dengan teori Fardiaz
(1992). Proses inokulasi secara aseptis serta penggunaan cawan petri dan media yang
steril bertujuan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme yang tidak diinginkan
(Hadioetomo, 1993). Pada praktikum ini digunakan media Nutrient Agar (NA) sebagai
media pertumbuhan karena bersifat umum, dapat digunakan untuk menumbuhkan seluruh
mikroorganisme termasuk bakteri. Selain itu, media NA juga berfungsi untuk mengisolasi
koloni-koloni yang individu dari bahan yang mengandung spesies Proteus. Namun,
media NA tidak dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba secara selektif karena
bersifat umum (Merck, 1998).
Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa jumlah total bakteri pada susu sebelum pasteurisasi menunjukkan hasil spreader (jumlah koloni >300). Hal ini dapat terjadi
karena menurut Srujana et al ., (2011) susu sapi segar sangat rentan ditumbuhi bakteri
akibat kandungan nutrisinya yang tinggi. Kontaminasi bakteri pada susu segar ini dapat
berasal dari kondisi yang tidak higienis selama handling susu, misalnya dari udara,
peralatan yang digunakan untuk pemerahan, serta kandang yang tidak bersih dari sisa
feses, tanah, dan rumput. Lu et al ., (2013) menambahkan bahwa kerusakan susu dapat
disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme akibat kurangnya sanitasi dan higienitas
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
8/15
7
selama handling dan kondisi selama proses distribusi. Sanitasi dan higienitas yang perlu
diperhatikan meliputi kebersihan kandang, kebersihan dan kesehatan sapi perah,
kebersihan alat dan proses pemerahan, serta higienitas selama distribusi.
Secara keseluruhan, jumlah total bakteri pada susu setelah pasteurisasi lebih rendah
dibandingkan sebelum pasteurisasi. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Tamime
(2009) bahwa pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme, seperti bakteri
patogen, kapang, dan bakteri pembusuk tanpa merusak cita rasa dari susu. Dengan
dilakukannya pasteurisasi, susu akan memiliki umur simpan yang lebih lama. Jika
dibandingkan dengan SNI 01-3951-1995 tentang Susu Pasteurisasi untuk standar mutu
TPC, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan jumlah total bakteri pada susu setelah
pasteurisasi telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh BSN (Badan Standardisasi
Nasional). Namun, hasil yang diperoleh oleh kelompok B4 (suhu 72ºC selama 15 detik)
melebihi standar. Dalam SNI 01-3951-1995, nilai TPC maksimal pada susu pasteurisasi
yang dipersyaratkan adalah sebesar 3 x 104 (CFU/ml), sedangkan dari hasil pengamatan
diperoleh nilai TPC sebesar 8,6 x 104 (CFU/ml).
Jika dibandingkan antara suhu dan waktu pasteurisasi yang digunakan, dapat dilihat
bahwa pada kelompok B1 dan B2, jumlah total bakteri pada susu setelah pasteurisasi suhu
72ºC selama 15 detik (HTST) lebih rendah dibandingkan setelah pasteurisasi suhu 62ºC
selama 3 menit (LTLT). Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Tamime (2009) bahwa
semakin tinggi suhu pasteurisasi yang digunakan, maka semakin besar kemungkinan
terbunuhnya mikroorganisme dengan jenis yang lebih beragam karena setiap
mikroorganisme memiliki suhu tumbuh yang berbeda-beda. Pasteurisasi dengan suhu
yang lebih tinggi lebih efektif untuk membunuh mikroorganisme. Namun, pada kelompokB3, jumlah total bakteri pada susu setelah pasteurisasi suhu 72ºC selama 15 detik sama
dengan setelah pasteurisasi suhu 62ºC selama 3 menit. Sedangkan pada kelompok B4 dan
B5, jumlah total bakteri pada susu setelah pasteurisasi suhu 72ºC selama 15 detik lebih
tinggi dibandingkan setelah pasteurisasi suhu 62ºC selama 3 menit. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Tamime (2009).
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
9/15
8
Ketidaksesuaian hasil dengan teori dapat terjadi karena kondisi yang kurang aseptis
selama proses inokulasi sehingga terjadi kontaminasi mikroorganisme yang tidak
diinginkan dan jumlah total bakteri menjadi lebih banyak. Kontaminasi dapat berasal dari
media, sampel, alat, lingkungan seperti udara, maupun tangan orang yang menginokulasi
yang dapat digunakan untuk tempat hidup mikroorganisme (Suriawiria, 2005). Oleh
karena itu, tangan dan meja harus disemprot dengan alkohol sebelum inokulasi dilakukan.
Selain itu, peralatan dan media yang akan digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu.
Selama inokulasi, semua peralatan harus dekat dengan api dan kapas tidak boleh
diletakkan di meja. Faktor lain yang mempengaruhi ketidaksesuaian hasil adalah jumlah
mikroba awal pada susu. Menurut Hudson et al ., (2003) jumlah mikroba awal yang tinggi
membutuhkan perlakuan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih
lama untuk membunuh mikroba. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasteurisasi
tidak dapat membunuh seluruh mikroba yang ada pada susu dengan jumlah mikroba awal
yang tinggi.
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
10/15
9
4. KESIMPULAN
Jumlah mikroba awal pada susu dipengaruhi oleh proses handling susu, seperti
kondisi kandang dan tempat pemerahan, kondisi sapi perah (kesehatan dan
kebersihan), higienitas dan sanitasi selama pemerahan, serta suhu selama distribusi.
Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme khususnya bakteri patogen,
kapang, dan bakteri pembusuk sehingga dihasilkan susu dengan umur simpan yang
lebih lama tanpa merusak cita rasa dari susu.
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan metode HTST dan LTLT.
Metode HTST dilakukan dengan pemanasan suhu 72ºC selama 15 detik.
Metode LTLT dilakukan dengan pemanasan suhu 62ºC selama 3 menit.
Jumlah total bakteri pada susu setelah pasteurisasi lebih rendah dibandingkan sebelum
pasteurisasi.
Jumlah total bakteri pada susu yang dipasteurisasi dengan metode HTST lebih rendah
dibandingkan dengan susu yang dipasteurisasi dengan metode LTLT.
Semakin tinggi suhu pasteurisasi yang digunakan, maka semakin cepat waktu yang
dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme dan semakin besar kemungkinan
terbunuhnya mikroorganisme dengan jenis yang lebih beragam.
Efektivitas pasteurisasi dipengaruhi oleh jumlah mikroba awal pada susu.
Semarang, 31 Mei 2016
Praktikan Asisten Dosen
-
Graytta Intannia
- Rr. Panulu P.M.
Donna Larissa Khuangga
13.70.0171
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
11/15
10
5. DAFTAR PUSTAKA
Adil, M.A.S. & Eltaf, M.H. (2013). Some Bacterial and Physical Quality of Pasteurized
Milk in Khartoum. Journal of Applied and Industrial Sciences; 1(2):30-37.
Dwidjoseputro, D. (1987). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. Gramedia. Jakarta.
Hudson, A.; Wong, T. & Lake, R. (2003). Pasteurisation of Dairy Products: Times,Temperatures and Evidence for Control of Pathogens. Institute of Eviromental
Science & Research Limited. Christchurch, New Zealand.
Lu, M.; Shiau, Y.; Wong, J.; Lin, R.; Kravis, H.; Blackmon, T.; Pakzad, T.; Jen, T.;
Cheng, A.; Chang, J.; Ong, E.; Sarfaraz, N. & Wang, N.S. (2013). Milk Spoilage:
Methods and Practices of Detecting Milk Quality. Food and Nutrition Sciences;
4:113-123.
Merck, E. (1998). Handbook of Microbiology 1st Supplement. Merck KGaA Publisher.
Darmstadt.
Millogo, V.; Sissao, M.; Sidibé, A.G. & Ouédraogo, G.A. (2015). Effect of Storage Time
and Temperature on Raw Milk Composition of Dairy Cattle in Tropical
Conditions. African Journal of Dairy Farming and Milk Production; 2(1):104-108.
SNI 01-3951-1995. Susu Pasteurisasi. Badan Standardisasi Nasional. ICS 13.040.30.
Srujana, G.; Reddy, A.R.; Reddy, V.K. & Reddy, S.R. (2011). Microbial Quality Of Raw
And Pasteurized Milk Samples Collected From Different Places Of WarangalDistrict, (A.P.) India. International Journal of Pharma and Bio Sciences; 2(2):139-
143.
Suriawiria, H.U. (2005). Mikrobiologi Dasar. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
Syarif, E.K. & Harianto, B. (2011). Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agro
Media Pustaka. Jakarta.
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
12/15
11
Tamime, A.Y. (2009). Milk Processing and Quality Management. Blackwell Publishing
Ltd. Chichester.
Yadav, J.; Paul, S.; Peter, J.K.; Kumar, Y.; Singh, A.K.; Masih, F. & Masih, H. (2014).
Comparative Evaluation of Pathogenic Bacterial Incidence in Raw and
Pasteurized Milk. International Journal of Engineering Science Invention;
3(5):11-20.
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
13/15
12
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus
CFU/ml =
ftr pegecer× jumlah koloni
Susu sebelum pasteurisasi
Pengenceran 10-5 = spreader
Pengenceran 10-6 = spreader
CFU/ml = spreader
Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik
Kelompok B1
Tidak ada pengenceran yang memenuhi syarat =
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
14/15
13
CFU/ml =,x+,x+,x
= 1,37x104
Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
Kelompok B1
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1 & 10-3
Pengenceran 10-1 =
− × 67 = 6,7x102
Pengenceran 10-3 =
− × 59 = 5,9x104
,x
,x = 88,06 = >2
CFU/ml = 6,7x102
Kelompok B2
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1 & 10-3
Pengenceran 10-1 =
− × 32 = 3,2x102
Pengenceran 10-3 =
− × 32 = 3,2x104
,x
,x = 100 = >2
CFU/ml = 3,2x102
Kelompok B3
Tidak ada pengenceran yang memenuhi syarat = 2
CFU/ml = 4,7x102
Kelompok B5
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1 & 10-3
Pengenceran 10-1 =
− × 69 = 6,9x102
8/16/2019 SUSU PASTEURISASI_Donna Larissa K_13.70.0171_B1_UNIKA Soegijapranata
15/15
14
Pengenceran 10-3 =
− × 43 = 4,3x104
,x
,x = 62,32 = >2
CFU/ml = 6,9x102
6.2. Jurnal
6.3. Laporan Sementara